Share

Bab 2

Auteur: Fortunata
last update Dernière mise à jour: 2025-05-14 15:40:46

"Saya gapapa, maaf saya melamun," jawab Lalita menunduk.

Tak mau melihat siapapun, Lalita pun memilih pergi dari sana segera. Saat ini, dia hanya ingin tidur dan melupakan segalanya…

Untungnya, kelelahan membuat Lalita tertidur pulas, hingga ia terbangun pukul 18:15.

"Syukurlah belum lewat jam makan malam," ucapnya pelan. Segera, ia mandi dan bersiap untuk ke restoran hotel.

Setidaknya, makanan bisa sedikit memperbaiki suasana hatinya yang remuk?

Saat Lalita baru duduk dan mengambil makanan, tiba-tiba….

"Aku gabung ya, Lit."

Deg!

“Brian?”

Lalita terkejut kala menyadari sosok sahabat kecilnya berdiri di hadapannya.

Tak banyak yang berubah dari pria itu. Hanya saja, Brian semakin tampan, kekar, dan dewasa…?

Di saat yang sama, pria itu langsung duduk di hadapan Lalita.

"Gak ada orang, kan? Setahuku, tadi kamu datang sendiri sambil nangis, Lit?" tanya Brian dengan ekspresi santai.

Lalita membelalakan mata.

Double kill!

Jangan bilang, pria yang ditabraknya tadi adalah Brian?

Berarti, pria itu melihat penampilannya yang sangat buruk tadi? Rasanya, Lalita ingin menenggelamkan diri.

Untungnya, Brian tak menyadari dan justru bertanya, “Kamu apa kabar, Lit?”

"Aku baik. Kamu apa kabar?" tanya Lalita yang akhirnya bisa menguasai diri.

Brian menatapnya dalam. "Bad…" jawabnya.

"Why?"

"Mama sama papa lagi-lagi berusaha jodohin aku sama anak kolega mereka. Pengen banget gendong cucu. Ck! Dikata zaman Siti Nurbaya kali, ya?" kesalnya.

“Hahaha…”

Melihat ekspresi kesal Brian yang masih sama seperti mereka waktu kecil dulu, Lalita tertawa.

Ia sendiri terkejut bisa tertawa di tengah kepedihan yang terjadi.

“Hey!” hardik Brian yang membuat Lalita menghentikan tawanya.

"Sorry,” ucap wanita itu, “Turutin ajaa kalo gitu, kamu tahu kan mama kamu itu gigih banget orangnya. Sama kayak kamu, tante akan kejar apa yang tante mau sampe dapet," balas Lalita.

"Aku tuh gak mau nikah sama orang yang gak aku kenal, Littt."

"Ya kenalan dulu, dong. Atau kamu jadian sama temen cewek kamu dan nikahin aja, deh. Gampang, kan?"

Brian tersenyum lebar membuat Lalita lega.

Hanya saja, itu tak berlangsung lama karena Brian mendadak menatapnya dalam, "Kalau gitu, kita nikah yuk, Lit!”

“Uhuk!”

Lalita yang baru saja memakan sup kepiting itu mendadak tersedak.

"Minum dulu, Lit." Brian cepat-cepat menyodorkan segelas teh manis ke arah Lalita yang mengambil teh itu dengan tangan gemetar.

Namun, pandangannya tak lepas dari wajah Brian.

Ia masih belum percaya, pria ini tetap sama seperti dulu.

Humornya masih saja kelewatan batas!

"Bisa gak sih kamu tuh kalau bercanda jangan kelewatan?" tegur Lalita setelah kembali tenang.

Alih-alih merasa bersalah, Brian justru mengendikkan bahu. "Kan kamu sendiri yang bilang, ajakin temen cewek nikah. Kamu kan temen cewek. Aku setuju sama usul kamu. Daripada nikah sama cewek yang gak dikenal, kan?"

Lalita langsung menunjuk wajah Brian dengan telunjuknya, “Aku udah mau nikah.”

Tak lupa menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya.

“Sama Aldo?” Wajah Brian langsung berubah. Entah mengapa ekspresinya mengeras?

“Kok kamu bisa tahu?”

“Aku kerja di perusahaan papa kamu sekarang,” jawabnya, “beberapa kali aku lihat kamu ke kantor, tapi aku gak bisa nyamperin karena kebetulan on the way buat meeting di luar.”

“Ohhhh...”

Lalita mengangguk pelan, mulai mengerti.

Sejujurnya ada sepercik perasaan kecewa karena Brian tidak menyapanya. Namun, Lalita memilih tidak mempermasalahkan mengingat mereka memang sempat tidak terlalu dekat sejak kuliah.

Tentu saja, karena Aldo tidak suka ia memiliki teman lawan jenis!

“Kalau boleh saran, pisah sama Aldo aja, Lit,” ucap Brian tiba-tiba, “Dia gak baik. Mending kamu sama aku.”

Lalita tersenyum mendengarnya. “Thanks banget tawarannya, Brian. Tapi aku gak perlu nikah sama orang lain cuma buat kabur dari Aldo. Aku tinggal bilang ke papa kalau dia selingkuh. Papa pasti langsung depak dia dari perusahaan.”

Ia bicara dengan penuh percaya diri.

Toh, ayahnya sangat menyayanginya.

Lalita percaya jika ayahnya akan selalu berdiri di sisinya.

Bagaimanapun, Citra juga bukan darah daging Hadi.

"Aku duluan, Brian. Semoga kamu dapet jodoh yang baik ya. Coba kenalan aja dulu sama cewek yang dijodohin sama kamu."

Lalita berbalik dan melangkah pergi. Hatinya jadi lebih ringan dan siap menuju rumah sakit untuk memeriksakan diri.

Sayangnya, ia tak sadar telah meninggalkan Brian yang menatap punggungnya dalam diam.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 164

    Suara Brian lirih ketika mulai menceritakan awal mula kisahnya dengan Lalita—pertemuan kembali yang tak disangka, pernikahan kontrak demi keuntungan, hingga campur tangan Sabrina yang akhirnya memisahkan mereka.Matanya basah, setiap kata keluar dengan getir.Jujur saja Brian malu pada dirinya sendiri saat ini. Seharusnya ia tetap berjuang.Akan tetapi, Brian takut. Ia mengakui dirinya pengecut.Pria itu tak bisa lanjut berjuang di mana nyawa Hadi menjadi taruhannya. “Om… Saya… saya bener-bener terbiasa sama Lita yang ada di hidup saya. Saya suka saat sampe di rumah, ada Lita yang sambut saya. Apa saya bisa pulang ke rumah yang udah gak ada dia?”Brian berhenti sejenak, menelan sesak di dada. “Kalau Lita sakit, saya juga sakit, Om. Selama ini saya benci kalah. Tapi… saya lebih rela kalah, biar Lita gak sakit. Saya gak sanggup lihat dia sedih.”Meski matanya sudah di ujung mata, tak ada air mata yang mengalir di wajah Brian. Sungguh

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 163 : Rasa Sesak di Dada

    “Kamu tuh ya, Citra! Bisa diem gak? Bantah aja mulu! Iya, iya, Mama cariin jalan keluarnya!” teriak Wita jengkel.Suara Wita memenuhi ruangan, seakan ikut memantul dari dinding yang jadi saksi pertengkaran mereka.Berhari-hari mendengar ocehan Citra membuat kepala Wita mendidih.“Cari kerja sana! Nyusahin aja di rumah!”Citra terdiam, bibirnya mengerucut.“Ck… terlalu dimanja emang…” gumam Wita, meski nada suaranya tak setajam tadi.Ruangan pun larut dalam keheningan. Hanya terdengar detak jam dinding yang menyiksa.Wita bersandar, matanya menerawang. Kata-kata Citra tadi menggema lagi di benaknya.Ia akhirnya meraih ponsel, berharap menemukan jawaban. Sudah beberapa hari ini Fuad tak memberi kabar.Dengan jari gemetar, ia mengetik pesan.[Sayang, kamu gak ke sini?]Namun, layar tetap sepi. Tidak ada balasan, bahkan tanda online pun tak munc

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 162

    “Dengan demikian, sidang dinyatakan selesai.”Dug! Dug! Dug!Palu terakhir menghantam meja, menutup sidang yang melelahkan ini.Fauza pun langsung memeluk Lalita. "Akhirnya lo bebas dari benaluuuuu..."Lalita tersenyum. Perasaannya campur aduk.Di samping itu, ibu dan adik Aldo menyerang Lalita lagi seperti kesetanan.Brian yang sudah menduga itu langsung sigap memegangi mereka dan memanggil petugas."Sialan lo! Sialannn!" teriak ibu Aldo."Aku akan tuntut mereka, biar mereka bertiga bisa reuni di penjara..." gumam Brian.***Suasana rumah sakit masih tetap sama seperti hari-hari biasanya.Di koridor yang sepi, langkah kaki Wita terdengar terburu-buru, tumit sepatunya beradu dengan lantai dingin.Wajahnya pucat, sorot matanya gelisah.Sudah berhari-hari ia menunggu kabar, namun tak juga terdengar berita kematian Hadi.Ia menelan ludah, mengusap tengkuknya yang dibasahi keringat

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 161 : Sidang Pertama (7)

    Andreas berdiri perlahan, menatap lurus ke arah Raka.“Saudara Raka,” ucapnya datar, “Anda tadi menyebutkan bahwa Anda beberapa kali menyaksikan saudari Lalita menekan dan mempermalukan saudara Aldo. Bisa Anda jelaskan, kapan tepatnya peristiwa itu terjadi? Tanggal, tempat, atau setidaknya konteks kejadian?”Raka sedikit tertegun. “Saya… saya tidak ingat tanggal pastinya. Tapi saya yakin sering terjadi.”Andreas mengangguk singkat. “Baik. Jadi Anda tidak bisa memberikan satu pun contoh konkrit dengan waktu dan tempat yang jelas, benar begitu?”Raka mulai gelisah. “Saya… ya, mungkin saya tidak mengingat detailnya, tapi—”Andreas langsung memotong dengan tajam. “Saudara saksi, apakah benar anda adalah rekan kerja Aldo?”Raka terdiam.Meski jawaban dari pertanyaan ini adalah hal yang mudah. Entah mengapa Raka merasa ragu.“Be… Benar. Saya bawahan dari pak Aldo. Apa hubungan pertanyaan ini dengan kesaksian saya?”Andreas tersenyum tipis. “Justru sangat berhubungan. Bagaimana jika anda mem

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 160 : Sidang Pertama (6)

    Andreas kemudian melemparkan pertanyaan pada hadirin yang hadir."Bagaimana menurut hadirin sekalian? Ini sudah sangat jelas adalah penganiayaan. Ini adalah penyerangan..."Hakim mengetukkan palu. “Keberatan dicatat. Silakan lanjutkan, penasihat hukum tergugat.”Fikri menelan salivanya. Tegang.“Klien kami juga berada di bawah tekanan mental yang berat akibat masalah keluarga yang menumpuk. Ia manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan kecil. Tapi apakah pantas kesalahan sesaat itu dijadikan alasan untuk menghancurkan seluruh hidupnya? Apakah pantas seorang pria yang dikenal berbakti pada orang tua dijadikan seolah-olah monster?”Ibunda Aldo yang duduk di kursi pengunjung terisak keras, seakan membenarkan ucapan itu.Cih! Fauza berdecak kesal."Dijadikan seolah-olah monster? Gila ya pengacara ini? Dia memang monster!" gumam Fauza lagi.Akan tetapi, Lalita memegang tangan Fauza pelan, "Sabar, Za. Yang te

  • Istri 24 Bulan Tuan Muda   Bab 159 : Sidang Pertama (5)

    Ruang sidang mendadak gempar. Beberapa pengunjung menutup mulut, sebagian lain saling berbisik.Hakim segera mengetukkan palu tiga kali. “Tenang! Hadirin dimohon tenang! Hormati proses persidangan!"Ruang sidang mendadak gempar. Beberapa pengunjung menutup mulut, sebagian lain saling berbisik.Hakim segera mengetukkan palu tiga kali. “Tenang! Jika ada keributan lagi, saya akan mengosongkan ruang sidang!”Andreas maju selangkah, melanjutkan, “Apakah anda yakin dengan apa yang anda lihat saat itu?”Hilda mengangguk mantap. “Saya sangat yakin. Bukan hanya saya, seluruh karyawan yang masuk juga melihat dengan jelas kejadian penyerangan itu.”“Lebih tepatnya bagaimana saudara Aldo menyerang saudari Lalita?” tanya Andreas lagi.“Kau!” ucap Aldo geram dari kursinya.Hilda langsung refleks menutup mata dan sedikit meringkuk. Jelas sekali itu adalah gestur ketakutan.Petugas yang siaga pun refleks menggenggam Aldo dan memaksanya duduk kembali.“Pak Aldo pukul sekaligus tendang bu Lalita. B… Bu

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status