Share

Bab 6

Setelah melalui drama singkat, Raina benar-benar memulai pekerjaannya.

Sejujurnya dia masih terngiang dengan ucapan Bayu sejenak lalu, "Tidur pakai jeans pasti tidak nyaman." Kemudian memberinya pakaian ganti.

Lagipula itu sudah pagi, buat apa Bayu masih memberikan pakaian tersebut, tentu terasa ambigu, seperti Bayu memintanya kembali tidur.

Sebenarnya saat ini memang masih terlalu pagi, jam di dinding menunjukkan jam 3 subuh.

Namun Raina tak mahu membuang waktu sia-sia.

Sesuai dengan ucapannya tadi, dia harus lekas menuntaskan pekerjaan yang sangat banyak supaya tidak terlambat pergi ke sekolah.

Tetapi tidak membutuhkan waktu terlalu lama juga baginya bersih-bersih, karena apartemen Bayu teramat terawat.

Hanya dalam waktu kurang dari satu jam dia telah menyelesaikan semua pekerjaan.

Raina diam-diam mengagumi Bayu, tidak ada pembantu unitnya begitu bersih. Tentu jarang ada laki-laki seperti ini.

“Pantas saja dia memintaku memperhatikan kebersihan,” senyumnya polos.

Sejenak Raina meneliti kembali apakah masih ada tugasnya yang tertinggal, “Nyapu udah, ngepel, nyuci baju, urus jemuran, ngelap meja, lemari ….”

Bahkan dia membersihkan koleksi miniatur Bayu.

Sebenarnya tinggal satu hal lagi, yakni memasak.

Namun dia tidak menemukan bahan makanan apapun di lemari es, isi kulkas full dengan buah saja.

Kemudian Raina berinisiatif membuat memo—

"Tidak ada bahan makanan yang kutemukan, hari ini kamu makan di luar saja ya, suamiku yang ganteng."

Ditambahkannya gambar emoticon senyum, padahal dia sendiri memasang ekspresi merinding saat menorehkan tinta, agak-agak menggelikan, pastinya tentang panggilan terhadap Bayu.

Entahlah jiwa iseng tiba-tiba muncul begitu saja, menuntutnya menulis demikian.

"Astaga, yang benar saja. Apa yang aku tulis?”

“Ouch!

Srak!

Menyadari akan keisengannya yang terlalu berlebihan, ia meremas memo tersebut.

Baru hendak melempar gumpalan kertas ke tong sampah, dia tiba-tiba dikejutkan dengan bebunyian aneh.

Srag … srag… srag….

Bebunyian tersebut memenuhi seisi ruangan.

Bukan cuma itu, sebuah benda tiba-tiba bergerak mengarah ke arahnya berpijak. Raina reflek melompat naik ke atas kursi saking terkejut.

"Apaan tuh?"

Raina memperhatikan benda tersebut secara seksama dalam keheranan.

Adalah teknologi masa kini, disebut robot pembersih.

Sementara di sudut lainnya, robot berbentuk manusia yang dikira Raina sebuah patung juga turut bekerja, membersihkan kembali koleksi miniatur yang telah dibersihkannya sesaat lalu.

Sekarang Raina pun paham tentang apartemen Bayu yang sangat terawat meskipun tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga.

Raina bergeming dengan wajah ambigu, menyesali kepolosannya, percaya begitu saja pada Bayu, bahkan memuji pria itu.

Alangkah bodohnya dia.

Lalu juga teringat tentang peraturan di surat kontrak yang menyuruhnya melakukan semua pekerjaan rumah.

"Ada alat-alat secanggih ini, lalu buat apa dia memintaku mengerjakan semua pekerjaan rumah?" maki Raina kemudian.

Memahami Bayu mengerjainya, Raina menatap pintu kamar Bayu dengan tatapan membunuh.

Raina bertambah kesal terhadap laki-laki itu.

Selanjutnya dia sudah tidak peduli lagi dengan apapun.

Raina bertolak menuju pintu, hendak pergi dari apartemen.

Tepatnya Raina ingin pulang ke rumahnya, tentu saja dia harus mempersiapkan diri sebelum pergi ke sekolah.

Semua peralatannya berada di rumah, dia tidak membawa apapun ke apartemen Bayu.

Raina pergi buru-buru dari unit Bayu, melupakan perihal memo yang kini menggumpal di atas meja makan.

Ketika bangun, Bayu menemukan kertas tersebut, menyimak deretan kata yang ditorehkan Raina tanpa ekspresi.

***

Di sisi lain, Raina kini berada di sekolah.

Belum ada kegiatan belajar mengajar hari itu, keadaan masih berantakan pasca pembongkaran yang nyaris terjadi.

Raina dibantu murid-muridnya merapikan kembali kelas mereka.

Lagipula tidak ada guru yang masuk, mungkin mengira sekolah mereka benar-benar telah digusur.

Satu-satunya guru yang muncul hanya Pak Budi, itupun sudah siang, di kala mereka nyaris selesai berbenah.

“Apa yang kalian lakukan?” tegur pria itu.

Raina yang sedang menyusun buku di lemari sontak berbalik menghadap Pak Budi.

“Eh, Pak Budi ….”

“Sejak kapan ke mari?”

“Lihat, kita sudah mendapatkan sekolah kita kembali!” seru Raina menggebu.

Sementara guru laki-laki itu hanya mengernyit, kemudian tertawa singkat.

“Sadar Bu Raina! Kita semua sudah siap kehilangan sekolah, seharusnya Bu Raina juga mempersiapkan diri!”

Wajah Raina yang tadinya sangat ceria perlahan mendatar.

“Tapi kita memang sudah mendapatkan sekolah kembali, Pak Budi."

"Benar! orang-orang jahat itu tidak jadi membongkar sekolah kita!" timpal seorang murid membantu Raina meyakinkan Pak Budi.

Alih-alih percaya, seperti biasanya Pak Budi justru memandang rendah Raina.

Pria itu terbahak kencang kali ini.

"Anda mau membohongi siapa, Bu Raina?"

"Anda mungkin bisa mengibuli anak-anak ini, tapi tidak denganku! Orang kecil seperti Bu Raina mana mungkin menang melawan bos besar!" ejeknya lagi merendahkan Raina.

Namun, perempuan itu tidak menanggapi apapun.

Dia sadar, apapun yang dikatakannya Pak Budi tak mungkin percaya.

Untungnya, muridnya yang lagi-lagi membelanya ....

"Bu Nana tidak bohong! Mereka memang sudah mengembalikan sekolah ini pada kita!"

"Kau—!"

Anak laki-laki itu memekik dengan garang, terkesan tidak sopan, Pak Budi terlihat tak menyukainya.

Raina buru-buru memeluk anak itu, menarik mundur tubuh mungil tersebut menghindari amukan Pak Budi yang bersiap mengayunkan tangan.

"Lihat, anak-anak yang kau perjuangkan mati-matian ini sama sekali tidak berguna!" berang pria itu.

Namun setidaknya Raina berhasil menyelamatkan anak didiknya, pak Budi telah menurunkan tangan.

“Saya mau lihat, berapa lama Anda akan bertahan," sinis Pak Budi mengalihkan topik. "Sementara guru-guru lain sudah tidak di sini lagi—"

"Maksud, Bapak?"

"Iya, guru-guru yang lain sudah resmi resign, sekarang mengajar di sekolah lain. Termasuk saya!"

“Apa?” Raina terbelalak, sangat terkejut mendengar pernyataan Pak Budi yang terlihat puas dengan ekspresi Raina pergi begitu saja.

"Kalau sudah menyerah, temui saya, Bu Raina! Nanti, saya bantu carikan pekerjaan baru untuk Bu Raina!" ejeknya sembari berlalu.

Raina tidak meladeni pria itu, dia termenung.

Ia baru saja menyelesaikan perihal kepemilikan tanah, kini muncul lagi masalah lain yang tak kalah serius.

“Bu Nana, gimana dengan nasib kami kalau semua guru pergi dari sekolah ini!” Seorang anak membuyarkan lamunan Raina.

“Benar, siapa yang mengajari kami nanti? Mana mungkin Bu Nana mengajari kami semua sekaligus?” timpal yang lainnya.

Raina menelan ludah, bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada.

Dia sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Faizal
starting udah enak meg... semangat ya...(Baru sadar udah release yg Baru...)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status