Share

6. Status

Penulis: Hara Kiew
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-23 21:23:41

"Sini dasinya, aku aja yang pasangin." Alda menyodorkan telapak tangannya meminta dasi berwarna abu-abu yang masih Ardian genggam.

Menuruti pinta Alda, Ardian lantas menyerahkan dasinya, membiarkan gadis yang notabenenya adalah istrinya itu untuk lebih dekat dengannya.

"Nah, udah rapi," komentar Alda puas usai merapikan jas milik Ardian yang sedikit berantakan. Sejenak mengamati, gadis itu akhirnya mengacungkan dua jempol. "Udah ganteng."

"Emang ganteng. Mata kamu aja yang rada-rada."

Alda berdecak. "Ck, nyesel aku udah muji!"

"Nggak kamu puji pun muka saya tetap seperti ini. Nggak bakal hilang."

"Emang siapa yang bilang kalo aku nggak muji mukanya bakalan hilang, Saprudin!"

"Nggak ada, Markonah!"

Alda berdecak. Ia sudah menduga-duga jika kedepannya rumah tangganya dan Ardian akan diisi dengan perdebatan unfaedah. Ini saja baru dua hari menikah hampir tiap jam mereka adu bacot.

"Kuy, sarapan lah!" Dengan gaya barbarnya, begitu saja ia menggenggam tangan Ardian.

"Heh, nggak usah modus!" Namun, pemuda itu langsung menepis tangannya.

"Heleh, palingan juga nanti Kakak yang modus."

Mata Ardian seketika melotot. Jelas tidak terima dengan pernyataan Alda. "Nggak ada ya! Kamu kali yang begitu!"

"Ampun suhu. Ampun!" Alda mengatupkan tangan seraya membungkukkan badan. Meminta maaf dengan lagak yang dibuat-buat.

"Jangan cekek aku, Mas. Inget, aku ini istrimu. Istri sahmu, Mas!"

Sementara Ardian yang melihatnya balas memutar bola mata. Dalam hati berpikir bahwa Alda sepertinya sudah cocok bermain di sinetron dengan tema istri yang tersakiti.

Usai drama singkat tadi, akhirnya mereka turun bersamaan ke ruang makan. Erfan dan Erlin yang sudah berada di sana menyambut keduanya dengan senyuman.

"Tangan kamu mana?" bisik Ardian kala mereka sudah mendekati tangga terakhir. Jarak mereka tersisa sekitar tujuh meter dari meja makan.

"Hah?"

Berdecak, Ardian buru-buru meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya hangat. "Senyum!"

Sementara Alda yang tidak paham situasi akhirnya tersenyum bodoh.

"Wah, pengantin baru udah nempel aja nih." Begitu ledekan Erlin saat Ardian menarik kursi untuk Alda.

"Harus dong. Iya kan, sayang?"

Alda hampir saja tersedak air liurnya. Lebih-lebih saat Ardian menepuk-nepuk pelan pucuk kepalanya layaknya ia adalah anak kucing peliharaan.

Gadis itu mendadak linglung. Balas mengangguk seperti orang bodoh saat Ardian memberinya kode. "I-iya, sayang."

Erfan tersenyum. Tak jauh beda dengan Erlin yang ikut berbinar menatap pasangan itu.

Namun, tak pernah mereka tahu jika di bawah kolong meja sana kaki Ardian tengah sibuk menendang-nendang kecil pada kaki Alda. Memberi kode dengan menunjuk makanan yang ada di atas meja menggunakan dagunya. Sementara Alda yang tidak paham, balas menaikkan sebelah alisnya.

"Apa sih, kode-kodean gitu?" Erlin yang sadar gelagat keduanya menegur. Kali ini turut membalik piring yang ada di depan suaminya dan mengisinya dengan nasi.

Dalam hati, Alda terkikik geli. Akhirnya ia paham maksud Ardian. "Mau makan apa, sayang?" tanyanya sembari mengambil piring untuk pemuda itu. Sementara yang ditanya hampir saja meledakkan tawanya. Sumpah, akting semacam ini sangatlah membagongkan.

"Apa aja, sayang. Asal kamu yang kasih. Pasti aku makan."

Sementara dua orang yang menjadi penonton itu diam-diam menahan senyum. Cukup lega dengan kehidupan rumah tangga anak dan menantu mereka yang tampak adem ayem.

Selama beberapa menit, mereka makan dengan tenang. Alda yang masih canggung ikut menikmati sarapannya dalam diam.

"Ekhem."

Hingga deheman dari Ardian membuat semua mata menoleh. Tak jauh beda dengan Alda yang ikut mengangkat kepalanya.

"Bun, Ayah, aku sama Alda kan udah nikah nih. Boleh nggak kalo kami berdua tinggal di apartemen aja?" Ia tatap orang tuanya bergantian. "Nggak mungkin juga kan kalo kami berdua numpang di sini terus?"

Orang tuanya masih menyimak. Sementara ia beralih menggenggam tangan Alda yang berada di atas meja. Entah akting atau apa, Alda juga tidak tahu.

"Aku sama Alda mau mandiri. Kita pengen mulai dari nol sama-sama."

Serta merta Alda menatapnya. Sementara yang ditatap kembali memberi isyarat untuk diam.

Hening sejenak. Setidaknya sebelum Erlin angkat bicara. Ia terlebih dahulu meletakkan sendok dan garpunya.

"Gini, bunda sih nggak masalah kalo kalian emang mau mandiri. Tapi, apa nggak terlalu cepat buat pindah? Bunda aja masih mau loh tinggal bareng sama menantu bunda."

Erfan menyetujui kalimat istrinya. "Gini aja, kalian tinggal di sini dulu selama seminggu. Habis itu, terserah kalian mau pindah ke apartemen atau sekalian beli rumah."

Ardian menatap Alda sejenak. Mendapat anggukan dari gadis itu, ia akhirnya mengiyakan. "Oke kalo gitu."

"Yaudah, lanjutkan makan kalian. Itu aja yang mau aku omongin."

Ketika menoleh lagi ke arah Alda, Ardian malah dibuat terpaku pada cincin yang melekat sempurna di jari manis gadis itu. Menatap pada tangannya, ia juga mendapati benda yang sama ada di sana. Hingga akhirnya ia sadar bahwa sekuat apapun mereka menyangkal, hubungan ini tetaplah nyata.

Nyatanya, Ardian sekarang sudah menjadi seorang suami. Dan gadis yang tengah tersenyum bodoh di sampingnya itu adalah istrinya. Itulah faktanya.

"Kamu sudah selesai?" tanyanya seraya berdiri dari duduknya. Alda yang ditanya balas menganggukkan kepala. Gadis itu juga ikut beranjak dari kursinya.

Dan entah ketempelan setan dari mana, ia sampai menggenggam tangan mungil itu. Begitu hangat dan penuh perasaan. Bukan sekedar akting seperti beberapa saat lalu. "Ayo berangkat. Nanti kita terlambat."

Alda melongo. Ia bahkan berani bertaruh bahwa baru detik ini Ardian berbicara padanya dengan lembut seperti itu.

"Kak Ardian," panggilnya ketika sudah melewati pintu utama.

"Hm?"

"Kakak kok tiba-tiba bilang mau tinggal di apartemen?"

Pemuda itu berhenti melangkah. Genggaman di tangan Alda praktis ikut terlepas.

"Biar bisa berduaan terus sama kamu." Alih-alih menjawab pertanyaan Alda dengan jawaban yang sedikit waras, ia malah mengerlingkan mata.

"Heh, modus!"

Ardian tertawa. Jelas ucapannya tadi hanyalah kalimat spontanitas saja.

"Jadi, Kenapa?" Alda menaikkan sebelah alisnya.

"Nggak enak kalo kita numpang terus sama ayah bunda."

Gadis itu mengangguk. Kini berjalan beriringan bersama Ardian menuju mobil.

"Ngomong-ngomong, denda pelanggaran kita kalo ditotal udah lumayan. Uangnya mau diapain?"

Ardian sudah duduk di kursi kemudi ketika pertanyaan Alda menyapa telinganya. Sembari menyalakan mesin mobil, ia menoleh sekilas. "Nanti kamu tau sendiri."

"Sok misterius!" Mulut Alda terlalu gatal untuk mencibir.

"Suami kamu ini emang dari sananya udah misterius, sayang," balasnya menjengkelkan.

"Hilih, sayang katanya!"

Ardian tergelak. Selain memasak, hobi barunya sekarang adalah membuat wajah mungil itu tertekuk masam.

"Alda," panggilnya pada gadis itu.

"Hm?"

"Saya siapanya kamu?"

Alda menoleh. Terkikik sejenak untuk pertanyaan random suaminya.

"Mesin ATM."

"Ini masih saya liatin ya, Alda. Belum disleding!!"

Jawaban gadis itu benar-benar membuat Ardian dongkol setengah mampus.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    66. Spekulasi

    “Hm, masalah Mr. X, ya?” Meira mengusap dagunya tanda berpikir keras. Usai mendapatkan keterangan-keterangan dari Alda dan permintaan tolong gadis itu, ia akhirnya bersedia membantu. “Ini memang sedikit rumit sih. Karena aku yakin banget. Dia ini nggak sendirian.” Meira menggeledah tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah flash disk. “Sebenarnya, sebelum kamu minta tolong, aku beberapa waktu ini sudah menyelidiki kasus ini secara diam-diam. Dari CCTV kampus kamu, aku dapat rekaman ini.” Setelah file tersebut dibuka, muncullah satu rekaman yang memperlihatkan sosok perempuan yang sedang berada di sekitaran kampus tepat saat teror pesawat kertas menyasar Alda. Seperti biasanya, ia setia menggunakan masker dan topi. “Meski Netta memang berpotensi melakukan semua teror ini, tapi aku yakin yang di rekaman itu bukan Netta.” Satu pernyataan dari Meira yang membuat Ardian dan Alda kompak menatapnya. “Seyakin itu?” Suara Ardian yang baru memecah keheningan membuat Alda dan Meira kompak

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    65. Bertemu mantan

    “Kamu kenal sama orang yang kemarin bius kamu?” tanya Ardian pelan, seolah takut mengusik pagi yang nyaris tenang. Di hadapannya, Alda tengah menyantap sarapan sambil sesekali meniup uap dari cangkir tehnya.Gadis itu tak langsung menjawab. Diamnya panjang, seperti menarik ingatan dari dasar trauma. Baru setelah beberapa menit, ia angkat suara, “Cowok yang sekap aku di hotel waktu itu,” ucapnya, diiringi helaan napas panjang yang terasa berat.“Kamu masih ingat muka orang yang nyekap kamu?”Alda menggeleng pelan. “Mereka semua pakai masker sama topi. Tapi... aku yakin banget, meskipun yang kemarin datang ke sini juga pakai masker dan topi, dari postur tubuhnya nggak salah lagi. Dia salah satu dari mereka.”Kalimat itu membuat Ardian langsung menegakkan punggung. Wajahnya tegang.“Semalam aku cek rekaman CCTV depan rumah. Dan di situ juga kelihatan ada perempuan kayak lagi ngawasin rumah kita.” Ia menyerahkan ponsel ke Alda. Layar itu memperlihatkan potongan video yang ia maksud.“Kamu

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    64. Khawatir

    “Hari ini mau makan apa?” Ardian mengangkat tinggi-tinggi barang belanjaannya. Ia baru saja pulang berbelanja dari supermarket. Beberapa hari ini usai klarifikasi itu, pemuda itu lebih sering berada di sekitaran Alda. Untuk resto, ia memilih mengawasinya dari jauh, selebihnya beberapa pekerjaan diserahkan sementara kepada para pegawai di sana. Untunglah resto sekarang semakin maju. Ardian berhasil memajukannya hanya dalam waktu singkat. “Seblak!” Alda mengangkat tangannya tinggi-tinggi yang dibalas pemuda itu dengan memutar bola mata. “Nggak ada seblak! Pilih satu, mau menu ayam atau ikan.” “Dua-duanya,” sahut Alda dengan cengiran khas andalannya. “Mumpung lagi weekend, masakin yang banyak ya, Kak?” Ia mendorong Ardian menuju dapur. Masih seperti sebelumnya, Alda belum mahir memasak sama sekali. Bukan, bukan Alda tidak pernah mau belajar. Ia sudah mencoba. Saking seringnya mencoba dan membuat dapur berantakan berkali-kali, Ardian sekarang jadi melarangnya. “Kak Ardian, kena

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    63. Klarifikasi

    “Ucapan adalah doa. Jangan sampai kamu nangis kejer kalo aku beneran nikah lagi.”Alda menggeleng tegas. “Gampang, kalo Kakak nikah lagi aku tinggal gugat cerai terus cari suami baru.” Ardian langsung berdiri dari duduknya dan menyimpan laptop ke tempatnya semula. Menu-menu baru restoran tadi sudah selesai ia lihat. “Udahlah, ucapan kamu makin ngawur,” ujar pemuda itu sambil menuju ke arah kasur untuk segera tidur.Alda masih belum berpindah dari tempatnya. “Nggak usah bengong di situ. Katanya kamu pagi-pagi besok mau diajak jalan-jalan, kan? Jangan suka begadang.” Alda mengangguk lalu buru-buru menyusul Ardian untuk istirahat. “Kak,” panggil gadis itu pada Ardian yang sedang tidur membelakanginya. Ia menatap plafon kamar sembari bergidik. Tiba-tiba ia merinding. Di luar hujan mulai terdengar turun membuat suasana malam ini makin terasa horor. “Hm.” Tetapi Ardian hanya membalasnya dengan gumaman. “Hadap sini dong, aku takut.” Ia menarik-narik lengan baju pemuda itu. Saki

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    62. Sweet husband

    “Pagi-pagi harus sarapan dulu. Jangan langsung berangkat ke kampus dengan perut kosong.” Alda hanya mengangguk pasrah ketika Ardian mendudukkannya di kursi pantri. Pagi-pagi sekali, laki-laki itu sudah sibuk dengan masakannya dan menghidangkannya di hadapan Alda. “Makan dulu gih. Habis itu baru aku antar ke kampus.” Tanpa banyak protes, Alda meraih roti yang ada di hadapannya. Melahapnya hingga habis. “Udah selesai.” Ia tatap Ardian yang balas menghela. Sesungguhnya, Alda adalah tipikal orang yang paling malas sarapan pagi. Tapi, bersama Ardian jelas ia akan diceramahi panjang lebar jika tetap nekat ke kampus tanpa sarapan. “Aku masak banyak-banyak malah roti yang kamu makan.” Alda menghela. Ia raih segelas air minum yang diserahkan sang suami. Percayalah, bersama pemuda ini ia kembali seperti anak kecil. Ardian benar-benar memperlakukannya layaknya anak-anak yang butuh perhatian lebih. “Em, Kak Ardian.” Alda mendongak. Menatap suaminya dari jarak dekat. “Aku baru kep

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    61. Confess

    “Halo, selamat datang. Semoga suka dengan menu yang ada di restoran kami.” Tak tanggung-tanggung Alda langsung menggeplak punggung Ardian ketika mendapati pemuda itu sudah berdiri di depan pintu restoran dan menyambut kedatangan mereka sembari membungkuk sopan. “Nggak usah banyak gaya!” sentaknya galak. Sementara Ardian balas menatapnya dengan cengiran lebar. “Mau makan apa, Nona?” Lagi, Alda memutar bola mata. Namun tetap juga menyahut. “Keluarkan menu paling spesial yang ada di restoran ini. Eh, aku mau seblak juga satu. Level paling pedes, ya.” “Oke, silakan ke meja kalian. Pesanan akan segera datang.” Sebelum berlalu, masih sempat-sempatnya Ardian mencolek sekilas dagu Alda. “Seblak nggak ada. Jangan marah,” ujarnya sebelum melangkah menjauh. Alda yang sudah duduk di tempatnya sontak berdiri. Malahan mengekori langkah sang suami. “Aku tau ya Kakak lagi bohong. Pelanggan di dekat meja kami makan seblak tuh. Pokoknya, aku mau seblak. Level paling pedes. Nggak mau tau!”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status