Share

5. Absurd Couple

Penulis: Hara Kiew
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-23 20:12:58

"Aku tidur di mana?"

Lamunan Ardian langsung buyar saat suara Alda menyapa telinganya.

Ia menghela nafas seraya beranjak menuju tempat tidurnya. "Suka-suka kamu aja. Mau di sofa oke. Mau di atas kasur juga oke," balasnya tak terlalu ambil pusing.

Ragu-ragu, gadis itu mendekat. Sementara Ardian sudah menarik selimut untuk dirinya sendiri. "Emang nggak apa-apa aku tidur di situ?" tunjuknya pada tempat yang masih kosong.

Ardian mengangguk. Beralih menepuk-nepuk space kosong di sampingnya. "Masih kosong. Kalo mau, yaudah sini."

Alda bergeming. Sejenak ia menimbang-nimbang. Jika dirinya tidur di sofa, jelas besok pagi badannya akan sakit semua. Apalagi kakinya masih terasa pegal karena terlalu lama berdiri di acara resepsi tadi. Tapi, jika memilih tidur di sebelah Ardian... ah, bodo amat lah. Pada akhirnya, gadis itu mengangguk tanpa ragu. Lagipula, ada perjanjian yang mengatur mereka.

"Gulingnya taro di tengah aja, ya? Biar ada batas."

Ardian yang sudah mengantuk mengangguk saja. Bodoh amat guling itu mau ditaruh di mana. Intinya, dia bisa tidur.

Melihat Ardian sudah terpejam, Alda ikut berbaring. Sengaja membelakangi laki-laki itu agar tidak begitu canggung. Hingga tak butuh waktu yang lama, ia akhirnya tertidur.

Sepuluh menit berlalu, gadis itu belum menunjukkan pergerakan sama sekali. Nampaknya ia masih pulas dengan tidurnya. Namun keadaan itu tak berlangsung lama. Karena di sepuluh menit berikutnya, ia yang tidur terlalu di pinggir akhirnya terjungkal dari atas ranjang saat hendak berbalik badan.

BRUK!

"Aduh!" Ia meringis kesakitan. Dirinya yang semula berada di alam mimpi tertarik secara tidak estetik untuk kembali ke dunia nyata.

"Ah, elah. Pake acara jatoh segala! Baru juga mau dilamar sama oppa Korea, eh malah kejungkel!" Ia misuh-misuh sendiri. Kesal berlipat-lipat karena mimpinya jadi tergantung. Juga punggungnya yang ikutan nyeri.

Dengan perasaan dongkol, akhirnya ia kembali ke atas ranjang. Melirik Ardian sebentar lalu ikut berbaring.

🍃

Masih pukul 04.56 ketika Alda merasakan tubuhnya yang kecil masuk ke dalam pelukan hangat seseorang. Bukannya membuka mata, gadis itu malah semakin memepetkan badan. Terlebih saat dingin terasa menusuk hingga ke tulang.

Bermenit-menit telah berlalu, namun ia masih bertahan pada posisi itu. Tanpa berniat membuka mata, gadis itu mulai memasuki alam mimpi.

"Allahu Akbar, Allahu Akbar!"

Namun, adzan sepertinya tidak merestui. Ia terpaksa membuka mata bersamaan dengan si pemeluk ketika lantunan itu mengalun panjang mengusik tidur mereka.

"Udah adzan." Tapi, sepertinya Ardian belum sadar sepenuhnya. Masih sempat-sempatnya ia mengeratkan pelukan pada Alda yang dikiranya adalah sebuah guling.

"Kak, aku susah napas!" Hingga suara itu membuatnya menunduk. Serupa hendak keluar dari sangkarnya, matanya membola saat mendapati Alda masih tenggelam di dalam pelukannya.

"Heh, kok gulingnya berubah jadi orang?!"

PLAK!!

"Enak aja ngatain guling! Aku Alda, istri Kakak! Kita udah nikah kemarin pagi kalo Kakak lupa!"

Gadis itu bersungut-sungut. Menyadarkan Ardian sepenuhnya. Usai sadar, buru-buru ia bangun dan menatap Alda dengan tatapan kesal.

"Tiga kali pelanggaran. Dua juta. Ayo bayar!" tagihnya mirip seperti rentenir.

Alda jelas tidak mau kalah. Ia ikut bersedekap dada. "Kakak juga melanggar tuh. Modus peluk-peluk!"

"Itu kan nggak sengaja. Lagian, kamu juga nggak mau lepasin diri!"

"Nah, aku mukul Kakak juga karena Kakak nyebelin. Impas dong!"

Adzan sudah selesai. Namun, bukannya segera menunaikan shalat, agaknya pasangan itu memilih untuk tinggal baku hantam dulu.

"Intinya, peraturan tetap peraturan. Harus disiplin!"

"Ya, gimana? Aku lagi nggak ada uang. Boro-boro dua juta, dompet aku aja isinya sisa lima ratus perak." Di sini Alda tidak bohong. Memang isi dompetnya sisa segitu. Dua hari yang lalu uangnya sudah habis buat beli seblak.

Ardian menghela. Kini beranjak turun dari ranjang. "Oke. Kalo gitu, uang bulanan kamu yang saya potong," putusnya.

"Kakak juga jangan lupa bayar denda!" teriak Alda sebelum Ardian menghilang di balik pintu kamar mandi.

"Iya!"

Matahari perlahan-lahan menampakkan diri. Usai shalat subuh, Alda mandi terlebih dahulu. Mumpung Ardian masih repot dengan berkas-berkasnya.

"Kak Ardian!" teriaknya dari dalam kamar mandi.

"Apa?!" Ardian ikutan berteriak.

"Nanti, aku numpang di mobil Kakak, ya? Mumpung searah!"

Ardian berdecak. Ia pikir Alda kenapa. Ternyata hanya perkara berangkat bersama.

"KAK ARDIAN!"

"Nggak usah teriak-teriak. Itu kamar mandi, bukan kebun binatang!"

Di dalam kamar mandi, Alda misuh-misuh sendiri. Meski begitu, ia tetap melanjutkan ritual mandinya.

"Kak Ardian mirip setan!"

"Saya dengar ya, Alda!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    66. Spekulasi

    “Hm, masalah Mr. X, ya?” Meira mengusap dagunya tanda berpikir keras. Usai mendapatkan keterangan-keterangan dari Alda dan permintaan tolong gadis itu, ia akhirnya bersedia membantu. “Ini memang sedikit rumit sih. Karena aku yakin banget. Dia ini nggak sendirian.” Meira menggeledah tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah flash disk. “Sebenarnya, sebelum kamu minta tolong, aku beberapa waktu ini sudah menyelidiki kasus ini secara diam-diam. Dari CCTV kampus kamu, aku dapat rekaman ini.” Setelah file tersebut dibuka, muncullah satu rekaman yang memperlihatkan sosok perempuan yang sedang berada di sekitaran kampus tepat saat teror pesawat kertas menyasar Alda. Seperti biasanya, ia setia menggunakan masker dan topi. “Meski Netta memang berpotensi melakukan semua teror ini, tapi aku yakin yang di rekaman itu bukan Netta.” Satu pernyataan dari Meira yang membuat Ardian dan Alda kompak menatapnya. “Seyakin itu?” Suara Ardian yang baru memecah keheningan membuat Alda dan Meira kompak

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    65. Bertemu mantan

    “Kamu kenal sama orang yang kemarin bius kamu?” tanya Ardian pelan, seolah takut mengusik pagi yang nyaris tenang. Di hadapannya, Alda tengah menyantap sarapan sambil sesekali meniup uap dari cangkir tehnya.Gadis itu tak langsung menjawab. Diamnya panjang, seperti menarik ingatan dari dasar trauma. Baru setelah beberapa menit, ia angkat suara, “Cowok yang sekap aku di hotel waktu itu,” ucapnya, diiringi helaan napas panjang yang terasa berat.“Kamu masih ingat muka orang yang nyekap kamu?”Alda menggeleng pelan. “Mereka semua pakai masker sama topi. Tapi... aku yakin banget, meskipun yang kemarin datang ke sini juga pakai masker dan topi, dari postur tubuhnya nggak salah lagi. Dia salah satu dari mereka.”Kalimat itu membuat Ardian langsung menegakkan punggung. Wajahnya tegang.“Semalam aku cek rekaman CCTV depan rumah. Dan di situ juga kelihatan ada perempuan kayak lagi ngawasin rumah kita.” Ia menyerahkan ponsel ke Alda. Layar itu memperlihatkan potongan video yang ia maksud.“Kamu

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    64. Khawatir

    “Hari ini mau makan apa?” Ardian mengangkat tinggi-tinggi barang belanjaannya. Ia baru saja pulang berbelanja dari supermarket. Beberapa hari ini usai klarifikasi itu, pemuda itu lebih sering berada di sekitaran Alda. Untuk resto, ia memilih mengawasinya dari jauh, selebihnya beberapa pekerjaan diserahkan sementara kepada para pegawai di sana. Untunglah resto sekarang semakin maju. Ardian berhasil memajukannya hanya dalam waktu singkat. “Seblak!” Alda mengangkat tangannya tinggi-tinggi yang dibalas pemuda itu dengan memutar bola mata. “Nggak ada seblak! Pilih satu, mau menu ayam atau ikan.” “Dua-duanya,” sahut Alda dengan cengiran khas andalannya. “Mumpung lagi weekend, masakin yang banyak ya, Kak?” Ia mendorong Ardian menuju dapur. Masih seperti sebelumnya, Alda belum mahir memasak sama sekali. Bukan, bukan Alda tidak pernah mau belajar. Ia sudah mencoba. Saking seringnya mencoba dan membuat dapur berantakan berkali-kali, Ardian sekarang jadi melarangnya. “Kak Ardian, kena

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    63. Klarifikasi

    “Ucapan adalah doa. Jangan sampai kamu nangis kejer kalo aku beneran nikah lagi.”Alda menggeleng tegas. “Gampang, kalo Kakak nikah lagi aku tinggal gugat cerai terus cari suami baru.” Ardian langsung berdiri dari duduknya dan menyimpan laptop ke tempatnya semula. Menu-menu baru restoran tadi sudah selesai ia lihat. “Udahlah, ucapan kamu makin ngawur,” ujar pemuda itu sambil menuju ke arah kasur untuk segera tidur.Alda masih belum berpindah dari tempatnya. “Nggak usah bengong di situ. Katanya kamu pagi-pagi besok mau diajak jalan-jalan, kan? Jangan suka begadang.” Alda mengangguk lalu buru-buru menyusul Ardian untuk istirahat. “Kak,” panggil gadis itu pada Ardian yang sedang tidur membelakanginya. Ia menatap plafon kamar sembari bergidik. Tiba-tiba ia merinding. Di luar hujan mulai terdengar turun membuat suasana malam ini makin terasa horor. “Hm.” Tetapi Ardian hanya membalasnya dengan gumaman. “Hadap sini dong, aku takut.” Ia menarik-narik lengan baju pemuda itu. Saki

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    62. Sweet husband

    “Pagi-pagi harus sarapan dulu. Jangan langsung berangkat ke kampus dengan perut kosong.” Alda hanya mengangguk pasrah ketika Ardian mendudukkannya di kursi pantri. Pagi-pagi sekali, laki-laki itu sudah sibuk dengan masakannya dan menghidangkannya di hadapan Alda. “Makan dulu gih. Habis itu baru aku antar ke kampus.” Tanpa banyak protes, Alda meraih roti yang ada di hadapannya. Melahapnya hingga habis. “Udah selesai.” Ia tatap Ardian yang balas menghela. Sesungguhnya, Alda adalah tipikal orang yang paling malas sarapan pagi. Tapi, bersama Ardian jelas ia akan diceramahi panjang lebar jika tetap nekat ke kampus tanpa sarapan. “Aku masak banyak-banyak malah roti yang kamu makan.” Alda menghela. Ia raih segelas air minum yang diserahkan sang suami. Percayalah, bersama pemuda ini ia kembali seperti anak kecil. Ardian benar-benar memperlakukannya layaknya anak-anak yang butuh perhatian lebih. “Em, Kak Ardian.” Alda mendongak. Menatap suaminya dari jarak dekat. “Aku baru kep

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    61. Confess

    “Halo, selamat datang. Semoga suka dengan menu yang ada di restoran kami.” Tak tanggung-tanggung Alda langsung menggeplak punggung Ardian ketika mendapati pemuda itu sudah berdiri di depan pintu restoran dan menyambut kedatangan mereka sembari membungkuk sopan. “Nggak usah banyak gaya!” sentaknya galak. Sementara Ardian balas menatapnya dengan cengiran lebar. “Mau makan apa, Nona?” Lagi, Alda memutar bola mata. Namun tetap juga menyahut. “Keluarkan menu paling spesial yang ada di restoran ini. Eh, aku mau seblak juga satu. Level paling pedes, ya.” “Oke, silakan ke meja kalian. Pesanan akan segera datang.” Sebelum berlalu, masih sempat-sempatnya Ardian mencolek sekilas dagu Alda. “Seblak nggak ada. Jangan marah,” ujarnya sebelum melangkah menjauh. Alda yang sudah duduk di tempatnya sontak berdiri. Malahan mengekori langkah sang suami. “Aku tau ya Kakak lagi bohong. Pelanggan di dekat meja kami makan seblak tuh. Pokoknya, aku mau seblak. Level paling pedes. Nggak mau tau!”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status