Setibanya Victor di rumah besar keluarga Alexander, kabar kecelakaan itu tidak ada yang tahu kecuali sang adik. Luis sama sekali tak mengetahui berita kecelakaan tersebut. Pria tua itu masih tenang-tenang saja kembali pada rutinitasnya."Apa kamu yakin, Kak?" tanya Regina berbisik pada sang kakak."Buktinya ada di situ semua," jawab Victor datar sembari menyerahkan ponselnya pada sang adik.Mereka berdua berbicara di taman belakang, di mana tak ada orang yang melihat dan mendengar. Regina segera melihat isi di ponsel sang kakak. Kedua matanya membolansaar menonton video. Meski tak terlalu jelas dan bahkan mobil sudah hancur, tapi ada satu ciri khas yang meyakinkannya bahwa benar itu mobil Royal, yaitu robekan gaun yang dipakai Jelita.Regina menatap sang kakak. "Kalau Royal benar-benar mati, bukankah warisan itu… tidak berlaku lagi?"Victor memotong dengan nada sinis, "Warisan tetap berlaku. Tapi kita harus merebutnya dulu sebelum Kakek tahu.""Kenapa? Bukankah bagus kalau Kakek tahu
Bunyi decitan rem mendadak dan benturan keras mengguncang jalanan yang sepi. Mobil hitam Royal menyerempet pohon besar di sisi kiri jalan, menimbulkan dentuman logam yang memekakkan telinga. Kaca jendela sebelah kanan pecah menghujani bagian dalam mobil, menyisakan suara kaca berjatuhan dan aroma logam yang tajam menyusup ke udara.Jelita menjerit tertahan, tubuhnya refleks menegang. Namun sebelum ia benar-benar panik, lengan Royal sudah melingkari tubuhnya erat dan melindungi wanita itu dari serpihan kaca. Dada Royal seolah menjadi tameng hangat yang menahan tubuh Jelita agar tak terbentur ke bangku depan. Napas Royal terengah, pundaknya terasa sakit, dan tangannya terluka terkena pecahan kaca."Kamu baik-baik saja?" suaranya parau, bergetar karena emosi yang ditahan.Jelita membuka perlahan kedua matanya yang spontan tertutup karena refleks. Tangannya terangkat, meraba wajah Royal dengan cemas. "Mas... Mas Royal, kamu nggak apa-apa? Apa ada yang luka?" tanya wanita itu panik."Aku b
Sementara itu di dalam ruangan pesta, Regina menggenggam tangan Victor dengan kuat. "Kita tidak bisa membiarkan ini begitu saja, Kak! Royal semakin sombong!" geramnya.Victor memandangi panggung kosong itu dengan tatapan gelap. "Dia memang sudah lupa dari mana dirinya berasal. Lagi pula tidak mungkin dia bisa mendirikan perusahaan raksasa seperti Infinite Corporation tanpa uang dari Kakek.""Apa mungkin dulu Om Rainer mencurinya?" tanya Regina."Entahlah. Yang pasti, dia itu hanyalah anak buangan dari seorang wanita rendahan," sahut Victor."Kakak punya rencana?" tanya Regina pelan.Victor menunduk, matanya menyipit. "Royal mungkin sukses, tapi dia punya satu kelemahan besar."Regina mengerutkan dahi. "Apa maksudmu?""Jelita," jawab Victor. "Dia satu-satunya kelemahan Royal. Wanita itu buta, tapi Royal menikahinya dan begitu melindunginya."Regina menautkan kedua alisnya. "Jangan bilang kamu tertarik pada si buta itu?"Victor tersenyum miring. "Aku memang tertarik dengan kecantikannya
Saat berbagai hinaan terlontar, Jelita tetap berdiri dengan tenang. Wanita itu menutup mata, menarik napas panjang, dan mengubah lagu menjadi versinya sendiri. Ia tidak mengikuti nada aslinya, tapi menciptakan lagu dari hatinya yang lembut dan menyentuh.Suasana pun tiba-tiba tenang. Hening. Semua orang terdiam. Tak ada tawa, tak ada bisik-bisik. Hanya suara Jelita yang merdu, bergetar penuh cinta, penuh keyakinan. Setidaknya Jelita tahu lagu ini. Lagu yang memiliki nada tinggi dan cukup sulit. Namun, wanita itu berhasil membawakannya dengan lembut dan menyentuh hati.Air mata mengalir di pipi Luis. Royal berdiri mematung, dadanya penuh rasa bangga. Tak menyangka jika istrinya yang buta dan dibuang oleh keluarganya, memiliki suara yang begitu indah seperti dewi cinta.Namun di antara tepuk tangan itu, Victor dan Regina saling menatap. Keduanya tahu, satu hal telah menjadi jelas—Jelita bukan wanita biasa, dan untuk menjatuhkannya, mereka harus membuat rencana yang jauh lebih kejam.Reg
Jelita langsung mengeratkan genggamannya pada lengan suaminya. Wanita itu terlihat tak nyaman. "Kalau mau bicara, katakan di sini saja," ucap Royal dingin. Regina menatapnya dengan perasaan tak nyaman. Tak dapat dipungkiri bahwa Royal saat ini begitu memesona dan menggoda. Tubuhnya yang tinggi dan kekar, serta wajah tampannya terlihat begitu sempurna. "Ehem!" Royal berdeham karena Regina diam. "Ah. Maaf... Tapi... Ini pembicaraan khusus perempuan," sahut Regina. "Kalau begitu aku juga ingin mendengarnya," balas Royal dengan tatapan tajam. Regina pun tak dapat membantahnya. Terpaksa gadis itu memilih pergi meninggalkan pasangan tersebut. "Kamu harus tetap hati-hati," bisik Royal. "Iya, Mas." "Pipimu masih sakit?" tanya Royal dengan penuh perhatian. "Sudah baikan, Mas. Makasih salepnya," senyuman Jelita merekah begitu indah. Pria itu pun mengajak sang istri untuk duduk di bangku yang berada pada sudut tempat pesta. Sementara itu, Regina menekuk wajahnya. Dia tampak sangat kes
Suara bentakan Royal menggema di seluruh penjuru ruang makan. Mengagetkan orang-orang yang berada di sana, termasuk para pelayan yang berdiri tak jauh dari meja makan."Edwin, katakan di mana Jelita berada," ucap Luis pada sang putra.Edwin menelan ludahnya. Namun dia tetep menjawab. "Dia kembali ke dalam kamar."Royal menajamkan kedua matanya pada keluarga sang paman. Sementara Regina menatap wajahnya dengan terkejut.'Sial! Kenapa dia jadi setampan ini?' gumamnya dalam hati. Setelah sekian lama tak bertemu dengan Royal, kini dia melihat lagi wajah anak laki-laki yang dulu sering dihina di dalam rumah tersebut.Royal mengeram pelan. Pria itu kemudian menatap sang kakek."Kakek, aku juga mau kembali. Sepertinya di rumah ini kami tidak diterima dengan baik," ujarnya tajam.Regina menelan ludahnya. Royal yang dingin dan kejam kini seolah menyebarkan amarahnya dari tekanan atmosfer yang tercipta di ruang makan. Pria itu pergi begitu saja setelah mengatakannya dan segera masuk ke dalam ka