Share

Bab 4

Author: Fortunata
last update Last Updated: 2025-05-14 15:41:03

“Aku kayaknya butuh waktu untuk mikir,” putus Lalita akhirnya.

Untungnya, Brian mengangguk pelan “Pikirin baik-baik,” ucapnya lembut. “Sekarang kita ke psikiater dulu.”

“Untuk apa?” protes Lalita.

“Buat buktiin kamu waras. Kalau kamu mau Om Hadi percaya, kamu harus kasih bukti.”

Saat Lalita mencoba mencerna, Brian sudah menekan nomor Hadi dan menyalakan loudspeaker, serta menyuruhnya diam.

“Halo, Om.”

“Ya Brian, gimana Lita?”

“Aku udah ngomong sama Lita. Aku bawa dia periksa ya, Om. Nanti hasilnya aku kasih.”

Dari seberang, Hadi tampak kesal. “Gak usah repot-repot, Brian. Biar Om aja. Om harus didik dia. Dia udah terlalu Om manja. Kali ini Om harus tegas. Sebentar lagi dia jadi istri orang. Kerja gak bisa, nabung gak bisa, sekarang malah sakit. Bisa-bisa calon suaminya kabur.”

Lalita menahan isak tangisnya.

Kata-kata ayahnya seperti tusukan pisau yang menghujam dadanya.

Menyadari itu, Brian langsung merespons cepat, “Gapapa, Om. Aku sekalian ke rumah sakit, mau tebus obat Papa. Jadi sekalian bawa Lita periksa. Gak repot sama sekali.”

“Ya udah.” Hadi menghela napas. “Tolong titip Lita. Oh, iya. Boleh kasih HP kamu ke dia? Om mau ngomong.”

Brian menyerahkan ponselnya ke Lalita. Suara ayahnya terdengar tajam.

“Lita… Dengerin papa baik-baik… Papa anggap gak denger omongan kamu tentang Citra dan Aldo tadi. Papa juga gak akan cerita ke mereka. Bisa sakit hati mereka denger tuduhan gak berdasar kamu itu. Sekarang ikut Brian, jangan nyusahin. Nurut!”

Lalita menunduk. Tak ada lagi kata-kata yang tersisa. Ia hanya menyerahkan ponsel itu kembali dan duduk diam di samping kursi kemudi.

Tak lama, keduanya pun tiba di rumah sakit dan Brian segera memberi instruksi pada Lalita.

“Habis dari psikiater, kamu cek lab untuk racun, ya."

“Bukannya aku udah terbukti aman?” Lalita menoleh dengan pandangan ragu. "Kurasa, lebih baik, kita investigasi dulu supaya ada bukti untuk diberikan ke Papa?"

"Urusan investigasi, orang-orangku yang lagi kerjain," jawab Brian santai.

Lalita tak menyangka Brian bukan lagi bocah kecil yang suka bermain di sungai ataupun remaja puber yang selalu berganti pacar setiap semester.

Dia adalah orang dewasa matang, salah satu pewaris Grup Wiguna.

Konglomerat yang memiliki banyak lini bisnis, termasuk rumah sakit tempat mereka berdiri sekarang.

Tunggu….

“Aku baru kepikiran, kenapa kamu kerja di kantor papaku?”

Brian tersenyum. “Aku bisa belajar banyak lini bisnis sekaligus kalau jadi konsultan. Papa udah setuju dan titip aku ke Om Hadi. Yah, pada dasarnya memang capable jadi bisa naik jabatan secepet ini, deh,” ujarnya menyombongkan diri.

Lalita hanya menatap Brian illfeel meski dia tahu bahwa Brian memang memiliki kemampuan.

"Oke kalau gitu. Makasih, Brian."

Dan begitulah….

Lalita hanya bisa menurut sepanjang hari.

Ia menjalani serangkaian konsultasi dan pemeriksaan laboratorium nyaris seharian penuh. "Aku kabarin kalau hasilnya udah keluar nanti. Sekarang kamu istirahat," ucap Brian setelah mereka sampai di apartemen Lalita.

“Tapi… Kamu yakin pulang ke sini? Kamu bisa tinggal di salah satu apartemen punyaku,” tanya Brian lagi.

“Gapapa. Justru akan aneh kalau aku tiba-tiba pindah tempat tinggal.”

“Yakin?”

Lalita hanya mengangguk, “Yakin. Aku gak akan kenapa-napa. Maaf ngerepotin, ya.”

“Santai, toh demi calon istri sendiri.”

"Ck! Aku pergi dulu. Thanks, Brian."

Lalita tak ingin berlama-lama mendengar bualan Brian. Wanita itu langsung keluar dan mobil dan meninggalkannya.

Hanya saja, saat Lalita membuka pintu apartemennya, dua sosok yang paling ingin ia hindari kini duduk di sofa: Aldo dan Citra!

"Kak Lita, aku kangen!" sapa Citra penuh keramahan palsu, "kok kakak kayak lihat hantu sih?"

Lalita menarik napas dan memaksa dirinya untuk tersenyum.

Akting, Lalita. Akting.

"Hahahaha,” tawa Lalita, “aku kaget karena gak nyangka kalian datang. Aku baru pulang dari Bandung, capek banget habis... cafe hopping," bohongnya enteng.

Citra menatap curiga. "Tapi tumben gak bawa oleh-oleh?"

"Kalian kan sering banget ke Bandung, ngapain juga bawa oleh-oleh? Nanti pas aku ke Korea bulan depan, kubawain, ya,”  jawab Lalita bercanda. “Pasir Jeju, mungkin?"

Citra tertawa kecil. “Oke. Ditunggu sama kerang-kerangnya.”

Sementara itu, Aldo mendekat lalu memeluknya. "Kamu capek, ya? Istirahat gih.”

Sial!

Lalita ingin muntah. Tapi ia hanya membenamkan wajahnya di dada pria itu agar tak curiga.

"Aku istirahat dulu ya. Kalian kerja lagi?" tanya Lalita basa-basi.

"Iya, Sayang. Minggu depan ada tender soalnya," jawab Aldo, "Oh iya, minum dulu teh ini baru tidur."

Lalita menatap nanar gelas itu.

Teh lemon hangat yang mungkin mengandung racun. Haruskah ia meminumnya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 182 : Dimana? (4)

    Deri dan Sabrina kembali pulang dengan tangan kosong."Lit, kamu beneran jujur tadi? Kamu beneran gak tahu Brian ada di mana?" tanya Hadi lagi setelah mobil Deri keluar dari area rumah mereka.Lalita memejamkan mata. Ingin sekali rasanya berteriak.Berapa kali lagi harus ia katakana kalau dia benar benar-benar tidak tahu keberadaan Brian?"Papaaaa… Lita beneran gak tahu…" jawab Lalita frustrasi.Hadi terlihat lega. Ia tidak ingin Lalita terlibat. Tidak ingin membayangkan kegilaan apa yang mungkin terjadi.Dengan gemetar, Lalita mengambil dua ponselnya dan segera mengetik pesan. Satu untuk Fauza, satu lagi untuk Mike.[Za, lo pernah denger kabar tentang Brian gak?][Mike, saya Lalita, anaknya Pak Hadi. Saya mau menggunakan jasa anda untuk mencari seseorang.]***"Yan… lo udah berjam-jam kerja. Gak mau makan dulu? Gue bawain makanan. Stok obat gue lagi

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 181 : Dimana? (3)

    “Om… Tante… tenang dulu, ya… Lita bener-bener gak tahu Brian ada di mana. Lita sumpah gak bohong. Lita cuma kaget aja, karena terakhir kali kita ngobrol—hari Brian resign dari Fort—Brian cuma bilang dia lagi usaha supaya gak jadi nikah sama Diana. Kalau… memang ada cewek lain, ya mending cewek lain itu aja…”Mendengar itu, Sabrina tampak sangat terpukul dan kembali menangis.“Lita… kamu beneran jujur, kan? Kalau ada informasi sekecil apa pun tentang Brian, tolong kasih tahu Om Deri dan Tante Sabrina. Kasihan Tante Sabrina…” ucap Hadi pelan.Lalita tampak putus asa. Ia memang jujur.Lita berdiri dari sofa ruang tamu dan berjalan menuju kamarnya.“Lita… papa masih ngomong, Lita…” tegur Hadi.Lita menoleh dengan kesal. “Bentar! Lita mau ambil sesuatu di kamar!”Hadi hanya bisa berdehem dan diam.Tak l

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 180 : Dimana? (2)

    Sabrina dan Deri kemudian duduk. Lalita pun memanggil Bi Imah untuk menghidangkan teh agar mereka sedikit tenang.“Jadi, ada apa ini?” tanya Hadi setelah hening beberapa saat. “Kenapa kalian teriak-teriak pagi-pagi begini?”Sabrina membuka mulut, tampak ingin langsung mencecar Lalita, tapi, Deri dengan sigap menahan lengannya. Pria itu tahu betul kalau satu kata saja dari istrinya, suasana bisa berubah jadi medan perang.Deri menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Lalu, menjelaskan semuanya.Brian tiba-tiba menghilang. Tanpa jejak, ia tidak meninggalkan pesan apapun. Mereka sudah melapor ke polisi, menyewa orang untuk mencari, bahkan menelusuri semua kemungkinan.Hasilnya tetap nihil.Sudah satu bulan berlalu, masih tetap saja nihil.Lalita dan ayahnya saling pandang—kaget, tapi juga bingung.“Jadi kalian datang ke sini karena berpikir Lita tahu Brian ada di mana?” tanya H

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 179 : Dimana?

    “Alasan aku ajak kamu ke sini karena aku mau ngomong ini sebelum semuanya bener-bener berakhir. Kita gak akan ketemu lagi, Lit. Aku gak mau ada penyesalan. Aku juga gak minta kamu balas perasaan aku… aku cuma pengen kamu tahu.”“Kalau aku mau kamu bales perasaan aku, aku akan ngomong sebelum kita resmi cerai biar gak usah cerai. Itu pun kalau kamu mau…” lanjut Brian lagi.Lalita menghela napas, merasa suasana langsung berubah menjadi berat.“Kamu bener-bener bikin suasana jadi canggung…” gumamnya.“Gak akan ada yang berubah, Lit. Kita udah cerai. Aku cuma berharap… kita masih bisa berteman. Kamu tetep bisa hubungin aku kalau butuh bantuan. Aku pasti bantu.”Brian tersenyum tipis. “Walaupun kayaknya kamu gak akan hubungin aku sih. Tapi tetap aja… kalau kamu kesusahan, kamu harus hubungi aku.”Lalita masih diam—ingin pergi, ingin pulang, ingin me

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 178

    Semua orang, kecuali Diana langsung menoleh pada Sabrina.Deri yang sadar suasana mulai canggung langsung mencoba mengalihkan pembicaraan.“Keadaan lo gimana sekarang? Udah membaik?” tanyanya pelan, berusaha terdengar santai.“Udah. Udah mendingan,” jawab Hadi singkat.Percakapan pun kian bergerak ke arah yang Deri inginkan. Lalita hanya duduk di samping Brian sambil memainkan ujung jarinya, pandangannya menerawang. Suara ayahnya dan om Deri terdengar samar—ia tidak benar-benar menyimak. Kepalanya terlalu penuh.***Waktu melesat sangat cepat bagi Lalita. Hari-hari ia habiskan dengan rapat, tumpukan dokumen, dan jadwal sidang yang datang hampir beruntun.Akhir dari semua proses ini tidak lagi menjadi kejutan. Ibu dan adik Aldo akhirnya ikut mendekam di penjara karena tak sanggup membayar denda.Wita kalah. Ia juga masuk penjara—dan Fuad… benar-benar meninggalkannya. Wita tak bisa membuktikan apa pun tentang keterlibatan pria itu. Tangan Fuad benar-benar bersih.Dan Brian.

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 177 : Kunjugan Terakhir

    Cukup lama Lalita menangis di pelukan ayahnya.Hadi hanya menepuk punggung putrinya pelan, mencoba menenangkan badai yang berputar hebat di dalam dada gadis itu.Mereka bertiga berbicara dari hati ke hati cukup lama—Lalita, Brian, dan Hadi.Tak ada nada tinggi, tak ada air mata lagi. Hanya kejujuran yang akhirnya bisa keluar setelah sekian lama tertahan.Minus tamparan yang telah diluncurkan Sabrina tentunya.“Coba kamu atur jadwal ketemu mama dan papa kamu. Om mau minta maaf,” ucap Hadi pelan, menatap Brian dengan penuh kesungguhan.Brian mengerutkan kening. “Tapi, Om…”“Anak Om salah. Setidaknya Om harus minta maaf ke mereka. Mereka pasti kecewa banget. Om bisa lihat mama kamu sebelumnya suka banget sama Lita, tapi dia tiba-tiba dukung mantan pacar kamu. Jelas dia kecewa banget berarti kan?”Hadi berbicara dengan sangat lembut. Meski begitu, dari raut wajahnya, terlihat tidak menerima penolakan.Brian menarik napas berat. “Om, aku pasti disuruh cepet-cepet cerai. Aku cuma mau nyeles

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status