Share

Bab 8 Terbakar

Author: Miss han
last update Last Updated: 2025-03-26 11:26:20

Beberapa bulan menikahi Rania, Aidan tidak pernah menganggap wanita itu sebagai seseorang yang patut diperhatikan. Pernikahan mereka hanya sekadar formalitas dan ia tidak pernah merasa perlu memperhatikan kebiasaan atau tindak-tanduk istrinya itu. Namun, setelah ia kepergok jalan dengan Larissa oleh orang tuanya, mau tidak mau ia mulai menjalankan peran. Semua terjadi agar ia tidak dicoret dari kartu keluarga dan warisan sang kakek tetap jatuh ke tangannya.

Pagi itu, ketika Rania tengah sarapan, Aidan duduk di seberang dengan secangkir kopi. Matanya tanpa sadar mengikuti setiap gerakan wanita itu. Rania tampak sibuk menuangkan teh ke dalam cangkir, kemudian meniup pelan sebelum menyesapnya. Ekspresi menikmati setiap tegukan. Rambutnya diikat asal, beberapa helai jatuh di sisi wajah, memberikan kesan santai, tetapi tetap anggun.

Aidan mengerutkan kening. Mengapa baru sekarang ia menyadari detail itu? Kenyataan wanita di hadapannya lebih cantik dari Larissa.

“Kenapa dari tadi ngeliatin? Naksir?” goda Rania sambil memainkan matanya, sedikit menggoda. Bukan Rania namanya jika tidak bisa membuat lawannya salah tingkah. Apalagi sejak tinggal bersama Aidan, ia tahu suaminya sangat mudah salah tingkah meski tingkahnya sering kali menyebalkan.

Suara Rania membuyarkan lamunan Aidan. Ia tersentak sedikit, tetapi dengan cepat menyembunyikan keterkejutannya.

“Siapa yang ngeliatin?” Ia berdeham menyembunyikan rasa kikuknya. Lalu ia meletakkan gelas kopinya ke meja. “Aku cuma heran, kamu biasanya nggak sarapan sebanyak itu, kamu kelaparan?”

Rania mendengus. “Aku ada meeting penting hari ini. Butuh energi.”

Aidan menatapnya sekilas. “Meeting sama siapa?”

“Sejak kapan, Pak Aidan yang otoriter ini jadi kepo, ya?” Rania menggoda lagi sampai Aidan salah tingkah.

Namun, respon Aidan di luar dugaan Rania. Pria itu diam dan terus menatapnya tanpa ekspresi. Rania yang ditatap seperti itu menjadi salah tingkah. Ia kini paham jika Aidan bersikap seperti itu tandanya tidak ingin dibantah. Sebelum ia makin kalah dari Aidan, Rania buru-buru menyambar tas dan pergi bekerja.

***

Rania tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Selain karena ia menghindari tatapan Aidan tadi, ia juga ingin mempersiapkan semua materi sebelum meeting dengan Reza dimulai. Begitu ia masuk ke ruang meeting, Reza sudah ada di sana, duduk dengan kemeja putih yang lengan bajunya digulung hingga siku. Pria itu tersenyum ketika melihat Rania.

“Pagi, Rania. Sudah siap?”

Rania mengangguk sambil tersenyum. “Siap, Pak.”

Reza tertawa kecil. “Sudah berapa kali aku bilang, kalau kita hanya berdua, nggak perlu panggil ‘Pak’. Reza saja cukup.”

Rania ikut tertawa. “Baiklah, Mas Reza.”

Reza tersenyum mendengar panggilan itu, rasanya seperti menemukan kembali sesuatu yang lama hilang.

Saat semua tim sudah berkumpul, mereka mulai membahas proyek yang sedang sedang tangani. Reza adalah tipe atasan yang profesional, tetapi tetap santai dalam bekerja. Ia tahu bagaimana mencairkan suasana agar orang-orang di sekitarnya merasa nyaman.

Selama dua jam penuh, mereka berdiskusi dengan serius, membahas setiap detail dengan teliti. Namun di sela-sela itu, ada momen-momen kecil di mana mereka bercanda ringan, membuat suasana tidak terasa tegang.

“Saya yakin proyek ini bakal sukses besar,” kata Reza sambil menutup laptopnya. “Dan itu semua berkat kerja kita semua. Khususnya Rania yang selama beberapa Minggu ini sering saya ganggu untuk proyek ini.”

Rania tersenyum, sedikit tersipu. “Saya hanya melakukan tugas, Pak.”

Reza menatapnya dengan ekspresi kagum. “Bukan cuma itu. Kamu punya dedikasi yang tinggi, dan saya sangat menghargai itu.”

Rania hendak membalas, tetapi sebelum sempat berbicara, suara ketukan di pintu membuat mereka menoleh. Asisten pribadi Reza masuk untuk memanggil pria itu ke ruangan lain.

“Saya ke ruangan dulu, ya. Kalian boleh istirahat dan selamat bekerja. Saya tunggu laporannya nanti sore,” kata Reza sebelum pergi.

Rania mengangguk, lalu kembali membereskan catatan di hadapannya. Beberapa rekannya satu per satu keluar dan menuju kubikel masing-masing.

Sebuah notifikasi muncul di layar handphonenya, menampilkan pesan yang membuat dahinya berkerut.

[Nanti siang makan bareng. Ini perintah, tidak ada penolakan.]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 45 Kakutan Kalina

    Rania yang telah tidur tiba-tiba terbangun karena mimpi buruk. Rania duduk di ujung ranjang dengan pandangan kosong. Tangannya gemetar, dan untuk sesaat ia merasa seperti kembali menjadi gadis remaja yang hanya bisa menahan air mata di pojok kamar, saat Kalina kembali memanggilnya “anak titipan,” “si yatim,” atau “anak pengganti” yang katanya telah mencuri kasih sayang tantenya.Aidan yang belum tidur segera bangkit dan memberikan segelas air pada istrinya. “Yang … are you okey?”Rania mengangguk pelan, tetapi air matanya mulai jatuh tanpa bisa dicegah. “Dulu aku pikir semua itu udah selesai, Mas. Tapi ternyata … dia masih marah. Padahal itu bukan mauku.”“Hey, kamu kenapa?” Aidan mendekat dan memeluk bahunya, membiarkannya menangis sejenak.“Akiu mimpi Kalian, Mas.”“Okey, itu hanya mimpi, Yang. Ada yang mau kamu ceritain biar lega?”Rania terdiam sejenak, ia mencoba mengatur napasnya dan bersandar pada dada Aidan.“Ak

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 44 Gosip

    Hubungan Aidan dan Rania terus membaik, bahkan keduanya sekarang lebih sering menghabiskan waktu berdua. Meskipun terkadang Aidan tampak melamun, tetapi kehadirannya dan pengakuan Aidan yang mulai mencintai Rania, membuat gadis itu berbunga-bunga. Keduanya mulai bisa menerima satu sama lain.Seperti hari ini, suasana ruang tamu rumah Aidan dan Rania pagi itu cukup tenang. Rania menata bunga di vas kaca kecil di meja, sementara Aidan duduk di sofa membaca laporan kerja dari tablet.“Mas, bisa enggak kalau lagi libur itu enggak usah sambil kerja?” tanya Rania saat melihat Aidan yang terlalu fokus pada benda tipis di pangkuannya. “Sedikit lagi, Yang,” ucap Aidan lembut.Namun, ketenangan itu buyar saat suara bel rumah terdengar dipencet berulang kali.Rania bergegas membuka pintu. Betapa terkejutnya ia melihat Kalina berdiri di depan rumah, mengenakan blazer krem dan celana panjang hitam, wajahnya merah pa

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 43 Ancaman

    Rania masih duduk di sudut kafe bersama Reza setelah pertemuan dengan klien selesai. Suasana kafe yang semula tenang, mulai terlihat ramai dengan pengunjung yang berdatangan. Jam pulang kantor kafe-kafe mulai penuh dengan karyawan yang ingin melepas penat sebelum pulang. Reza meletakkan cangkir kopinya yang tinggal setengah. Tatapannya kembali menyelidik ke arah Rania.“Ran,” ucapnya pelan. “Aku cuma mau pastikan. Kalina yang kamu maksud tadi itu, Kalina yang dulu sering kamu ceritain. Sepupu yang sering ngebully kamu di rumah?”Rania mengangguk pelan, sambil memainkan sendok kecil di piring dessert-nya.“Iya. Dia, cukup bikin hari-hariku berat waktu SMA bahkan hingga sekarang, Mas.”Reza mengernyit, wajahnya terlihat bersalah. “Ya ampun, Ran. Aku enggak tahu kalau kamu pernah sesulit itu karena sahabatku. Aku minta maaf.”“Kenapa Mas Reza minta maaf? Kan, Kalina yang salah!”“Iya, aku sebagai sahabatnya enggak nyangka aja Kalina yang lembut bisa sebar-barb itu. Nanti aku bilangin d

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 42 Hamil

    Pagi datang lebih cepat dari yang Rania harapkan. Setelah kemarin dihabiskan dengan suasana hangat bersama Aidan. Saling mengenal dan membangun hubungan keduanya yang mulai berwarna, meskipun Aidan masih terlihat cuek. Kini ia kembali harus menghadapi dunia kerja. Dunia di mana segala ketegangan bisa terjadi, termasuk bertemu Reza, sosok yang kini dicurigai Aidan.Rania menyiapkan dirinya dengan lebih hati-hati pagi itu. Ia mengenakan blouse putih gading, rok hitam selutut, dan syal tipis berwarna biru muda. Make up-nya sederhana, hanya polesan tipis agar tampak segar. Saat berangkat, Aidan hanya menatapnya singkat dari meja makan, tapi dari sorot matanya, ada kekhawatiran dan sedikit cemburu.“Mas, aku berangkat ya. Doain lancar.”Aidan mengangguk. “Ya.”Rania mengecup punggung tangan Aidan, mulai pagi itu ia akan diantar jemput oleh sopir pribadi Aidan.Di kantor, semuanya terlihat seperti biasa. Reza yang biasanya santai, pagi ini sudah duduk di ruang meeting sambil menatap laptop.

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 41 Kerjasama

    “Oke kalau itu keputusan kamu,” jawab Aidan dengan wajah terlihat lebih bersahabat. “Kaarena kamu hari ini sudah aku buat bete, jadi aku akan kasih kamu treatment sebelum tidur.”“Treatment?” tanya Aidan sambil mengerutkan dahi.“Iya, Treatment. Malam ini aku pastikan kamu relaks dan tidur cepat,” ucap Rania sambil mengeringkan mata.Aidan menahan senyumnya. Ia sudah tidak marah, tetapi gengsi mengakuinya jadi ia hanya terdiam pasrah ketika Rania mulai melakukan treatment. Rania berdiri dan menarik tangan Aidan untuk ikut berdiri. “Ganti baju dulu, nanti aku siapin air hangat buat pijat. Badan kamu pasti pegal karena selama ini jagain aku.”Aidan mengikutinya ke kamar mandi. Setelah beberapa menit, ia keluar dengan kaos santai. Rania sudah menunggu di tepi ranjang, memegang minyak pijat dan handuk hangat.Rania mulai memijat perlahan pundak dan punggung Aidan. Sentuhannya lembut, penuh perhatian. Sesekali ia meniup pelan kulit leher Aidan, membuat pria itu memejamkan mata dan menghe

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 40 Salah Paham

    “Reza?” gumam Rania pelan, seolah tak percaya dengan sosok yang baru saja lewat.Pria bertubuh tegap itu menoleh cepat, lalu tersenyum dengan mata berbinar saat melihat Rania. “Ran!” sapanya sambil berjalan mendekat. Tatapannya hangat, tetapi sedikit terkejut saat melihat Aidan duduk di hadapan Rania.“Hai, Pak Reza.” Rania menyambut dengan senyum ramah.Aidan hanya menatap Reza sekilas, kemudian kembali ke makanannya tanpa memberi sapaan. Sorot matanya jelas menunjukkan ketidaksukaan, dagu yang mengeras dan jemari mencengkeram garpu sedikit lebih kuat dari biasanya.Reza berdiri di samping meja, lalu melirik ke arah tangan Rania yang kini tanpa perban. “Oh, hari ini kamu lepas perban. Gimana tangannya kata Dokter?”“Masih agak nyeri sih, tapi udah jauh lebih baik,” jawab Rania.Reza mengangguk. “Baguslah. Padahal tadinya aku mau nemenin kamu ke dokter, tapi maaf, ada meeting hari ini. Tuh, anak-anak ada di sana mau makan siang.” Rania hendak menjawab, tetapi Aidan memotong lebih dul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status