Share

Istri 365 Hari sang Pewaris
Istri 365 Hari sang Pewaris
Author: Megumi

Bab 1

[ Kosongkan sekolah dalam tiga hari atau kalian terima akibatnya! ]

Nama sekolah itu adalah SD Lentera, sedang menghadapi masalah besar yang berkaitan dengan surat-menyurat.

Sekolah itu sangat berarti untuk Raina, terlebih dia terlalu mencintai anak-anak didiknya yang sudah seperti keluarga sendiri, tak peduli berhadapan dengan masalah sebesar apapun, Raina rela pasang badan di kala guru-guru lain justru tidak begitu peduli, bahkan Pak Budi mendesaknya menyerah.

Raina tentu terbelalak membaca pesan dari nomor tak dikenal yang diabaikan beberapa hari lalu.

Segera saja, guru matematika itu mencocokan tanggal pesan itu terkirim.

Tanggal tiga …, sedangkan hari ini tanggal enam!

"Astaga! Berarti, hari ini mereka akan datang," gumam Raina tanpa sadar.

Rasanya, dia ingin merutuki dirinya yang memiliki kebiasaan tidak meladeni nomor tak dikenal. Bahkan, Rania membuka pesan ini hanya karena mengusir kebosanan menunggu antrian kasir.

Jadi, begitu transaksi selesai, perempuan itu pun lekas berlari.

Sayangnya, di dekat pintu keluar minimarket, terdapat keramaian tak biasa!

Sekuat tenaga, perempuan bertubuh mungil itu pun berusaha menerobos.

Akan tetapi, Rania justru merasakan tangannya ditarik dengan kuat oleh seorang pria. Tak lama, tubuhnya, bahkan dipeluk.

Raina sontak mengangkat kepalanya dan menyadari pelakunya adalah Bayu Edgardo, aktor tampan yang setahunya sedang naik daun.

Pantas saja, ada banyak orang di sana.

"Kamu mau ke mana, Sayang? Teganya, ninggalin pacarmu sendirian," ucap pria itu tiba-tiba.

Raina jelas terperangah. "Sepertinya Anda salah o–"

Cup!

Belum sempat menyelesaikan ucapan, Bayu tiba-tiba membungkam mulutnya dengan bibir.

Sontak kerumunan menjadi ramai.

Terlebih, Bayu intens sekali mencium Raina!

Begitu kesadaran perempuan itu kembali, dia pun mendorong tubuh kekar Bayu. “Kamu!” teriaknya.

Anehnya, Bayu hanya menyunggingkan bibirnya sebelah, lalu menarik tangan Raina pergi menuju mobil pria itu.

"Berapa aku harus membayarmu?" ucap Bayu begitu di dalam mobil.

Raina seketika melengkungkan alis. "Maksudmu?"

"Apa perlu kuperjelas?" gantung pria itu lalu membuka amplop coklat di dashboard samping.

Setelah mengeluarkan seikat uang 10 jutaan, dia pun melemparkannya ke pangkuan Raina.

"Segitu cukup? Atau masih kurang?"

Tangan pria tampan itu pun menambahkan lagi sebanyak dua ikat lagi.

Kala menyadari maksud Bayu, wajah Raina tampak geram.

Pria itu ingin membayar ciuman pertamanya dengan uang tiga puluh juta?

Bug!

Raina melempar balik uang tersebut ke muka Bayu.

Aktor itu sontak terkesiap. Diinjaknya rem secara mendadak.

Cit!

"Apa kau sudah gila?" pekiknya dengan nada tinggi.

Alih-alih memperlihatkan wajah bersalah atau menyesal, Rania justru tersenyum puas karena berhasil membuat Bayu kesal.

"Mentang-mentang orang kaya, bukan berarti kamu bisa seenaknya saja!" makinya pada Bayu, "Tidak semua perempuan bisa kamu beli dengan uangmu!"

"Tidak bisa dibeli dengan uang?” Bayu menaikkan sudut bibir, “apa maksudmu, kau mau jadi pacar sungguhan setelah ciuman tadi?"

Raina tidak segera menyahut.

Hal ini membuat Bayu semakin memojokkannya, "Ngaku saja kau suka dicium olehku! Tidak usah segela pakai beralasan kalau berbeda dari perempuan lain."

Plak!

Raina menampar Bayu. Dia sudah sangat geram dengan tingkah pria itu yang seenaknya.

Dilihatnya Bayu yang menggertakkan gigi. "Apa? Mau balas?" tantangnya.

"Selain tak berakhlak, kamu ini seorang pengecut yang hanya berani sama perempuan!"

Raina rasanya ingin memaki terus pria di hadapannya ini kalau tak ingat bahwa dia harus segera kembali ke sekolah.

"Asal kau tau, lebih baik aku dicium sapi daripada dicium sama bajingan sepertimu!"

Setelah berkata demikian, Raina pun membanting pintu mobil dengan kasar–meninggalkan Bayu yang terperangah.

Sungguh, ini pertama kalinya ada perempuan yang begitu berani terhadapnya.

Nyatanya selama ini, kaum hawa berlomba ingin menjadi kekasihnya….

***

"Argh! Mimpi apa aku semalam bisa sesial ini …."

Raina masih terbayang kelakuan Bayu terhadapnya, terutama tentang insiden ciuman itu.

Semakin dipikir, Raina semakin tidak rela karena ciuman pertamanya berakhir setragis itu.

"Bajingan itu … kalo ketemu lagi aku akan mendorongnya ke jurang biar dimakan kuda lumping!" umpatnya sembarangan sembari melirik tajam ke mobil Bayu yang ternyata telah berputar arah, dan menjauh.

Untungnya, ada angkutan umum yang melintas di hadapannya.

Segera saja, dihentikannya untuk menuju sekolah.

Hanya saja, begitu tiba, apa yang ditakutkan Raina sungguh terjadi!

Orang-orang bertubuh besar sudah berkumpul di sekolah dan membuat lapangan berantakan.

Bangku dan meja yang rusak berserakan di mana-mana.

"Sial…." paniknya kala teringat pada murid-muridnya yang tak terlihat sama sekali.

Ia berlari ke sana dan ke mari mencari mereka.

Sungguh, Rania khwatir bila terjadi sesuatu pada anak-anak itu.

"Bu Nana!" Suara anak laki-laki tiba-tiba terdengar.

Raina sontak mencari asal suara dan menemukan salah satu muridnya muncul dari gerbang sekolah.

"Andre!" teriaknya.

"Kamu tidak apa-apa? Apa mereka menyakitimu? Di mana yang lain?" berondong Raina cepat.

Hanya saja, bocah laki-laki itu justru tampak bingung karena pertanyaan Raina terlalu banyak untuk dicerna oleh anak kelas satu SD sepertinya.

Memahami kebingungannya, Raina pun bertanya kembali,"Ceritakan pelan-pelan saja. Di mana teman-teman kamu?"

"Mereka sudah pulang, Bu."

Raina menghela napas lega. "Syukurlah."

"Tapi, Bu Nana … orang-orang jahat itu sudah menghancurkan sekolah kita!" adu Andre dengan gaya khas anak seusianya.

"Jadi, Andre mau membuat perhitungan dengan mereka!"

Anak itu mengepalkan tinju dengan tangan mungil miliknya.

Raina tergelak kecil, merasa sedikit terhibur atas sikap Andre.

"Terima kasih ya, Andre, kamu sudah sayang sama sekolah kita. Tapi tidak perlu membuat perhitungan sama mereka, biar bu Nana yang urus."

"Tapi, Andre mau bantu Bu Nana!"

Tubuh Raina bergerak reflek mendekap anak didiknya yang menggemaskan itu.

"Tentu Andre boleh membantu. Tolong bantu doakan bu Nana supaya berhasil mendapatkan kembali sekolah kita, ya."

"Doa adalah cara terbaik untuk membalas orang-orang jahat," tambah Raina untuk meyakinkan Andre.

Meski ragu, bocah polos yang masih berseragam putih merah itu akhirnya mengangguk.

Raina pun tersenyum. Hanya saja … diam-diam ia berpikir, apa yang harus dilakukannya sekarang?

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status