Share

Bab 5

Penulis: Rav
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-04 20:44:44

Humaira yang merasakan keanehan dalam dirinya, tiba-tiba tubuhnya merasa panas dan merasa pusing. Begitu juga dengan Semesta, ia tahu apa yang terjadi dengannya. Tentu saja itu adalah pengaruh obat laknat itu, sebagai seorang ceo yang menjadi incaran dari musuhnya ia belajar banyak tentang itu. Bahkan sudah berulang kali ia merasakan seperti itu beruntungnya ia tak mau melepaskannya kepada sembarang wanita. 

Dewi hanya mengulas senyum kala obat itu sudah bereaksi. Ini adalah rencana Dewi untuk menyatukan mereka agar Dewi segera mempunyai cucu. 

“Ma, aku ke kamar dulu ya,” kata Humairah lalu beranjak pergi. Humaira berjalan menuju kamarnya di lantai bawah. 

“Kamar kamu dimana, kok arahnya kesana?” tegur Dewi. Humaira hanya bisa melihat ke arah Semesta, ia harus minta persetujuan Semesta dahulu. Namun, sayangnya Sementara malah melihat ke arah lain. 

Dewi yang tahu akan hal itu, menatap Semesta. “Antarkan dia ke kamar, kamu juga harus istirahat. Kasihan istrimu jalannya sudah sempoyongan begitu pasti sudah ngantuk.”

Semesta hanya menurut saja, padahal ia juga merasakan hal sama. Semesta sudah curiga kepada mamanya. Semesta akhirnya mengantarkan Humaira ke kamarnya di lantai atas agar mamanya tidak curiga. 

“Merepotkan,” decaknya lalu menggandeng tangan Humaira agar tidak jatuh. 

“Kenapa pusing sekali sih, Mas. Ini juga rasanya panas sekali.” Humaira mengibaskan tangannya ke wajahnya. Merasa tak puas ia juga menggunakan jilbabnya sebagai kipas. 

Tiba di kamarnya, Semesta langsung melepaskan gandengan tangannya. Ini semua ia lakukan agar mamanya tidak curiga tentang pernikahannya. 

“Mas, ini panas sekali.” Humaira langsung melepas jilbabnya di depan Semesta. Gejolak yang ada dalam dirinya membuat Humaira mendekati Semesta yang juga menahannya. 

“Jangan mendekat!” Suara keras dari Semesta tak dihiraukannya. Humaira terus saja mendekat bahkan kini tangannya sudah melingkar di perut suaminya. 

Semesta memejamkan matanya berusaha untuk tidak menyentuh Humaira. Lebih baik ia pergi dari kamarnya dan berendam di kolam renang saja. Namun, Humaira masih memeluknya erat, meski berulang kali Semesta menghempaskan tangannya. 

“Aarrrggh,” teriak Semesta saat mendapati pintunya terkunci dari luar. “Mama, buka pintunya,” teriak Semesta lagi sambil terus saja menggedor pintu. 

Ia tahu kamu ini semua ulah mamanya. Keringat mulai bercucuran di dahi Semesta meski AC kamarnya nyala. 

Sedangkan di luar, Dewi tersenyum senang berhasil mengunci mereka di dalam kamar. Dewi berharap mereka melakukannya dan ingin segera mendapatkan cucu. 

“Mas, tolong aku. Aku sudah tidak tahan.” Tangan Humaira masih bergelayut di leher Semesta. Gerakannya lembut. Namun, ada ketidakberdayaan yang terpancar dari matanya yang terlihat basah. 

Humaira saat ini tampak seperti wanita yang menggoda lelaki, tetapi tidak salah karena Humaira adalah istri sah Semesta, dan pada saat ini, dia menginginkan Semesta. 

Semesta yang saat itu juga terpengaruh obat sialan itu tak mampu lagi menahannya. Segera ia membawa Humaira ke ranjang size miliknya. 

Malam itu dimana mereka melakukan untuk yang pertama kali secara tidak sadar karena pengaruh obat. Di bawah lampu yang temaram mereka bergulat dengan panas melepaskan pengaruh obat itu. 

Keesokannya paginya, Humaira mengerjapkan mata saat sinar matahari menembus celah-celah kecil di jendela. Humaira duduk bersandar pada headboard ranjang karena masih merasa pusing. 

“Apa yang kamu lakukan, Mas?” teriak Humaira saat mendapati tubuhnya polos tanpa sehelai kain pun dan melihat Semesta berada di sampingnya masih tertidur. 

Semesta kaget dan langsung terduduk. “Ada apa?”

“Kenapa aku … kita … aarrrggh.” Humaira tak bisa melanjutkan ucapannya karena keadaannya yang seperti ini. Ia tahu apa yang terjadi dengan mereka semalam. 

Ingatan-ingatan tentang semalam terbayang dalam kepala mereka. Begitu juga dengan Semesta, ia mengepalkan kedua tangannya dan langsung menyambar pakaiannya menutupi bagian terpenting tersebut. 

“Jangan kamu kira aku melakukannya dengan sadar dan cinta. Kita melakukannya tanpa sadar. Oh ya … bukankah semalam kamu duluan yang menggodaku?”

“Aku.” Tunjuk Humaira pada dirinya sendiri. “Aku juga tidak sadar Mas, aku nggak tahu apa yang terjadi pada diriku. Kepalaku terasa sangat pusing dan tubuhku panas.”

“Lupakan kejadian semalam, jangan harap aku akan menyentuhmu lagi setelah ini,” tegas Semesta lalu melangkahkan kaki ke kamar mandi. 

“Kalau aku hamil gimana, Mas?” seru Humaira dengan nada tinggi. 

Langkah Semesta terhenti saat menyebut kata hamil. Dirinya juga merasa bersalah kepada kekasihnya karena ia menyentuh Humaira. Padahal Semesta dan kekasihnya belum pernah berhubungan sekalipun meski Alena terus memaksa Semesta. Semesta mengepalkan kedua tangannya erat lalu berbalik. “Bisa digugurkan kan? Aku tak sudi punya anak dari rahimmu wanita sialan.” Tunjuknya pada Humaira membuat Humaira berkaca-kaca. 

Humaira menahan rasa sesak di dada mendengar kata itu keluar dari mulut suaminya. Tanpa terasa air matanya lolos membasahi pipi. Tangannya kuat mencengkram sprei di bawahnya. 

Setelah Semesta masuk ke kamar mandi. Humaira segera mengenakan bajunya kembali dan menahan rasa sakit di bagian intinya. Dengan langkah tertatih ia berusaha keluar dari kamar suaminya dan berharap mama mertuanya sudah pulang. 

Tiba di kamarnya sendiri, Humaira langsung ke kamar mandi menyalakan shower agar membasahi tubuhnya. Seharusnya kejadian semalam tidak terjadi karena Semesta memang tak pernah menginginkannya. Humaira menangis pilu di sana kenapa nasibnya harus seperti ini. 

Semesta yang baru saja keluar kamar mandi terlihat lebih segar. Ia masih menahan kesal karena kejadian semalam. Ia duduk di tepi ranjang mengusap wajahnya dengan gusar. Tak sengaja melihat ke sprei ada bekas darah. Tentu saja ia tahu itu darah apa. 

Semesta mengusap wajahnya kasar, ada rasa bersalah yang timbul karena mengkhianati Alena, tapi di sisi lain ada rasa yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata bahwa dia sudah menggauli wanita yang tak lain adalah istrinya sendiri dengan ikatan yang sah. 

Semesta akan keluar hari ini berusaha mencari ketenangan. Baru saja kakinya melangkah keluar. Tiba-tiba ponselnya berdering, ternyata Alex-sang asisten yang meneleponnya. 

“Bos cepat ke kantor sekarang!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 21

    [Kamu pikir masalah ini selesai? Aku akan pastikan semuanya hancur] Humaira merasakan darahnya berdesir. Ia menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk antara takut dan bingung. “Masalah apa lagi ini?” bisiknya pelan. Ia menggigit bibirnya, jari-jarinya gemetar saat ia menekan tombol untuk membaca lebih lanjut pesan tersebut. Tapi tidak ada apa-apa. Itu hanya satu pesan singkat, tetapi cukup untuk membuatnya merasa seolah-olah udara di sekitarnya menjadi lebih berat. Gagang pintu kamarnya berdecit pelan. Humaira langsung mendongak. Semesta berdiri di ambang pintu, alisnya bertaut melihat ekspresi Humaira yang tampak panik. “Ada apa, Mai?” tanyanya, suaranya dingin seperti biasa, tetapi ada nada curiga yang tidak bisa disembunyikan. Humaira buru-buru mematikan layar ponselnya dan meletakkannya di meja samping tempat tidur. “Nggak ada apa-apa, Mas.” Semesta berjalan mendekat, tatapannya tajam. Ia menyilangkan tangan di dada. “Kamu nggak bisa bohong sama aku. Wajahm

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 20

    “Siapa ini?” tanyanya pada dirinya sendiri, sebelum akhirnya mengetik balasan. Humaira: Maaf, ini siapa? Balasan datang dengan cepat. Pengirim: Kamu akan tahu segera. Pastikan kamu siap. Jantung Humaira berdegup kencang. Pesan itu singkat, tapi cukup untuk membuat pikirannya kacau. Ia mencoba menebak-nebak siapa yang mengirimkan pesan itu. Apakah ini ada hubungannya dengan Semesta? Atau mungkin Alena? Pikirannya terus berputar, tetapi ia memutuskan untuk tidak membalas lagi. Ia meletakkan ponselnya di meja, lalu mencoba mengalihkan perhatiannya dengan membaca buku, tetapi tetap saja pikirannya terganggu. Ketika malam semakin larut, ia berdoa agar siapapun pengirim pesan itu tidak membawa masalah besar ke dalam hidupnya. Ia sudah cukup lelah dengan semua drama yang terjadi akhir-akhir ini. Keesokan harinya, Humaira sedang merapikan ruang kelasnya ketika seseorang mengetuk pintu. Ia menoleh dan mendapati Semesta berdiri di sana, mengenakan kemeja biru polos. “Mas?” tanya

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 19

    “Mas, apa yang sebenarnya Mas inginkan?” suara Humaira terdengar pelan, tetapi tegas. Matanya menatap Semesta dengan penuh perhatian, menunggu jawaban yang mungkin akan menentukan arah hubungan mereka. Semesta terdiam sejenak, ponselnya masih bergetar di saku. Ia tahu siapa yang menelepon. Alena. Tapi kali ini, suara Humaira lebih penting daripada apa pun yang ada di dunia ini. “Aku…” kata-katanya menggantung di udara. Matanya tak lepas dari wajah Humaira. Ia bisa melihat rasa lelah yang terpendam, tetapi juga ada kekuatan besar di baliknya. Humaira tak seperti wanita lain yang pernah ia kenal. Ia tahu, perempuan ini tidak bisa dengan mudah ditundukkan oleh kata-kata manis atau janji kosong. “Mas, kalau hanya ingin mempermainkan aku, lebih baik kita sudahi saja semuanya sekarang,” ujar Humaira lagi, dengan nada yang sedikit bergetar. Ia mencoba terlihat tegar, tetapi hatinya terasa seperti dihujam ribuan jarum. Semesta menghela napas panjang. “Aku nggak mau mempermainkan kamu,

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 18

    "Sebentar saja," potong Semesta, tanpa memedulikan keberadaan Raka.Humaira menghela napas dalam. Ia tahu nada suara Semesta kali ini bukan sesuatu yang bisa ditolak. Dengan berat hati, ia memandang Raka yang masih berdiri di depan ruang guru. "Maaf ya, Pak Raka. Aku harus pergi sebentar," katanya singkat sebelum melangkah mengikuti Semesta.Raka hanya mengangguk, meski jelas ada kebingungan di wajahnya. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi.Semesta berjalan cepat menuju sisi gedung sekolah yang sepi, sementara Humaira harus mempercepat langkahnya agar bisa mengimbanginya. Ketika akhirnya Semesta berhenti, Humaira langsung menatapnya dengan tatapan tidak sabar."Mas, apa sebenarnya yang mau Mas bicarakan?" tanyanya, mencoba menahan nada kesalnya. Semesta tidak langsung menjawab. Ia menatap Humaira cukup lama, seolah sedang menyusun kata-kata di kepalanya. Namun, alih-alih menjelaskan, ia justru bertanya, "Kamu selalu dekat sama dia?"Humaira mengerutkan kening. "Mas maksud siapa?

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 17

    "Kenapa nggak kamu angkat, Mas?" suara Humaira memecah keheningan di ruang tamu kecil itu. Suaranya datar, tetapi ada nada yang tak bisa disembunyikan. Tegang, mungkin. Semesta menunduk sejenak, menatap layar ponselnya yang masih bergetar di atas meja."Ini urusanku," jawab Semesta dingin tanpa menoleh. Ia membiarkan panggilan itu berakhir begitu saja, lalu menghembuskan napas panjang. Tangannya yang besar meraih ponsel itu dan mematikannya tanpa basa-basi.Humaira menghela napas. Ia mencoba tetap tenang, meski pikirannya sudah penuh tanda tanya. Alena lagi. Nama itu terus muncul di antara mereka seperti duri yang tak bisa dicabut. Ia sudah lelah membicarakan ini, tetapi setiap kali Alena muncul, tak bisa dimungkiri, hatinya tetap terusik.“Mas, aku cuma tanya. Kenapa harus marah?” Suara Humaira terdengar pelan, hampir seperti berbisik. Ia tahu, jika ia menaikkan nada suaranya sedikit saja, percakapan ini akan berubah menjadi perang dingin yang lebih besar.Semesta akhirnya menatapnya

  • Istri Bayaran Semesta   Bab 16

    “Kamu yakin bisa hidup tanpa aku?” Humaira terdiam, menatap Semesta tanpa ekspresi. Pertanyaannya menggantung di udara, seperti menunggu jawaban yang tidak pernah ingin benar-benar didengar. Namun, sebelum ia sempat menjawab, suara klakson motor dari luar memecah kesunyian.“Aku berangkat dulu, Mas.” Humaira akhirnya berkata, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. Tanpa menunggu balasan, ia mengambil tasnya lalu berjalan keluar.Semesta hanya berdiri mematung, menatap pintu yang baru saja tertutup. Ada sesuatu di dadanya yang terasa sesak, tetapi ia tidak tahu apa. Ia meneguk ludah, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa.“Kenapa dia makin aneh?” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Hubungan semakin dinginHari-hari berikutnya terasa semakin hampa di rumah itu. Humaira dan Semesta hampir tidak pernah berbicara. Jika mereka kebetulan berada di ruangan yang sama, suasananya selalu sunyi.Semesta sering pulang larut malam, dan ketika ia pulang, Humaira sudah berada di kamar. Tidak ada sapa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status