Sarana tidak menyangka jika malam itu Aarav akan langsung berangkat bekerja. Sebenarnya Aarav juga tidak ingin langsung bekerja. Ia begitu lelah dan menjadikan perbikahan sebagai alasan yang membuatnya beristirahat lebih lama di rumah. Namun Aarav tidak bisa menghabiskan waktu sehariannya bersama Serena saja karena itu akan membuatnya bosan. Wanita itu tidak pernah memiliki obrolan yang bagus seperti yang biasa ia bicarakan dengan Evelyn. Lagipula ia tidak mau menghabiskan waktunya hanya untuk berdiam diri di rumah saja. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kantor.Aarav bahkan tidak peduli pada anggapan pegawai-pegawainya yang bertanya-tanya kenapa bosnya datang ke kantor lebih awal dari jadwal yang sudah ditentukan. Terserah saja. Aarav tidak pernah menganggap omongan orang lain sebagai beban. Ia tidak peduli Setelah mengangkat koper koper berat itu ke lantai dua, Serena menata baju-baju Arav ke dalam lemari utamanya. Seperti yang suaminya itu perintahkan, Serena mengambil jas p
Aarav melangkahkan kakinya masuk ke dalam lobi perusahaan besar yang telah membesarkan nama menjadi nama belakangnya. Ia cukup mencolok daripada pegawai dan direksi yang lain. Karena selain tampan, Aarav juga termasuk atasan yang sangat rapi dan elegan. Seolah wajah dan penampilannya menunjukkan betapa tinggi posisinya di perusahaan ini.Berapa orang yang bertemu dengannya langsung membungkukkan badan sebagai tanda bahwa mereka menghormati Aarav sebagai atasannya. Dan sama seperti biasa, pria itu hanya membalas dengan anggukan singkat. Ia langsung masuk ke dalam lift yang membawanya ke lantai utama tempat di mana ruangannya berada. Sebuah ruangan mewah dengan desain interior yang menampilkan sisi elegan itu adalah ruangannya. Aarav duduk di kursi kerjanya, lantas letakkan kotak makan beserta dengan air mineral itu ke atas meja. Setelah sekian lama Aarav memandangi kotak makan tersebut. Bau manis dan gurih menguar, membuat perutnya keroncongan.Aarav menekan intercom yang langsung men
Serena tersenyum menata rumahnya yang bersih, rapi, dan wangi. Ia baru saja menyelesaikan pekerjaan rumah yang tepat pukul setengah enam sore bersamaan denhan mobil Aarav yang terdengar memasuki garasi. Serena langsung bergegas menghangatkan makanan yang sudah ia masak barusan. Wanita itu tersenyum lebar saat menyambut Aarav yang masuk ke dalam rumah. Ia bahkan sempat menyambut Aarav dan membukakan pintu untuk pria itu sedetik sebelum suaminya mengetuk pintu. "Kau sudah pulang?" sapanya. Aarab tidak menjawabnya Ia hanya melawati Serena tanpa meliriknya sedikitpun. Lantas menghentikan bahu, tidak peduli. Namun Serena tetap tidak menyerah. "Bagaimana di kantor? Apakah semuanya berjalan dengan baik?"Aarav meletakkan tas kantornya sembarangan di atas sofa ruang tamu. Dan Serena langsung memungutnya. Mendapati pertanyaan seperti itu, Aarav membalikkan badannya dengan jengah. 'Serena kenapa kau bertanya-tanya? Aku sedang lelah!"Serena mengerjapkan matanya dengan bingung. "Oh kau lelah
Mendapati kalimat semacam itu, Serena hanya diam dia membiarkan Aarav yang perlahan naik ke atas tempat tidur dan mulai memejamkan mata. Ia tahu Aarav tidak akan membiarkannya tidur di sampingnya. Lalu di manakah ia akan tidur malam ini?Aarav yang seolah menyadari kebingungan Serena menatap wanita itu dengan tajam. "Kenapa kau diam di situ? Apa kau juga ingin tidur di sampingku?"Serena tidak menjawab. Aarav berdecih. Pria itu memasukkan tangannya pada celana. "Kau pikir, akan ada malam yang indah di antara kita berdua? Kau berpikir bahwa aku akan menyentuhmu malam ini? Jangan bodoh, Serena. Kau tahu tipe wanita yang ku sukai, jadi jangan pernah bermimpi untuk bisa mendapatkan hatiku. Aku tidak akan pernah menyentuhmu dan aku tidak tertarik padamu!"Serena yang mendapati kalimat itu hanya bisa diam di tempat. Ia terpaku seolah tidak bisa bergerak." Lalu di mana aku akan tidur?""Kau tidur saja di lantai. Ini, pakailah selimut dan bantalnya!" kata Aarav sembari melemparkan selimut te
Seusai makan, Aarav langsung minum air putih. Dan tanpa membersihkan piring, pria itu melangkahkan kakinya berniat untuk langsung istirahat. Merasa tidak ada yang perlu dibicarakan dengan suaminya lagi, Serena tidak mencegah kepergian Aarav. Kemudian Serena menatap piring kotor yang pria itu tinggalkan di atas meja makan. Sepertinya pria itu memang menganggapnya sebagai pembantu. Buktinya pria itu meninggalkan semua barang-barangnya sembarangan. Tas kerja, handuk basah, dan sekarang piring kotor...Serena membiarkan pria itu menaiki tangga namun selang beberapa waktu Aarav kembali lagi ke hadapannya. "Ah ya Serena, besok ada investor yang akan berkunjung ke rumah ini. Aku memintamu memasak makanan yang enak untuk menjamu tamuku."Serena mengangkat alisnya. "Investor siapa?"Aarav mendesah. "Kau ini ingin tahu saja!"Serena yang dibentak sedemikian rupa hanya bisa diam. Tidak mau membiarkan Serena ingin tahu dan penasaran, akhirnya Aarav kembali mengatakan. "Dia adalah rekan kerjaku
Keesokan hari nanya Serena terbangun dengan kepala yang berat. Selain karena kelelahan akibat begadang semalam, Ia juga merasa sedikit pusing. Iaa terbangun lalu mengusap matanya dan menyadari bahwa ia sedang berada di kamar. Eh kamar?Siapa yang memindahkannya kemari?Seingatnya semalam ia dari tidur di atas meja makan. Rasanya tidak mungkin juga Serena berjalan sendirian tanpa sadar, lalu naik ke atas tempat tidur. Apakah Aarav yang memindahkannya? Eh tapi omong-omong di mana pria itu?Pandangan Serena mengedar ke sekeliling ruangan. Matahari masih belum memunculkan sinarnya. Ia dikagetkan oleh sesosok tubuh besar yang sedang meringkuk di sofa kamar. Serena membulatkan mata. Kenapa Aarav tidur di situ dan kenapa Serena malah tidur di atas ranjang yang seharusnya ditempati pria itu?Celaka! Pria itu pasti akan marah jika tahu Serena tidur di sini sementara pria itu harus kedinginan di sofa sana. Serena segera bergegas mendekati Aarav yang masih terpejam. Ia meraih selimut yang barus
"Silakan masuk, Mr. Rudolf!" seru Aarav mempersilakan seorang pria berusia akhir empat puluhan tahunan itu untuk masuk ke dalam rumahnya. Ditemani dengan empat orang yang bertugas sebagai asisten dan pengawal pribadi pria itu, ia masuk ke dalam rumah Aarav. Pria itu berbicara dengan bahasa campuran logatnya juga sedikit berbeda dari kebanyakan orang."Terima kasih untuk sambutannya, Mr Dominic." Jawa pria itu. Saat memasuki ruang tamu, Mr Rudolf terdiam sepersekian detik dan menetap ke atas. Melihat desain rumah yang begitu futuristik. Mau tidak mau ia terpukau juga. "Rumah anda sangat bagus dan asri."Aarav tersenyum. "Ini adalah kado pernikahan yang sudah dipersiapkan ibu saya dari jauh-jauh hari," jawabnya. "Ah, begitu... Kalau begitu anda harus memperkenalkan saya pada Mrs. Dominic. Dia pasti sangat cantik dan hebat sehingga bisa menaklukkan hati anda!" gumamnya penuh senyum. Aarav tersenyum. Dalam hati ia berdoa semoga Serena tidak menunjukkan gelagat yang menunjukkan bahwa ia
Mr Rudolf terus memperhatikan Serena yang kembali bersama dengan Aarav. Wanita itu menyiapkan makanan di meja makan. Mr Rudolf menyadari jika Serena memang terlihat sangat cantik. Baju yang ia pakai memang tidak bagus. Tapi dibalik kesederhanaan itu Mr Rudolf melihat kecantikan dari seorang wanita yang berada di atas rata-rata. Wanita itu terlihat banyak menunduk selama menyiapkan makanan. Sementara Mr. Rudolf menatapnya dengan tatapan yang intens. Ia benar-benar menyukai Serena. Dari wajahnya hingga lekuk tubuhnya yang begitu sintal. Wanita itu terlihat menggoda. Ia jadi berpikir bagaimana bisa Mr. Dominic tinggal bersama dengan pembantu secantik dia? Apakah tidak ada sedikit keinginanpun untuk melakukan hal aneh pada pembantunya ini? "Oh ya omong-omong, di mana istri anda, Mr. Dominic?" tanya Mr. Rudolf. Belum sempat Aarav menjawab, Serena sudah membuka mulutnya. Ia sangat kesal pada kalimat Aarav tadi. Pria itu seolah malu memiliki istri sepertinya. "Nyonya sedang berada di luar