Share

Bab 4

Author: Rizu Key
last update Huling Na-update: 2025-05-10 11:41:19

Suasana ruangan itu sunyi, mencekam, hanya terdengar deru pelan dari mesin pendingin udara yang menghembuskan udara dingin ke seluruh ruangan. Lampu gantung besar menggantung dari langit-langit menyinari ruang kerja dengan cahaya temaram, menciptakan kesan yang elegan dan juga mewah. Sementara lantai ruangan itu sama seperti ruangan yang lainnya yang terbuat dari marmer hitam mengkilap.

Di tengah ruangan itu, seorang pria duduk tenang di kursi kulit hitam megah, membelakangi jendela tinggi yang tertutup tirai tebal. Siluetnya tampak tegas, dingin, memancarkan aura kekuasaan yang tak terbantahkan. Setelan jas hitam yang membalut tubuh tingginya berpadu sempurna dengan kemeja abu-abu, membuatnya terlihat semakin misterius.

"Nona, silakan melangkah dua langkah ke depan." Suara Zain terdengar jelas namun pelan, membimbing Jelita dengan nada hati-hati.

Jelita menelan ludah. Ia meremas roknya lebih erat. Tanpa tongkat bantunya, dia tentu saja kesulitan. Kemudian dia melangkah seperti yang diperintahkan. Suara langkah sepatunya bergema pelan di lantai, langkah yang berat, ragu, dan perlahan. Kini gadis itu berdiri hanya dua meter dari sang pria misterius.

Pria itu mengangkat wajahnya, menatap lurus ke arah Jelita. Wajahnya sebagian tertutup bayangan, namun sinar lampu menyinari kedua matanya yang tajam seperti belati.

"Ini... dia?" tanya pria itu dengan suara dalam, berat, dan dingin.

Zain mengangguk. "Ya, Tuan. Ini Nona Jelita Maharani Wijaya, putri sulung dari keluarga Wijaya."

Jelita tertegun. Ia mengenali suara itu. Bukan karena mengenal siapa pemiliknya, tapi karena suara itu terlalu muda untuk menjadi pria tua yang dirumorkan. Dan justru itulah yang membuat segalanya makin mengintimidasi.

'Mengapa suaranya tidak terdengar seperti kakek-kakek?' batinnya bergolak. Tapi aura yang dipancarkan sang pria begitu dingin, tajam, menusuk, seperti seorang pemimpin kelompok rahasia.

"Nona, di hadapan Anda adalah Tuan Royaldio Chao Alexander, pemilik rumah ini," jelas Zain kemudian. Namun Jelita memilih diam dengan wajah yang menghadap lurus ke depan.

Royal bangkit perlahan dari kursinya. Posturnya tegak, langkahnya mantap, dan setiap langkahnya menciptakan tekanan udara yang semakin berat dirasakan Jelita.

"Apa kamu tahu mengapa kamu ada di sini?" tanyanya datar, namun begitu dingin.

"S-sa-saya...." suara Jelita patah-patah. Dia menggigit bibirnya, gemetar ketakutan berhadapan langsung dengan pria yang kini menggenggam nasibnya.

Royal menyipitkan mata. "Bagaimana kamu tidak tahu?" Tatapannya lalu beralih cepat ke arah Zain.

"Maaf, Tuan... tapi saya tidak setuju dijual...." lirih Jelita akhirnya, mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya untuk berbicara. Suaranya bahkan nyaris tak terdengar.

"Bukan dijual. Akulah yang membelimu," potong Royal tajam. "Jadi jiwa dan tubuhmu adalah milikku."

Kata-kata itu seolah menghantam dada Jelita seperti palu. Ia ingin membantah, tapi suara Royal lebih kuat dari pikirannya.

"Ta-tapi saya bukan barang ...."cicit Jelita.

Royal berjalan makin dekat. Tubuhnya kini hanya berjarak beberapa jengkal. Udara di antara mereka menjadi semakin tipis. Tatapannya menusuk tajam ke wajah Jelita yang pucat, sama sekali tak menatapnya atau pun menunduk.

"Aku tidak akan memperlakukanmu seperti barang selama kamu tidak melawan."

Gadis itu mengeratkan gigi. Kedua tangannya saling menggenggam erat. "Kenapa... kenapa Anda membeli saya? Saya tak punya apa-apa.... Dan saya... saya buta."

Seketika, suasana menegang. Royal terdiam. Matanya menatap Jelita lebih tajam, tapi wajahnya tetap tanpa ekspresi.

"Buta?" bisiknya lirih, seperti tak percaya. Ia menoleh cepat ke arah Zain. "Bagaimana bisa dia buta?"

Zain menunduk dalam. "Saya juga baru mengetahuinya saat menjemputnya, Tuan. Mohon maafkan saya...."

Royal mengepalkan kedua tangannya. Otot di rahangnya mengeras. Tak ada yang tahu, apakah itu kemarahan atau kekecewaan. Namun Zain tak berani menatapnya.

Sementara itu, Jelita merasakan hawa panas dari kemarahan pria itu. Tubuhnya menegang, seolah kapan saja Royal bisa menerkamnya.

Namun tiba-tiba ...

"Ah!" pekik Jelita saat tubuhnya diangkat begitu saja dari lantai marmer.

"Tu-Tuan?" napasnya memburu. Dia mencoba meronta, tapi cengkeraman Royal begitu kuat, mengangkatnya hanya dengan satu tangan.

Royal tidak berkata apa-apa. Dia membawa Jelita keluar dari ruang kerja. Setiap langkahnya menggema. Gadis itu terus meronta-ronta minta dilepaskan. Namun sayangnya Royal tidak mau menurutinya dan membawanya naik ke lantai dua.

Ting!

Suara dentingan logam mengejutkan Jelita. Dia cukup familiar dengan suara tersebut.

'Lift?' gumam Jelita dalam hati.

Saat dentingan kedua terdengar, Jelita kembali merasakan tubuhnya bergerak. Jelita sudah diam, namun dia mencoba menganalisis sekitar dengan inderanya yang lain. Aroma logam, udara dingin, dan bau parfum pria itu bercampur menjadi satu dalam hidung Jelita. Ia merasakan aroma maskulin yang samar-samar seperti familiar.

'Tunggu, aroma ini sepertinya tidak asing, tapi …' gumamnya lagi. Namun, pikirannya langsung buyar ketika tubuhnya dilempar begitu saja ke atas kasur yang empuk.

"Tu-Tuan...?" Jelita mencoba duduk, namun tubuhnya segera ditekan kembali.

"Kenapa kamu buta?" tanya Royal dingin.

Pertanyaannya terdengar seperti tuduhan, menyalahkan, dan mengintimidasi. Hal ini membuat Jelita nyaris menangis.

"Maaf ... Jika Anda menyesal, Anda bisa mengembalikan saya. Atau ... tolong kirimkan saja saya ke yayasan ...." cicit gadis itu terdengar putus asa, tanpa menjawab pertanyaan Royal dengan semestinya. Suaranya bergetar ketakutan.

"Kamu pikir uang yang aku keluarkan untuk membelimu itu sedikit?" sinis Royal tajam. Membuat nyali Jelita semakin ciut. "Jawab, kenapa kamu bisa buta?"

"Sa–saya kecelakaan," jawab Jelita terbata. "Ja–jadi, apa Tuan akan mengembalikan saya?"

Royal menunduk menatap wajahnya. Lalu kedua matanya menangkap dua tahi lalat yang mencolok pada leher jenjang Jelita. Matanya menyipit tajam.

"Tidak. Aku sudah membelimu. Maka kamu harus menjadi istriku dan lahirkan anak untukku," bisiknya seperti perintah.

Jelita menahan napas. Kata-kata itu tentu saja tak bisa ia terima. Namun dia tak bisa menjawab dan hanya bisa menggigit bibir bawahnya.

"Mulai sekarang, kamu akan tinggal di sini. Jangan coba-coba kabur. Sekali saja kamu mencoba... aku akan patahkan kakimu," bisik Royal sebelum akhirnya melangkah keluar dari kamar.

Pintu ditutup. Dengan Jelita yang tampak syok.

Dan di balik pintu itu, Royal mengambil ponsel lalu menelepon seseorang, "Siapkan pernikahan untukku. Segera!"

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 80

    "Ada apa, Sayang?" tanya seorang pria yang bersamanya."Ah. Nggak ada apa-apa. Aku mau ke toilet sebentar.""Baiklah, Jen. Aku akan menunggumu," sahut pasangan Jeni, Dion."Iya. Sebentar saja, kok," sahut Jeni sembari mengecup singkat pipi Dion dan menyambar tas tangannya.Wanita cantik yang mengenakan gaun selutut berwarna merah maroon, rambut diikat ekor kuda, serta tubuhnya yang tinggi semampai membuat penampilannya terlihat begitu sempurna. Namun ia menutupi wajahnya dengan sapu tangan karena menyadari keberadaan kamera pengawas di beberapa sudut restoran.Wanita itu tak lantas pergi ke kamar kecil. Ia memilih berjalan menuju ke tempat di mana Royal tadi datang. Dan benar saja, saat menoleh keluar, ia terpaku karena di balkon, sosok kakaknya duduk seorang diri. Menikmati langit malam dengan nuansa penuh romantis yang manis."Kak Lita...." bisiknya, menahan napas. Kedua tangannya tergenggam erat.Lalu pandangannya tertuju pada seorang pelayan yang mendorong troli. Pelayan wanita it

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 79

    "Kita sebenarnya mau ke mana, Mas? Apakah ada jamuan makan malam dengan klien?" tanya Jelita."Bukan. Aku mau mengajakmu makan malam sekaligus kencan," jawab Royal sembari tersenyum lembut.Jelita ikut tersenyum dan segera memeluk suaminya. "Benarkah begitu?""Iya. Ayo kita berangkat sekarang. Tom sudah menunggu di bawah," ajak Royal yang kemudian menggendong tubuh ramping Jelita dan mereka turun menggunakan lift.Malam itu Royal sudah bersiap dengan setelan tuxedonya. Sementara Jelita juga sudah mengenakan gaun indah warna hitam dengan rok panjang berbelahan sampai ke lutut. Wajahnya pun dirias begitu cantik dengan bantuan Bi Jum.Mereka berdua segera menuju ke pusat kota, berhenti di depan sebuah restoran Italia bergaya klasik. Mungkin jika Jelita bisa melihat, wanita itu akan senang dan bisa menikmatinya. Namun Royal tak mempermasalahkan hal itu. Ia hanya ingin istinya menikmati makan malam romantis bersamanya.Bangunan bata merah dengan jendela lengkung besar dan balkon luas di la

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 78

    Ponsel Jelita berdering dari dalam tas kecilnya. Wanita itu segera meraih tasnya dan mengambil ponsel tersebut. Dari nada deringnya, ia tahu bahwa suaminya yang menelepon."Sebentar, Mah. Mas Royal nelfon," ujarnya."Ya. Angkatlah. Dan sebaiknya kamu segera beri tahu suamimu soal ini," ujar Nilam sembari mengusap lembut lengan putrinya.Jelita mengangguk. Lalu wanita itu memencet tombol karet berwarna hijau. Nilam pun mengamati putrinya."Halo, Mas? Ada apa?" tanya Jelita."Jelly, kamu masih di tempat Mamah?" tanya pria itu dari ujung panggilan."Iya, Mas. Aku masih sama Mamah. Kenapa?" Jelita bertanya balik."Aku sedang dalam perjalan ke sana menjemputmu.""Baiklah. Aku akan menunggu Mas Royal di sini," jawab Jelita."Ya."Panggilan berakhir. Jelita menggenggam ponselnya. "Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Nilam cemas.Jelita menggeleng pelan. "Nggak ada, kok, Mah. Tapi... Kalau Mas Royal tahu Jeni sudah dibebaskan, aku khawatir Mas Royal marah," ujarnya.Nilam menggenggam tangan put

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 77

    Wanita muda itu mengenakan atasan satin tipis dan rok mini. Reno menghela napas dalam diam. Dalam hati, ada amarah yang berkecamuk. Tapi dia membiarkannya. Karena menurut pria itu, Jeni memang sudah banyak membantunya selama ini."Jeni...." panggil Reno pelan. "Kamu benar-benar tidak tahu di mana ibumu sekarang?"Jeni membalikkan tubuhnya. Ia tampak santai di luar, namun ada sedikit jeda sebelum menjawab."Tentu saja aku nggak tahu, Pah," ucapnya datar. "Aku bahkan belum bertemu Mamah lagi sejak saat itu...."Nada suaranya tenang, tetapi matanya tidak bisa menyembunyikan kegelisahan. Reno memperhatikan itu, tapi memilih tak mengungkitnya."Baiklah kalau begitu," gumamnya pelan, sembari menunduk. "Papah cuma khawatir kalau... Jelita dan suaminya yang menemukannya."Mendengar nama kakak dan kakak iparnya langsung membuat tubuh Jeni seketika menegang. Kedua tangannya yang tadi bersandar di pinggangnya kini mengepal erat. Ia mencoba mengatur ekspresi wajahnya aga

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 76

    Saat pesta belum usai, Reno berjalan ke luar gedung perusahaannya –mantan perusahaannya. Pria itu kembali ke dalam mobil, duduk diam di sana untuk menenangkan diri."Pak, kita mau ke mana?" tanya sang sopir."Pulang!" jawab Reno ketus."Baik, Pak."Mobil sedan hitam itu menyusuri jalanan kota dengan tenang, melaju meninggalkan perusahaan yang tidak akan bisa dia datangi lagi seenaknya. Di dalamnya, Reno duduk di kursi belakang dengan wajah masam. Tatapannya kosong menatap ke luar jendela, tapi pikirannya penuh sesak. Suara tepuk tangan dan sorak sorai dari aula tadi masih terngiang di telinganya. Putri sulungnya , Jelita, berdiri di atas panggung dengan kepala tegak, menyatakan dirinya sebagai penerus perusahaan.Jelita yang kini mengambil alih perusahaannya, justru membuat Reno senang karena mulai saat itu, ia tak akan menanggung kerugian besar yang telah terjadi. Akan tetapi, Reno merasa ada yang mengganjal selama ini, sesuatu yang mengusiknya. Reno gelisah, bukan karena kehilangan

  • Istri Buta Kesayangan Bos Besar   Bab 75

    Jelita melangkah masuk dengan tenang, meski jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Di sampingnya, Royal berjalan dengan gagah, tubuh tegapnya mendampingi sang istri seolah menjadi benteng pelindung untuknya. Sorot mata pria itu tajam namun hangat, sesekali melirik wanita buta di sisinya yang tampak anggun mengenakan gaun putih keemasan.Kilau lampu gantung menyinari kehadiran mereka. Gaun Jelita yang menjuntai elegan seperti menyihir mata para tamu undangan. Tatapan-tatapan terkejut, bisik-bisik pelan, dan gumaman kebingungan mulai terdengar memenuhi aula yang mewah itu."Itu Bu Jelita, kan? Anaknya Pak Reno?" bisik salah satu wanita paruh baya kepada temannya."Iya, kamu benar... sudah lama sekali dia nggak kelihatan. Katanya kecelakaan dan buta, tapi kenapa bisa ada di sini?""Terlebih lagi, siapa pria di sampingnya itu? Apakah itu suami Bu Jelita? Bukan Pak Niko lagi?""Pak Reno nggak pernah cerita kalau Bu Jelita sudah menikah.""Kamu benar. Kabar pernikahan yang terseba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status