Share

Bab 3

Author: Rizu Key
last update Last Updated: 2025-05-08 21:19:52

Pagi itu, saat sarapan, Jelita kembali duduk sendirian. Tak ada yang membantu meski dia jelas kesulitan. Bahkan para asisten rumah tangga dilarang mendekat.

"Aku bantu ya, Kak?" ucap Jeni dengan senyum palsunya.

"Biarkan saja. Dia buta, bukan lumpuh," sahut Reno dingin.

Jelita hanya menarik napas pelan. Tapi suasana berubah saat seorang ART masuk tergesa-gesa. "Maaf, Pak. Ada tamu."

"Siapa?" tanya Reno.

"Namanya Pak Zain. Katanya ingin membicarakan urusan penting dengan Anda," jawab ART itu.

Reno langsung beranjak ke ruang tamu. Di sana, seorang pria muda berjas rapi sudah duduk menunggunya.

"Selamat pagi, Pak Reno," sapa Zain sopan. "Langsung saja pada intinya, saya datang mewakili atasan saya untuk menyampaikan bahwa beliau setuju ingin membantu menyelesaikan krisis keuangan perusahaan Anda."

Mata Reno membulat. "A-Anda serius?"

Zain mengangguk. Dia adalah salah satu utusan dari seseorang yang paling berpengaruh dan disegani di kota tersebut.

"Tuan kami bersedia menutup semua kerugian perusahaan Anda. Tapi... ada satu syarat," kata Zain datar.

Reno meneguk ludahnya. "Syarat apa?"

"Beliau tertarik pada putri Anda, Jelita. Setelah melihat fotonya, beliau ingin membawanya tinggal bersama dan menikahinya."

Reno terdiam. Nilam yang baru saja mendengar percakapan itu langsung menghampiri.

"Apa maksudnya ini?" tanya sang istri dengan cemas.

"Beliau adalah utusan Pak Royal, yang akan membantu kita, Mah," jawab Reno.

Zain mengeluarkan dokumen dari map. "Ini kontraknya. Setelah Jelita menjadi istri Tuan kami, keluarga Anda tidak bisa mengambilnya kembali, dengan konsekuensi hukum jika dilanggar. Sebagai gantinya, keluarga Anda akan menerima sejumlah besar uang sesuai keinginan Anda yang akan diberikan hari ini juga."

Reno tentu saja merasa senang. Masalahnya sebentar lagi akan segera teratasi. Sementara Jelita yang mendengar semuanya dari balik dinding langsung terkejut.

"Kudengar, Pak Royal ini sudah tua dan juga sangat kejam." Jeni tiba-tiba berbisik di sebelahnya.

"Ini pasti idemu, Jeni. Sebenarnya apa maumu?" tanya Jelita geram, bahkan, rahangnya tampak mengeras.

Jeni hanya menyeringai. Lalu gadis itu membuang tongkat kakaknya dan menarik lengannya. Dia segera membawanya ke hadapan Zain.

"Jeni! Apa yang kamu lakukan? Lepas!" ronta Jelita. Kini semua mata tertuju pada kemunculan kedua gadis cantik itu.

"Pak Zain, ini kakak saya, Kak Jelita," ucap Jeni memperkenalkan kakaknya sendiri dengan sikap ramah yang dibuat-buat.

Zain mengamati gadis cantik berambut hitam panjang dan sedikit bergelombang tersebut. Kulitnya putih mulus bak porselen, wajahnya cantik alami dengan bibir merah muda ranum yang begitu manis. Bahkan kedua matanya bulat seperti boneka.

Reno segera berdiri menghampiri putrinya. "Iya, Pak Zain. Ini Jelita, putri sulung saya."

Nilam kembali terpaksa bungkam karena ancaman dari tatapan tajam suaminya.

"Kalau begitu silakan tanda tangani kontrak ini. Maka kami akan segera mengirimkan uangnya dan membawa Jelita," ucap Zain dengan tenang.

"Tidak! Aku tidak mau menikah, Pah!" tolak Jelita dengan panik. Dia sendiri juga pernah mendengar rumor yang beredar mengenai pria misterius bernama Royal ini.

Zain memandangi Jelita sebentar. "Tuan kami sudah memutuskannya, jadi Anda tidak bisa menolak."

"Tapi saya bu–"

"Terima kasih, Pak Zain. Saya akan segera menandatanganinya," potong Reno dengan sengaja.

Pria itu lalu berbisik pada Jelita, "Diamlah dan jangan katakan kamu buta sampai kamu berada di rumah Tuan Royal."

Kedua mata Jelita membulat mendengar ucapan ayahnya. Namun, dia kembali dibungkam dengan ucapan sang ayah lagi.

"Kamu harus bertanggung jawab mengganti kerugian besar perusahaan. Jadi terimalah ini," bisik Reno lagi sebelum pria itu akhirnya menandatangani surat perjanjian tersebut.

"Pah, bukankah ini seperti menjual anakmu sendiri?" lirih Nilam, namun suaranya tak cukup kuat menghentikan suaminya yang gelap mata.

"Bi, kemasi barang-barang Jelita!" teriak Reno tanpa ragu.

"Jangan! Jangan jual aku, Pah!" jerit Jelita sambil menangis.

Zain mendekat dan meraih lengan Jelita. "Kita pergi sekarang, Nona."

"Jangan sentuh aku! Aku nggak mau dijual!" isak Jelita putus asa.

Namun tak ada yang membela. Bahkan ibunya hanya bisa menangis di sudut ruangan sembari memeluk Jeni yang kembali memasang seringaian liciknya.

"Setelah ini, Jelita bukan lagi tanggung jawab keluarga ini," ucap Zain sambil membawa gadis itu keluar dari rumah yang seharusnya melindunginya.

Mobil mewah sudah menanti di depan. Tangisan Jelita memudar seiring pintu yang ditutup rapat dan mobil melaju membawa hidupnya yang tak lagi sama.

Dengan tubuh yang masih gemetar dan air mata yang belum kering di pipinya, Jelita terdiam sepanjang perjalanan. Ia duduk di kursi belakang mobil mewah, ditemani Zain yang hanya sesekali meliriknya lewat kaca spion kecil. Di sisi lain, sopir pribadi mereka menyetir dengan tenang, seakan tidak terjadi apa pun.

Setibanya di sebuah gerbang besar berwarna hitam legam, mobil itu melambat. Gerbang terbuka otomatis, memperlihatkan rumah bergaya modern yang luas dan mewah—tapi bagi Jelita, tempat itu akan menjadi penjara untuknya.

Mobil berhenti di depan pintu utama. Zain turun lebih dulu, lalu membukakan pintu untuk Jelita. Gadis itu tidak bergerak.

"Ayo, Nona," ucap Zain dengan nada lembut tapi tegas.

Jelita masih diam. Dia tak bisa melihat apa pun.

"Nona?" ulang Zain lagi sembari mengulurkan tangannya.

"Saya buta," jawab Jelita lirih.

Zain menaikkan kedua alisnya. Dia tentu saja terkejut mendengar pengakuan tersebut. Pria itu tetap tenang sembari menarik napas panjang. Dia kemudian meraih tangan Jelita dengan hati-hati. "Saya akan membimbing Anda."

Dengan langkah berat, Jelita akhirnya turun dari mobil. Hatinya penuh dengan ketakutan akan apa yang menantinya di dalam. Mereka masuk ke dalam rumah yang terasa terlalu sunyi dan dingin. Langkah mereka bergema di lantai marmer, melewati lorong panjang menuju sebuah ruang kerja besar.

Di sanalah pria yang dikabarkan sudah tua dan kejam itu menunggu. Pria misterius yang akan menjadi suami Jelita.

"Permisi, Tuan. Nona Jelita sudah tiba," ucap Zain dengan sopan. Pria itu menuntun Jelita masuk.

Tubuh Jelita pun menegang saat genggaman baru saja dilepas. Atmosfer di dalam sana terasa lebih dingin dan menekan dibandingkan sebelumnya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 80

    "Ada apa, Sayang?" tanya seorang pria yang bersamanya."Ah. Nggak ada apa-apa. Aku mau ke toilet sebentar.""Baiklah, Jen. Aku akan menunggumu," sahut pasangan Jeni, Dion."Iya. Sebentar saja, kok," sahut Jeni sembari mengecup singkat pipi Dion dan menyambar tas tangannya.Wanita cantik yang mengenakan gaun selutut berwarna merah maroon, rambut diikat ekor kuda, serta tubuhnya yang tinggi semampai membuat penampilannya terlihat begitu sempurna. Namun ia menutupi wajahnya dengan sapu tangan karena menyadari keberadaan kamera pengawas di beberapa sudut restoran.Wanita itu tak lantas pergi ke kamar kecil. Ia memilih berjalan menuju ke tempat di mana Royal tadi datang. Dan benar saja, saat menoleh keluar, ia terpaku karena di balkon, sosok kakaknya duduk seorang diri. Menikmati langit malam dengan nuansa penuh romantis yang manis."Kak Lita...." bisiknya, menahan napas. Kedua tangannya tergenggam erat.Lalu pandangannya tertuju pada seorang pelayan yang mendorong troli. Pelayan wanita it

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 79

    "Kita sebenarnya mau ke mana, Mas? Apakah ada jamuan makan malam dengan klien?" tanya Jelita."Bukan. Aku mau mengajakmu makan malam sekaligus kencan," jawab Royal sembari tersenyum lembut.Jelita ikut tersenyum dan segera memeluk suaminya. "Benarkah begitu?""Iya. Ayo kita berangkat sekarang. Tom sudah menunggu di bawah," ajak Royal yang kemudian menggendong tubuh ramping Jelita dan mereka turun menggunakan lift.Malam itu Royal sudah bersiap dengan setelan tuxedonya. Sementara Jelita juga sudah mengenakan gaun indah warna hitam dengan rok panjang berbelahan sampai ke lutut. Wajahnya pun dirias begitu cantik dengan bantuan Bi Jum.Mereka berdua segera menuju ke pusat kota, berhenti di depan sebuah restoran Italia bergaya klasik. Mungkin jika Jelita bisa melihat, wanita itu akan senang dan bisa menikmatinya. Namun Royal tak mempermasalahkan hal itu. Ia hanya ingin istinya menikmati makan malam romantis bersamanya.Bangunan bata merah dengan jendela lengkung besar dan balkon luas di la

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 78

    Ponsel Jelita berdering dari dalam tas kecilnya. Wanita itu segera meraih tasnya dan mengambil ponsel tersebut. Dari nada deringnya, ia tahu bahwa suaminya yang menelepon."Sebentar, Mah. Mas Royal nelfon," ujarnya."Ya. Angkatlah. Dan sebaiknya kamu segera beri tahu suamimu soal ini," ujar Nilam sembari mengusap lembut lengan putrinya.Jelita mengangguk. Lalu wanita itu memencet tombol karet berwarna hijau. Nilam pun mengamati putrinya."Halo, Mas? Ada apa?" tanya Jelita."Jelly, kamu masih di tempat Mamah?" tanya pria itu dari ujung panggilan."Iya, Mas. Aku masih sama Mamah. Kenapa?" Jelita bertanya balik."Aku sedang dalam perjalan ke sana menjemputmu.""Baiklah. Aku akan menunggu Mas Royal di sini," jawab Jelita."Ya."Panggilan berakhir. Jelita menggenggam ponselnya. "Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Nilam cemas.Jelita menggeleng pelan. "Nggak ada, kok, Mah. Tapi... Kalau Mas Royal tahu Jeni sudah dibebaskan, aku khawatir Mas Royal marah," ujarnya.Nilam menggenggam tangan put

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 77

    Wanita muda itu mengenakan atasan satin tipis dan rok mini. Reno menghela napas dalam diam. Dalam hati, ada amarah yang berkecamuk. Tapi dia membiarkannya. Karena menurut pria itu, Jeni memang sudah banyak membantunya selama ini."Jeni...." panggil Reno pelan. "Kamu benar-benar tidak tahu di mana ibumu sekarang?"Jeni membalikkan tubuhnya. Ia tampak santai di luar, namun ada sedikit jeda sebelum menjawab."Tentu saja aku nggak tahu, Pah," ucapnya datar. "Aku bahkan belum bertemu Mamah lagi sejak saat itu...."Nada suaranya tenang, tetapi matanya tidak bisa menyembunyikan kegelisahan. Reno memperhatikan itu, tapi memilih tak mengungkitnya."Baiklah kalau begitu," gumamnya pelan, sembari menunduk. "Papah cuma khawatir kalau... Jelita dan suaminya yang menemukannya."Mendengar nama kakak dan kakak iparnya langsung membuat tubuh Jeni seketika menegang. Kedua tangannya yang tadi bersandar di pinggangnya kini mengepal erat. Ia mencoba mengatur ekspresi wajahnya aga

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 76

    Saat pesta belum usai, Reno berjalan ke luar gedung perusahaannya –mantan perusahaannya. Pria itu kembali ke dalam mobil, duduk diam di sana untuk menenangkan diri."Pak, kita mau ke mana?" tanya sang sopir."Pulang!" jawab Reno ketus."Baik, Pak."Mobil sedan hitam itu menyusuri jalanan kota dengan tenang, melaju meninggalkan perusahaan yang tidak akan bisa dia datangi lagi seenaknya. Di dalamnya, Reno duduk di kursi belakang dengan wajah masam. Tatapannya kosong menatap ke luar jendela, tapi pikirannya penuh sesak. Suara tepuk tangan dan sorak sorai dari aula tadi masih terngiang di telinganya. Putri sulungnya , Jelita, berdiri di atas panggung dengan kepala tegak, menyatakan dirinya sebagai penerus perusahaan.Jelita yang kini mengambil alih perusahaannya, justru membuat Reno senang karena mulai saat itu, ia tak akan menanggung kerugian besar yang telah terjadi. Akan tetapi, Reno merasa ada yang mengganjal selama ini, sesuatu yang mengusiknya. Reno gelisah, bukan karena kehilangan

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 75

    Jelita melangkah masuk dengan tenang, meski jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Di sampingnya, Royal berjalan dengan gagah, tubuh tegapnya mendampingi sang istri seolah menjadi benteng pelindung untuknya. Sorot mata pria itu tajam namun hangat, sesekali melirik wanita buta di sisinya yang tampak anggun mengenakan gaun putih keemasan.Kilau lampu gantung menyinari kehadiran mereka. Gaun Jelita yang menjuntai elegan seperti menyihir mata para tamu undangan. Tatapan-tatapan terkejut, bisik-bisik pelan, dan gumaman kebingungan mulai terdengar memenuhi aula yang mewah itu."Itu Bu Jelita, kan? Anaknya Pak Reno?" bisik salah satu wanita paruh baya kepada temannya."Iya, kamu benar... sudah lama sekali dia nggak kelihatan. Katanya kecelakaan dan buta, tapi kenapa bisa ada di sini?""Terlebih lagi, siapa pria di sampingnya itu? Apakah itu suami Bu Jelita? Bukan Pak Niko lagi?""Pak Reno nggak pernah cerita kalau Bu Jelita sudah menikah.""Kamu benar. Kabar pernikahan yang terseba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status