Share

2.Di Ambang Putus Asa

“Neng Citra?!” Suara seorang pria membangunkan wanita yang terkapar lemas di pintu masuk rumahnya.

Citra tak bisa melihat jelas siapa yang menolongnya, namun dia tahu pria itu adalah satu-satunya yang bisa membawanya ke rumah persalinan terdekat.

“Mang … Bantu saya, Mang … Selamatkan anak saya …”

“Iya, Neng Citra. Ayo kita ke rumah sakit. Mari, amang bantu." Pria yang merupakan tetangga dekatnya itu menggopoh Citra dan membantunya untuk naik ke ojeknya.

Si tetangga menatap Citra dengan iba, bertanya-tanya di mana Badra, suami Citra yang seharusnya menemani sang istri yang akan melahirkan.

“Kang Badra udah dikasih tahu? Itu kamu teh pendarahan," kata tukang ojek yang kini sudah mengendarai motornya melewati jalan di tengah-tengah kebun teh untuk bisa segera mengantar Citra ke rumah sakit.

"Saya tidak tahu Kang Badra ada di mana, Mang. Kalau Amang ketemu dia nanti, tolong bilangin anaknya akan lahir hari ini. Sekalian minta kang Badra nyari pinjaman buat biaya lahiran, biar nanti saya yang melunasi pinjamannya sambil kerja."

***

Pemeriksaan USG itu hanya sebentar, dan tak lama setelah kembali lagi ke IGD, Citra mulai dipindahkan ke ruang bersalin karena pendarahannya yang masih terus berlangsung.

Di salah satu ruangan yang hanya ditutupi tirai itu, sembari terus dipantau oleh perawat dan Bidan, Citra meringis kesakitan. Area kewanitaannya sangat sakit, seperti ada yang berusaha keluar dari tubuhnya, tapi tak menemukan jalan dan berakhir terjebak. Itu membuatnya merasakan nyeri yang luar biasa.

Seorang perempuan setengah baya bersneli itu masuk ke dalam ruangan dan langsung memeriksa Citra sembari melihat hasil USG yang diserahkan oleh bidan.

"Bu, ini bayinya harus segera dilahirkan. Buat lahiran normal udah gak memungkinkan karena ibu mengalami pendarahan dan detak jantung bayi udah gak ada. Kondisinya sangat membahayakan ibu, jadi lebih baik ibu di operasi caesar aja ya bu? Saya khawatir sama kondisi ibu," ujar wanita paruh baya itu yang ternyata seorang dokter spesialis kandungan yang sedari tadi fokus untuk mengecek keadaan bayi di dalam perut Citra. Wajah dokter itu terlihat khawatir, mengingat kondisi wanita di hadapannya saat ini.

Namun, ucapan dari sang dokter justru membuat Citra kian bimbang. Dengan wajah yang pucat, ia menatap sayu ke arah dokter itu.

"Saya mau nungguin suami saya dulu, dokter," pintanya yang mau tak mau membuat dokter pun mengalah.

***

Badra datang menemui Citra saat kondisi Citra benar-benar sudah lemas dan sangat pucat karena menahan rasa sakit. Perawat dan dokter sedari tadi hanya bisa membantu meminimalisir gejala, karena Citra yang masih enggan untuk segera menjalani operasi caesar.

Melihat kedatangan suaminya itu, Citra pun mengulas senyum lemah, lalu perlahan berusaha bangkit terduduk di atas pembaringannya.

"Kang... anak kita bakal lahir hari ini. Dokter bilang aku gak bisa lahiran normal, Kang. Akang udah pinjem uang kan? Uangnya mana? Aku katanya harus dioperasi caesar, aku-" Citra tak menyelesaikan kalimatnya saat tiba-tiba Badra justru mengulurkan selembar kertas dan pena yang membuat Citra membeku di tempatnya.

"Ayo kita bercerai, Citra. Akang sudah tanda tangan di surat cerai itu, tinggal kamu yang sekarang tanda tangan di kolom tanda tangan istri. Kamu gak perlu datang ke persidangannya juga, biar proses cerai lebih cepat dan gak ribet. Persidangan ini pun dibayarin sama orang tuanya Vina, jadi kamu jangan mempersulit situasi, biar gak makan banyak biaya." Badra berucap dengan entengnya, tak sekalipun mempedulikan perasaan Citra.

Citra merasakan perih di dadanya, ia tak pernah sekalipun menyangka akan mendengar kalimat seperti itu, ketika dirinya sedang dalam nestapa seperti ini. Dirinya kini merasa bodoh karena harapannya sendiri kepada sang suami. Ia salah besar karena terlalu berharap banyak pada kebaikan Badra yang tak pernah sekalipun ada. Menyesal pun sudah sangat terlambat.

Kucuran air mata tak lagi Citra tahan. Ia menatap nanar ke arah Badra yang terlihat begitu tak peduli dengan keadaannya.

"Vina? Kang... hari ini aku bakal lahiran. Aku cuma minta tolong kamu pinjam uang untuk persalinan bayi ini, nanti pinjamannya akan aku cicil dari upah kerja aku. T-Tapi... kenapa... kamu bawa surat gugatan cerai?" tanya Citra dengan suara yang terdengar gemetar, tapi sebisa mungkin ia tetap berbicara dengan nada tenang tanpa menyelipkan kemarahan sama sekali, hanya agar tak mematik amukan Badra.

Air mata tetap mengalir membasahi pipinya. Begitu pedih hati Citra saat ini, tapi ia tetap berusaha menahan dirinya untuk tetap tenang dan agar bisa tetap bicara dengan jelas. Namun, yang Badra ucapkan berikutnya justru semakin menghancurkan Citra lebih parah, lebih kejam, dan jauh lebih sakit.

"Vina hamil anak akang. Dia butuh akang sekarang."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Juwita Katili Ummi SultanMulya
yaa Allah,, memilukan...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status