Share

Bab 7 Ultimatum

Penulis: Miss han
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-13 17:53:35

Aidan membeku di tempatnya. Tatapannya terkunci pada sepasang suami istri paruh baya yang baru saja memasuki kafe. Wajah mereka begitu familier, ayah dan ibunya.

Larissa, yang duduk di depannya, menyadari perubahan ekspresi Aidan. Ia menoleh ke arah pintu dan melihat pasangan tersebut berjalan mendekat. Detik itu juga, Larissa merapikan rambutnya dan memasang senyum terbaiknya. Namun, yang ia dapatkan hanyalah tatapan tajam dari Nyonya Ratna, ibu Aidan.

“Aidan.” Suara berat ayahnya, Pak Surya, terdengar tegas, nyaris tanpa emosi.

Aidan berdiri, menelan ludah dengan susah payah. “Papa … Mama … kok bisa ada di sini?”

“Mana Rania?” Nyonya Ratna melirik Larissa, lalu menatap putranya dengan dingin. “Mama mau ngomong sama kamu.”

Larissa yang menyadari situasinya, mencoba bersikap ramah. “Tante, Om … apa kabar?” Ia mengulurkan tangan, tetapi tidak mendapat tanggapan dari orang tua Aidan.

“Larissa, kamu pulang dulu,” bisik Aidan berusaha menyelamatkan wajah Larissa. Ia tahu, ini bukan saatnya berdebat.

“Tapi, Dan ….”

Larissa mengatupkan bibirnya rapat melihat Aidan menatapnya tajam. Ia tidak suka diperlakukan seperti ini. Namun, ia tahu diri dan tidak bisa melawan keluarga Aidan, setidaknya untuk saat ini. Ia segera menyambar tas dan berjalan keluar kafe tanpa berpamitan.

Begitu Larissa pergi, Aidan menatap kedua orang tuanya bergantian. Ia tahu, setelah ini dia akan diinterogasi macam-macam. Ia harus siap.

“Duduk!” perintah Pak Surya.

Aidan menurut, kembali ke kursinya, sementara kedua orang tuanya duduk di depannya. Suasana tegang menyelimuti mereka.

“Kamu apa-apaan sih, Dan. Ingat kamu sudah menikah, tapi malah jalan dengan mantan yang sudah mencampakkanmu!” ujar Nyonya Ratna, suaranya dingin.

“Ma, sejak awal Aidan enggak pernah setuju dengan pernikahan ini. Mama, Papa dan Kakek yang maksa!” protes Aidan.

“Papa enggak nyangka pikiran kamu sedangkal ini menilai pernikahan,” ketus pria yang hampir berusia enam puluh tahun, tetapi masih terlihat gagah.

Aidan menghela napas, mengusap wajahnya dengan frustasi. “Ma … Pa, aku enggak mencintai Rania. Pernikahan ini cuma formalitas. Aku enggak mau berpura-pura lebih lama.”

Pak Surya menyilangkan tangan di dada. “Formalitas? Baik, ceraikan Rania dan keluar dari perusahaan. Kamu enggak pantas mewariskan perusahaan kakekku!”

Aidan mengepalkan tangan. “Tapi, Pa! Aku punya hak untuk menentukan hidupku sendiri! Dengan siapa aku akan hidup itu hakku!”

Nyonya Ratna menatap putranya dengan tajam. “Tentukan! Kamu sudah berjanji di depan keluarga besar kita. Jika pernikahan ini berakhir, kamu tidak hanya kehilangan nama baik, tetapi juga khilangan semua. Apa kamu siap menanggung akibatnya?”

Aidan terdiam. Ia ingin membantah, tetapi ia tahu ibunya benar. Jika ia menceraikan Rania sekarang, reputasinya dalam bisnis keluarga akan hancur. Ia akan kehilangan banyak hal, lebih dari sekadar kebebasannya.

“Dengar, Aidan.” Pak Surya berbicara lebih tenang, tetapi tetap tegas. “Rania itu putri seseorang yang banyak menolong kakekmu saat susah dulu. Kami minta kamu bersikap baik pada Rania. Toh dia sangat pantas menemanimu. Dia baik dan terpelajar. Kami tidak peduli bagaimana perasaanmu terhadap Rania. Yang kami pedulikan adalah kamu menjalankan tanggung jawabmu. Jadi, berhenti bermain-main dan jalani pernikahan ini dengan benar. Cinta itu akan muncul saat kalian sudah terbiasa satu sama lain.”

Aidan merasakan amarah membakar dadanya. “Jadi, aku harus pura-pura bahagia selamanya?”

“Kami tidak menyuruhmu untuk berpura-pura bahagia,” sahut ibunya cepat. “Kami menyuruhmu untuk bertanggung jawab dan belajar menerima Rania. Mama yakin kamu akan lebih bahagia bersama Rania dibanding perempuan itu!”

Aidan mengatupkan rahangnya rapat. Ia benci dipaksa seperti ini. Ia benci merasa terjebak dalam situasi yang tidak bisa ia kendalikan.

“Kami ingin melihat perubahan.” Pak Surya menatapnya tajam. “Jika kami mendengar kamu masih berhubungan dengan Larissa, jangan harap kamu masih bisa berdiri di perusahaan.”

Aidan terkesiap. Ancaman itu serius. Sangat serius.

Pak Surya dan Bu Ratna bangkit dari kursinya. “Pulanglah, Aidan. Dan pastikan Rania mendapatkan tempat yang seharusnya dalam hidupmu.” Bu Ratna mengusap bahu Aidan lembut.

Setelah berkata demikian, mereka meninggalkan Aidan yang masih duduk terpaku, hatinya bergejolak antara amarah dan frustrasi

“Rania lagi, Rania lagi. Wanita pembawa sial!” umpatnya.

***

Rania menatap layar laptopnya, mencoba fokus pada pekerjaan. Namun, pikirannya terus melayang ke kejadian semalam. Perasaan aneh masih menggelayuti dadanya sejak melihat plester putih di tangan Aidan.

“Kenapa tangannya?” gumamnya lirih.

Rania menarik napas panjang, mencoba menepis pikiran khawatir. Namun, saat suara pintu depan terbuka dan tertutup kembali, tubuhnya otomatis menegang.

Aidan pulang.

Sejak pernikahan mereka, tidak pernah ada aturan tentang siapa yang harus menyambut siapa. Biasanya, ia hanya mengabaikannya. Namun, kali ini, ada dorongan aneh yang membuatnya ingin melihat ekspresi pria itu.

Rania merapikan posisi duduknya di ruang televisi. Aidan masuk dan meletakkan jasnya di sofa tidak jauh dari Rania. Sejenak mata mereka beradu pandang, menyisakan getaran aneh di dada keduanya. Namun, buru-buru Aidan memalingkan wajahnya dan beranjak menuju dapur. Wajahnya terlihat lelah, tetapi sorot matanya dipenuhi sikap tidak ramah.

“Are you okay?” tanya Rania akhirnya.

Aidan menghela napas kasar, lalu mendekatinya. “Aku mau tanya sesuatu.”

Rania mengangkat alis. “Apa?”

Aidan menatapnya dalam-dalam. “Apa kamu pernah berpikir untuk pergi dari pernikahan ini?”

Pertanyaan itu membuat dada Rania sedikit sesak. Namun, ia tersenyum tipis. “Kenapa? Kamu mau aku pergi?”

Aidan terdiam. Ia seharusnya mengatakan ‘ya’. Seharusnya ia membiarkan Rania pergi, agar ia bisa bebas. Namun, yang keluar dari mulutnya justru sesuatu yang berbeda.

“Kamu enggak bisa pergi,” ujarnya dengan nada rendah.

Rania tertawa kecil, tetapi tawanya pahit. “Jadi, sekarang kamu ingin aku bertahan?”

Aidan tidak menjawab. Ia hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak.

Rania menghela napas panjang. “Aidan, kalau ini cuma tentang warisan atau bisnis keluargamu, aku bisa pergi kapan saja. Aku bisa melaporkanmu pada kakek. Tapi aku enggak akan menyia-nyiakan kesempatan atas tawaranmu di akhir kontrak kita. Toh tidak ada yang dirugikan, anggap aja aku sedang numpang padamu dan berakhir dapat jackpot, siapa yang tidak mau?”

“Meski sikapku mengganggumu?” tanya Aidan cepat.

“Aidan, kamu harus tahu sikapmu belum apa-apa dibanding beberapa tahun belakangan menghadapi sikap orang lain yang menganggap ku saudara. Ya, selama kamu hanya ingin bersama Larissa dan tidak menggangguku, I’m fine!”

“Kalau begitu ….” Rania melanjutkan kata-katanya, “Kenapa kamu masih menahanku, hah?”

Aidan menatapnya lama, lalu berkata pelan, “Kamu matre!”

Rania melotot dan ingin melempar Aidan dengan bantal yang ada di pangkuannya. Namun, sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, Aidan berbalik dan berjalan ke kamarnya, meninggalkan Rania yang masih kesal karena ucapan sembarangannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 45 Kakutan Kalina

    Rania yang telah tidur tiba-tiba terbangun karena mimpi buruk. Rania duduk di ujung ranjang dengan pandangan kosong. Tangannya gemetar, dan untuk sesaat ia merasa seperti kembali menjadi gadis remaja yang hanya bisa menahan air mata di pojok kamar, saat Kalina kembali memanggilnya “anak titipan,” “si yatim,” atau “anak pengganti” yang katanya telah mencuri kasih sayang tantenya.Aidan yang belum tidur segera bangkit dan memberikan segelas air pada istrinya. “Yang … are you okey?”Rania mengangguk pelan, tetapi air matanya mulai jatuh tanpa bisa dicegah. “Dulu aku pikir semua itu udah selesai, Mas. Tapi ternyata … dia masih marah. Padahal itu bukan mauku.”“Hey, kamu kenapa?” Aidan mendekat dan memeluk bahunya, membiarkannya menangis sejenak.“Akiu mimpi Kalian, Mas.”“Okey, itu hanya mimpi, Yang. Ada yang mau kamu ceritain biar lega?”Rania terdiam sejenak, ia mencoba mengatur napasnya dan bersandar pada dada Aidan.“Ak

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 44 Gosip

    Hubungan Aidan dan Rania terus membaik, bahkan keduanya sekarang lebih sering menghabiskan waktu berdua. Meskipun terkadang Aidan tampak melamun, tetapi kehadirannya dan pengakuan Aidan yang mulai mencintai Rania, membuat gadis itu berbunga-bunga. Keduanya mulai bisa menerima satu sama lain.Seperti hari ini, suasana ruang tamu rumah Aidan dan Rania pagi itu cukup tenang. Rania menata bunga di vas kaca kecil di meja, sementara Aidan duduk di sofa membaca laporan kerja dari tablet.“Mas, bisa enggak kalau lagi libur itu enggak usah sambil kerja?” tanya Rania saat melihat Aidan yang terlalu fokus pada benda tipis di pangkuannya. “Sedikit lagi, Yang,” ucap Aidan lembut.Namun, ketenangan itu buyar saat suara bel rumah terdengar dipencet berulang kali.Rania bergegas membuka pintu. Betapa terkejutnya ia melihat Kalina berdiri di depan rumah, mengenakan blazer krem dan celana panjang hitam, wajahnya merah pa

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 43 Ancaman

    Rania masih duduk di sudut kafe bersama Reza setelah pertemuan dengan klien selesai. Suasana kafe yang semula tenang, mulai terlihat ramai dengan pengunjung yang berdatangan. Jam pulang kantor kafe-kafe mulai penuh dengan karyawan yang ingin melepas penat sebelum pulang. Reza meletakkan cangkir kopinya yang tinggal setengah. Tatapannya kembali menyelidik ke arah Rania.“Ran,” ucapnya pelan. “Aku cuma mau pastikan. Kalina yang kamu maksud tadi itu, Kalina yang dulu sering kamu ceritain. Sepupu yang sering ngebully kamu di rumah?”Rania mengangguk pelan, sambil memainkan sendok kecil di piring dessert-nya.“Iya. Dia, cukup bikin hari-hariku berat waktu SMA bahkan hingga sekarang, Mas.”Reza mengernyit, wajahnya terlihat bersalah. “Ya ampun, Ran. Aku enggak tahu kalau kamu pernah sesulit itu karena sahabatku. Aku minta maaf.”“Kenapa Mas Reza minta maaf? Kan, Kalina yang salah!”“Iya, aku sebagai sahabatnya enggak nyangka aja Kalina yang lembut bisa sebar-barb itu. Nanti aku bilangin d

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 42 Hamil

    Pagi datang lebih cepat dari yang Rania harapkan. Setelah kemarin dihabiskan dengan suasana hangat bersama Aidan. Saling mengenal dan membangun hubungan keduanya yang mulai berwarna, meskipun Aidan masih terlihat cuek. Kini ia kembali harus menghadapi dunia kerja. Dunia di mana segala ketegangan bisa terjadi, termasuk bertemu Reza, sosok yang kini dicurigai Aidan.Rania menyiapkan dirinya dengan lebih hati-hati pagi itu. Ia mengenakan blouse putih gading, rok hitam selutut, dan syal tipis berwarna biru muda. Make up-nya sederhana, hanya polesan tipis agar tampak segar. Saat berangkat, Aidan hanya menatapnya singkat dari meja makan, tapi dari sorot matanya, ada kekhawatiran dan sedikit cemburu.“Mas, aku berangkat ya. Doain lancar.”Aidan mengangguk. “Ya.”Rania mengecup punggung tangan Aidan, mulai pagi itu ia akan diantar jemput oleh sopir pribadi Aidan.Di kantor, semuanya terlihat seperti biasa. Reza yang biasanya santai, pagi ini sudah duduk di ruang meeting sambil menatap laptop.

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 41 Kerjasama

    “Oke kalau itu keputusan kamu,” jawab Aidan dengan wajah terlihat lebih bersahabat. “Kaarena kamu hari ini sudah aku buat bete, jadi aku akan kasih kamu treatment sebelum tidur.”“Treatment?” tanya Aidan sambil mengerutkan dahi.“Iya, Treatment. Malam ini aku pastikan kamu relaks dan tidur cepat,” ucap Rania sambil mengeringkan mata.Aidan menahan senyumnya. Ia sudah tidak marah, tetapi gengsi mengakuinya jadi ia hanya terdiam pasrah ketika Rania mulai melakukan treatment. Rania berdiri dan menarik tangan Aidan untuk ikut berdiri. “Ganti baju dulu, nanti aku siapin air hangat buat pijat. Badan kamu pasti pegal karena selama ini jagain aku.”Aidan mengikutinya ke kamar mandi. Setelah beberapa menit, ia keluar dengan kaos santai. Rania sudah menunggu di tepi ranjang, memegang minyak pijat dan handuk hangat.Rania mulai memijat perlahan pundak dan punggung Aidan. Sentuhannya lembut, penuh perhatian. Sesekali ia meniup pelan kulit leher Aidan, membuat pria itu memejamkan mata dan menghe

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 40 Salah Paham

    “Reza?” gumam Rania pelan, seolah tak percaya dengan sosok yang baru saja lewat.Pria bertubuh tegap itu menoleh cepat, lalu tersenyum dengan mata berbinar saat melihat Rania. “Ran!” sapanya sambil berjalan mendekat. Tatapannya hangat, tetapi sedikit terkejut saat melihat Aidan duduk di hadapan Rania.“Hai, Pak Reza.” Rania menyambut dengan senyum ramah.Aidan hanya menatap Reza sekilas, kemudian kembali ke makanannya tanpa memberi sapaan. Sorot matanya jelas menunjukkan ketidaksukaan, dagu yang mengeras dan jemari mencengkeram garpu sedikit lebih kuat dari biasanya.Reza berdiri di samping meja, lalu melirik ke arah tangan Rania yang kini tanpa perban. “Oh, hari ini kamu lepas perban. Gimana tangannya kata Dokter?”“Masih agak nyeri sih, tapi udah jauh lebih baik,” jawab Rania.Reza mengangguk. “Baguslah. Padahal tadinya aku mau nemenin kamu ke dokter, tapi maaf, ada meeting hari ini. Tuh, anak-anak ada di sana mau makan siang.” Rania hendak menjawab, tetapi Aidan memotong lebih dul

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 39 Aidan OH Aidan

    Pagi itu, Rania terbangun dengan tubuh yang terasa lebih segar, entah karena tidurnya yang cukup atau karena kue cokelat semalam yang begitu membuat hatinya bahagia. Saat ia turun ke dapur, aroma kopi sudah menyambutnya.Ia mengernyit. Seingatnya, Aidan jarang sekali membuat kopi pagi-pagi. Bahkan, pria itu hampir jarang sarapan di rumah. Matanya mengerjap beberapa kali saat mendapati dua cangkir kopi di atas meja. Satu cangkir berwarna hitam polos dan yang satunya penuh latte Dangan taburan kayu manis di atasnya.Rania mendekat. Senyumnya mengembang karena bukan hanya ada kopi, tetapi juga sepiring roti panggang dan potongan buah di sampingnya.“Ini dia yang bikin?” gumam Rania setengah tak percaya.Baru saja ia hendak duduk, terdengar suara langkah kaki mendekat. Aidan muncul dari arah tangga, kemeja putihnya belum dikancingkan sepenuhnya dengan rambut masih sedikit acak-acakan. Tatapannya seperti biasa, tenang dan datar.Ia menatap Rania sekilas lalu duduk dan menyeruput kopinya. T

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 38 Perhatian

    “Ini, Bos,” sapa dua pria kekar itu lagi, satu di antaranya membuka laptop di atas meja dan menunjukkan sebuah rekaman dari CCTV jalanan tempat kecelakaan Rania terjadi.“Ini hasil rekaman dari CCTV jalanan, Bos. Mobil yang menabrak Ibu Rania bukan mobil milik Larissa, dan pengemudinya juga bukan salah satu orang suruhan dia,” jelas pria itu sambil memutar rekaman pelan-pelan.Aidan menyipitkan mata, fokus melihat wajah si pengemudi yang terlihat samar tetapi cukup jelas untuk dikenali oleh sistem pengenal wajah yang timnya miliki.“Siapa dia?” tanya Aidan dingin.“Kami sudah cocokkan dengan database internal. Namanya Arman. Mantan sopir pribadi Kalina.”Aidan terdiam beberapa detik. Pikirannya menerawang dengan wajah tegang.“Kalina?” tanyanya memastikan, meski hatinya sudah merasa yakin. Nama itu terasa seperti garam yang ditabur di atas luka terbuka.“Iya, Bos. Kami masih telusuri apakah Kalina menyuruh langsung atau tidak. Tapi ada transfer dana ke rekening Arman seminggu sebelum

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 37 Salah

    “Apa sih, Tia, kamu ngagetin aja,” protes Rania melihat Tia yang cengengesan sambil menyerahkan beberapa lembar dokumen.“Lagian tawaran apa?” Tia menarik kursi milik pegawai lain yang kosong karena pemiliknya sedang kerja lapangan.“Bukan apa-apa, Ti.”“Eh, btw gimana caranya biar bisa nikah sama konglomerat? Suaminya kelihatan banget cintanya ya, sama kamu. Perhatian Ran. Masih ada enggak spek kayak Aidan?” tanya Tia menggebu-gebu. “Ti … please deh!” Rania memutar matanya tanda tidak nyaman.“Eh, Ran …” Tia tiba-tiba menggeser kursi dan duduk lebih mendekat padanya. “Apa?” Rania mengerutkan dahinya.“Tadi aku dengar eh, enggak sengaja nguping. Katanya kecelakaan mu itu dibikin orang?” tanya Tia pelan.“Apa, Ti?” Mata Rania membelo mendengar ucapan Tia. “Kata siapa?”“ Aku denger tadi Pak Reza tadi ngobrol sama HRD yang nolongin kamu. Aku enggak tahu itu benar apa gak Ran.Tapi kalau ada yang sampai seperti itu jahat. Kamu harus hati-hati, Ran.”Rania mengangguk pelan. Ia tidak habi

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status