Home / Romansa / Istri Best Seller / Terpaksa Menerima

Share

Terpaksa Menerima

Author: Windersone
last update Huling Na-update: 2023-11-09 10:38:27

Bunga adalah orang yang menyambut tubuh Raisa, sebelum tubuh anak itu mendarat ke lantai. Bunga menggendong tubuh Raisa, memeluk anak itu dengan wajah ketakutan yang tergambar. Raisa menangis keras, sampai tangisannya sempat menghilang. Bunga mengayun pelan tubuh anak itu untuk menenangkannya. 

Kafkha marah besar, kedua bola matanya membesar marah menatap Eva. 

"Kamu pikir anakku kucing? Kalian semua lebih baik pergi sebelum aku mengusir kalian secara paksa," usir Kafkha memperingati mereka sambil mengarahkan tangan ke pintu yang terbuka lebar.

Kemarahan Kafkha tak hanya menarik rasa takut ketiga wanita itu, Jelita pun ikut merasa takut dengan kemarahan yang terukir di wajah anaknya itu yang selama ini tidak pernah dilihatnya. Murka Kafkha kali ini membuat Jelita tidak bisa berkutik, menahan ketiga wanita itu untuk meminta maaf sebelum meninggalkan rumah itu.

Kedua wanita yang berdiri di sisi kanan dan kiri Eva menyumut menyalahkan Eva atas kemarahan Kafkha yang ikut membuat mereka dimarahi. Mengapa tidak, Eva yang hampir mencelakai Raisa, tapi mereka juga mendapat imbasnya. 

"Raisa … kamu baik-baik saja, Nak?" Kafkha mengambil Raisa dari gendongan tangan Bunga dengan kecemasan. 

"Popok Raisa harus diganti. Satu lagi, anak itu harus dimandikan dan diberi makan, dia kelaparan. Dia juga kaget, tenangkan dia," ucap Bunga dengan ketenangan.

"Ma. Bukankah Mama mengetahui kalau Raisa setiap pagi dimandikan dan diberi makan? Mengapa Mama malah menjadikannya sebagai bahan uji coba?" tanya Kafkha menahan emosinya keluar kepada Jelita.

"Mama hanya ingin melihat mereka bertiga, sejauh mana mereka bisa mengurus Raisa," jelas Jelita. 

"Caranya tidak tepat, Ma. Mulai hari ini, jangan pernah lakukan hal ini lagi, cukup satu kali ini saja," tegas Kafkha.

Kafkha membawa putrinya menaiki tangga menuju kamar, meninggalkan keberadaan Jelita yang merasa bersalah. Bunga berdiri di tengah ruang tamu, memperhatikan kepergian Kafkha dan mengalihkan pandangan kepada Jelita dengan ekspresi bingung. Bunga tidak tahu kalau ketiga wanita itu adalah calon ibu dari anak yang baru ditolongnya.

"Sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat. Kalau begitu, saya pergi dulu," pamit Bunga. 

"Tunggu! Bunga, kamu punya pacar?" tanya Jelita tanpa basa basi berniat ingin mewujudkan niat yang sempat terbesit di benaknya saat di rumah sakit.

"Kenapa, Tante?" Bunga mengarahkan pandangan pada Jelita setelah kakinya sempat melangkah beberapa langkah menuju pintu.

"Kamu mau menjadi istri Kafkha? Tante merasa kamu orang yang tepat untuk menjaga Raisa. Bukannya Tante ingin egois hanya menjadikanmu sebagai ibu bagi Raisa, tapi Tante juga berharap kamu bisa menjadi istri yang baik untuk Kafkha dan dia bisa mencintaimu juga. Tapi, sebelum itu kamu juga harus menyukainya, Tante harap kamu menyukainya. Jika kamu mau, datang malam ini ke sini," kata Jelita.

"Aku datang ke sini untuk meminta maaf karena tidak datang malam itu. Aku benar-benar lupa. Menyangkut apa yang Tante katakan, aku tidak yakin itu akan terlaksana," ucap Bunga tersenyum paksa.

Bunga melangkah mundur ke arah pintu, hingga akhirnya berjalan meninggalkan rumah itu bersama beban baru di benaknya mengenai keinginan Jelita. Perkataan Jelita terngiang-ngiang di telinganya sambil mengingat cerita dokter Danar, dokter yang menangani penyakit ibunya. Dokter itu sahabat Kafkha. Danar menceritakan tentang kekelaman hidup Kafkha setelah meninggalnya sang istri, Marissa.

'Sejak saat itu senyuman jarang keluar di bibirnya. Jikapun ada, hanya karena terpaksa. Bagi Kafkha, senyumannya sudah direnggut dan dibawa oleh mendiang istrinya. Kafkha juga sudah berjanji tidak akan pernah menikah lagi, meskipun usianya masih muda. Cintanya besar pada mendiang istrinya.'

Bunga mengingat cerita dokter Danar mengenai Kafkah sambil berjalan di tepi jalan yang dilewati oleh beberapa transportasi.

"Aku menyukainya. Tapi, jika aku menikah dan hanya menjadi penopang untuk anaknya, untuk apa? Aku tidak sebaik orang-orang di luaran sana yang mungkin bisa menjalani kehidupan dalam bayangan mendiang istrinya karena dia tampan dan kaya. Aku tidak membutuhkan itu, tapi aku membutuhkannya. Bukan uang dan ketampanan yang dibutuhkan saat seseorang bersedih, dalam kegelisahan, ataupun dalam ketakutan, tetapi dirinya. Uang dan ketampanan tidak bisa diajak untuk berkomunikasi, hanya dia yang aku butuhkan." Dalam hati Bunga berkata dengan kegundahan memenuhi pikirannya. 

Bunga memberhentikan taksi yang tampak dari jarak 20 m, tangannya melambai pelan. Taksi itu berhenti, ia memasukinya dan menyuruh sopir taksi mengantarnya sesuai alamat rumah yang disebutnya.

***

Jelita menyiapkan makan malam sendirian, pembantu rumah itu masih belum kembali dari kampungnya. Beberapa menu makanan sudah disajikan di atas meja dapur, dari berbagai jenis, dan warna. Kafkha memperhatikan kerepotan Jelita menyiapkan makan malam itu, ia melihat senyuman senang di bibir ibunya itu.

"Banyak sekali. Kita tidak akan sanggup memakan makanan sebanyak ini," kata Kafkha sambil duduk di bangkunya.

"Seseorang akan datang malam ini. Raisa sudah tidur?" tanya Jelita. 

"Sudah, Ma. Setelah makan malam, aku menidurkannya. Setelah makan aku akan ke rumah sakit, ada operasi yang harus aku lakukan," kata Kafkah sambil mengambil nasi dan meletakkannya ke piring.

"Tunggu sebentar. Malam ini kita harus membicarakan sesuatu, mengenai kamu dan masa depanmu, juga masa depan anakmu."Jelita duduk tegak dan menatap Kafkha serius sampai tangan anaknya itu melepaskan sendok nasi.

Jelita menceritakan niat yang terbesit di benaknya mengenai Bunga, calon istri dan ibu sambung yang tepat untuk mereka. 

Kedua tangan Bunga mencengkram keras, reaksinya kaget karena tidak tahu rencana sang ibu. Kafkha tersenyum miris dan tertawa ringan merasa tidak percaya dengan keputusan Jelita. Lalu, senyuman dan tawa itu luntur seketika, berganti dengan tatapan tajam menahan emosional.

"Mama tidak dengar perkataanku tadi? Aku sudah bilang kalau aku tidak ingin mengenal wanita manapun, aku tidak ingin menikah lagi," tekan Kafkha.

"Hanya sebagai ibu untuk anakmu. Kasihan Raisa, dia membutuhkan seorang ibu. Bunga sudah membantu Raisa beberapa kali, bukankah kamu juga mengatakan kalau Bunga sudah membantumu di mobil saat itu? Mama tidak menuntut kamu untuk mencintainya dan menyukainya, tapi ingat anakmu," tegas Jelita. 

Kafkha memalingkan pandangannya menjauh dari Jelita, kedua tangannya masih mencengkram erat di atas meja. 

"Pikirkan anakmu, Kafkha," kata Jelita membujuk. 

Perkataan Jelita memasuki ruang pikiran Kafkha. Ia mengakui dan membenarkan perkataan ibunya itu. Tapi, ia tidak sanggup menerima seseorang menggantikan posisi sang istri dalam hidupnya. Kafkha tidak bisa melihat wanita lain tidur disampingnya dan selalu berada di hadapannya sebagai seorang istri.

"Sekarang percayakan semuanya kepada Mama. Mama sudah memikirkannya. Mama akan kasih waktu untuk Bunga beradaptasi di sisimu dalam jangka 3 bulan. Jika dia tidak bisa, kita bisa mengakhiri segalanya dan Mama tidak akan memintamu menikah lagi," terang Jelita meyakini Kafkha. 

Jelita memiliki keyakinan kalau Bunga bisa meluluhkan hati Kafkha melalui kepribadian baiknya. Meski baru bertemu beberapa kali bersama Bunga, Jelita yakin wanita itu orang yang baik. 

"Secara tidak langsung, perkataan Mama bertujuan untuk memasukkan wanita itu dalam hidupku juga. Baiklah! Aku tidak ingin debat berulang kali mengenai ini. Aku kasih Mama kesempatan. Tapi, jika Raisa kenapa-napa seperti hari ini, jangan salahkan aku akan bertindak seperti apa yang aku inginkan. Satu lagi, aku tidak yakin dia bisa menggantikan posisi Marissa di hatiku. Sekeras apa pun kalian melakukannya, aku tidak yakin itu berhasil," balas Kafkha.

Usai Kafkha menyetujui keputusan itu, bersambut bel rumah terdengar berbunyi. Jelita tersenyum senang mendengar keputusan anaknya itu dan bertambah senang mendengar suara bel. Hatinya berkata, orang yang sudah memencet bel tersebut adalah Bunga. Wanita paruh baya itu bergegas berjalan keluar dari dapur menuju pintu rumah. Kedua tangannya membuka pintu itu selebar mungkin untuk orang yang berada di balik pintu tersebut. Dan, orang itu benar Bunga.

"Bunga. Ternyata benar itu kamu. Ayo masuk!" ajak Jelita sambil merangkul bahu Bunga berjalan menuju dapur. 

Bunga memperlambat langkah kaki setelah melihat duduk Kafkha menatapnya masuk ke dapur. Raut wajah dingin Kafkha membuat Bunga merasa keputusannya datang ke rumah itu adalah kesalahan karena mengusik ketenangan Kafkha.

Jelita menarik bangku di samping Kafkha,menyuruh Bunga duduk di samping anaknya itu. Lalu, ia duduk di bangkunya yang ada di hadapan mereka. Jelita menjadi juru bicara dari mereka berdua. Jelita memberikan penjelasan kepada Kafkha kalau Bunga bersedia menjadi ibu sambung Raisa dan menjadi istrinya, begitu juga sebaliknya. 

Kafkha dan Bunga hanya diam, tidak bicara satu kata pun. Beberapa kali mereka saling menoleh dan Bunga selalu melihat wajah dingin Kafkha. Mereka berdua sama-sama berpikir kalau hubungan itu tidak akan berjalan lancar. Tapi, ujungnya hanya bisa diam.

"Tidak ada di antara kalian yang menyelah perkataan Mama, kan? Kalian bisa menyanggahnya," ucap Jelita.

Tapi, Jelita berharap tidak ada satupun di antara mereka yang angkat bicara. Apalagi, menolak sarannya itu.

"Mama hanya perlu ingat dengan janji yang sudah Mama katakan," ujar Kafkha.

Kafkha berdiri, berjalan meninggalkan dapur tanpa makanan makanan di piringnya. Bunga memperhatikan kepergian Kafkha dengan perasaan bersalah telah mengusik ketenangan pria itu. Jelita meraih tangannya, mengajak Bunga makan dan menjelaskan tentang kepergian Kafkha yang pergi begitu saja karena operasi di rumah sakit. Padahal, Jelita tahu anaknya itu kesal.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Best Seller    Terima Kasih

    Sembilan Bulan Kemudian ….Bunga dan Kafkha duduk di salah satu bangku kosong di sebuah bioskop, mereka duduk berdampingan di bangku paling depan, berhadapan dengan layar lebar yang akan menampilkan sebuah film yang akan tayang dalam hitungan menit. Beberapa mata memperhatikan mereka dari belakang, menaruh rasa kagum kepada sepasang suami-istri jari manis dan jari kelingking itu. Baru beberapa detik Kafkha duduk, tangan pria itu mengelus perut besar Bunga, menambah mereka menjadi terbawa perasaan dan iri.“Pasangan yang serasi,” kata seorang wanita yang duduk di belakang mereka. Perkataan wanita muda itu tertangkap samar di telinga mereka, membuat Bunga sedikit malu dan salah tingkah dengan diam. “Katanya kita serasi. Menurutmu?” tanya Kafkha dengan berbisik ke telinga kanan Bunga. “Aku rasa begitu,” balas Bunga dan tersenyum lebar kepada suaminya itu. Film yang akan mereka tonton mulai. Bunga, Kafkha, dan semua pengunjung di dalam bioskop memperhatikan lakon dari pemain film itu

  • Istri Best Seller    Masa Depan Prioritas Utamaku

    Bunga menceritakan semua yang terjadi sebelum Kafkha sadar kepada suaminya itu sambil mengelus batu nisan kayu yang sementara tertancap di bagian kepala makan Stella. Kafkha mendengar jelas dengan seksama cerita istrinya itu dengan posisi masih berdiri memperhatikan makan tersebut. Tidak hanya masalah donor jantung maupun penyakit yang dialami Stella saja yang dibuka olehnya, Bunga juga ikut bercerita mengenai hubungan Marissa dan pria yang bernama Angga itu. “Ternyata ayah anak itu Angga namanya. Stella bilang, itu temanmu. Benarkah?” tanya Bunga, menoleh ke sisi kanan dengan pandangan naik. “Bukan hanya sekedar teman, dia sudah seperti saudara ku sendiri. Pantas saja,” kata Kafkha, mengingat mimpinya saat tidak sadarkan diri, ketika ia melihat Marissa bergandeng tangan bersama Angga. “Pantas apa?” tanya Bunga, sedikit penasaran. “Bukan apa-apa,” balas Kafkha, tersenyum. Bunga berdiri dan menghadap badan ke arah Kafkha. “Kamu tidak marah?” tanya Bunga dengan mata menyelidik. “

  • Istri Best Seller    Tidak Menyangka

    Bunga berdiri dari duduknya di hadapan seorang pria dan seorang wanita yang lebih tua darinya. Bunga menjabat tangan mereka secara bergantian untuk mengakhiri pertemuan kali ini sebelum akhirnya meninggal mereka di kafe tempat mereka bertemu. Siapa kedua orang yang ada di hadapan Bunga? Pria itu seorang sutradara dan wanitanya seorang produser film. “Terima kasih, Pak, Buk. Kalau begitu, saya pamit pergi. Kebetulan, mau menghadiri acara lain,” pamit Bunga dengan senyuman. Mereka yang ada di hadapan Bunga tersenyum. Keluar dari kafe tersebut, Bunga memasuki mobil Kafkha, mengemudikannya menuju tujuan keduanya setelah membicarakan perjanjian temu kemarin. Bunga datang ke salah satu perpustakaan yang cukup besar, di mana di sana sedang diadakan pertemuan antara Bunga bersama para penggemarnya melalui buku barunya yang terbit, diterbitkan oleh Kafkha secara diam-diam di belakangnya. ‘Istri Best Seller’ itulah judul buku itu. Uniknya, akhir dari tulisan itu ditulis oleh Kafkha sendiri,

  • Istri Best Seller    Surat Titipan

    Bunga mengajari Raisa melambaikan tangan kepada Lintang yang sudah berada di dalam sebuah mobil yang ada di halaman rumah. Lintang membalas lambaian tangan mereka dan mengemudikan mobil keluar dari pekarangan rumah itu dengan senyuman, tampak sudah bisa menerima kenyataan mengenai kepergian Stella yang tidak akan pernah bisa kembali lagi dalam pelukannya. Bunga melipat kecil kertas yang diberikan Lintang sebelum meninggalkan rumah itu dan menyelipkannya ke dalam saku celana kulotnya, lalu mengajak Riasa masuk. “Mulai hari ini, princes Icha akan tinggal di rumah ini ….” Bunga mempersilakan Raisa masuk.“Iya. Tapi, ini akan sulit,” kata Raisa, berlagak sedang berpikir. “Kenapa?” tanya Bunga, penasaran. “Panggil Icha dan Raisa tetap dipanggil Raisa. Nanti aku jadi bingung karena nama kami sama,” kata Raisa dengan pintarnya. “Baiklah Tuan putri,” balas Bunga dengan senyuman. Bunga menggenggam tangan Raisa dan mengajak anak itu ke kamar yang ada di samping kamar Jelita, kamar tamu it

  • Istri Best Seller    Kejutan Apa?

    Bunga dan beberapa orang berpakaian hitam berdiri mengelilingi sebuah makan yang baru saja membukit dengan banyaknya kelopak bunga mawar merah muda yang bertebaran di atasnya. Bunga yang berdiri di sisi kanan makam itu diam dalam kebisuan. Cairan bening menetes membasahi kedua pipinya dalam rasa sedih.Jelita merangkul bahu kiri Bunga dari belakang, mengelusnya pelan sambil menatap Bunga yang membuat wanita itu menoleh dan menunjukkan raut wajah sedih yang berusaha ditahan sejak tadi. "Mama ...!" panggil Raisa, histeris sambil memeluk batu nisan Stella, di mana Lintang juga melakukan hal yang sama. Hancurnya hati Bunga melihat kesedihan anak itu terutamanya. Sejak mengetahui Stella tidak bisa diselamatkan, Raisa tidak bisa diam. Memori Bunga berputar ke beberapa jam lalu, saat pertama kali dirinya mendengar kabar Stella tidak bisa diselamatkan. 'Stella tidak bisa diselamatkan.' Bunga jadi paham, catatan kematian yang dimaksud Danar bukan untuk Kafkha seperti yang dianggap Bunga se

  • Istri Best Seller    Catat Waktu Kematiannya

    Jelita yang belum berada jauh dari kamar kafkha mendengar jelas suara teriakan Bunga. Wanita paruh baya itu menghampiri Bunga dengan mengurung niat untuk mengunjungi Stella sebelumnya tanpa sepengetahuan Bunga. “Kafkha kenapa?” tanya Jelita. Danar datang bersama Risa, mereka berlari kecil menghampiri mereka dan memasuki ruangan itu dengan kecemasan. “Kalian di luar dulu. Biar kami yang tangani,” kata Risa sambil menarik kedua pintu dan menutupnya. Seorang perawat lain berlarian menghampiri mereka, bertanya kepada Bunga mengenai keberadaan Danar dengan ekspresi perawat itu tampak panik sampai napasnya terdengar ngos-ngosan, seperti baru dikejar anjing. “Di dalam. Ada apa?” tanya Bunga, penasaran. “Bu Stella, dia mencari dokter Danar. Sekarang kondisinya kritis, dia bersikeras ingin bertemu dokter Danar," kata perawat itu. "Dia berada di dalam. Biarkan Danar menangani Kafkha, dia juga membutuhkannya. Bukankah dia kanker darah? Cari dokter yang sesuai," kata Jelita, tidak ingin Da

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status