Share

Bab 2

"Aku mimpi kamu selingkuh?"

Bak disambar petir tepat mengenai jantungnya, secara perlahan Raka menurunkan kedua tangannya dari wajah Hanny, wajahnya cerahnya seketika berubah menjadi pucat pasi.

"Kamu nggak beneran selingkuh, 'kan?"

Raka yang tiba-tiba bingung harus merespon apa hanya bisa tertawa hambar, lantas menyugar rambut tebalnya yang masih basah kebelakang.

"Selingkuh? Ya enggak lah, Sayang. Bagaimana bisa aku menyelingkuhi perempuan lucu, imut dan menggemaskan seperti istriku ini … hmmm?" dalih pria itu pada akhirnya, tangannya kembali bergerak mencubiti pipi chubby milik sang istri, tak peduli dengan sang empu yang sudah merintih karena kesakitan.

"Udah malem, kita istirahat ya! Kasihan si utun pasti lelah." Pria itu kembali bersuara, lantas menata bantal agar terasa nyaman, dan segera membantu Hanny untuk merebahkan dirinya.

Ia pun dengan cepat turut berbaring dan mendekap pinggang ramping milik sang istri, kepalanya sengaja ia sembunyikan pada curuk leher milik Hanny, membiarkan aroma mint menguar menyapa indra penciumannya.

Hanny sendiri hanya diam dengan perasaan yang masih dibuat berantakan, layaknya sebuah kaset rusak, kejadian tadi siang terus berputar pada otaknya. Hatinya terasa sesak dengan air mata yang terus menerobos hendak keluar, tetapi sebisa mungkin wanita yang tengah hamil muda itu menahan semuanya. Ia tidak ingin gegabah dan lebih memilih untuk mengikuti alur yang telah dipersiapkan suaminya.

"Kamu jangan pernah tinggalin aku, ya!" 

Suara serak itu kembali terdengar di tengah heningnya malam, bersamaan dengan Raka yang semakin mengeratkan pelukannya kepada sang istri, seakan tengah menyalurkan rasa rindu dan khawatir yang mendalam.

Hanny pun memiringkan kepalanya dengan mata yang sedikit berembun ia menatap wajah tampan milik Raka, sembari mengulum senyum tangannya bergerak lembut mengusap tangan kekar Raka yang masih setia memeluknya.

Bagaimana bisa, Mas … kamu berujar seperti itu, sedangkan kenyataannya, kelakuan kamu sendiri yang menyuruhku untuk pergi

****

"Pagi, Sayang," Raka yang baru saja tiba di meja makan, langsung memberikan kecupan singkat pada kening sang istri, yang tentu langsung dibalas dengan senyuman manis yang khas oleh wanita itu.

"Kamu mau sarapan pakai apa?" Kini giliran Hanny yang bertanya, wanita itu sedikit mendongak, menatap Raka yang masih setia berdiri di sampingnya.

"Apa aja, yang penting makannya sama kamu," balas Raka disertai kekehan di akhir kalimat. 

"Dasar gombal, udah mau punya anak juga, masih aja kayak abg," decak wanita itu, sembari mencubit kasar perut Raka, membuat sang empu merintih menahan sakit.

"Sakit sayang!" rengeknya dengan wajah yang dipoles se melas mungkin, " Lagian akutu lagi gak gombal, aku beneran!" sambungnya, masih dengan bibir yang dibiarkan maju layaknya bebek, yang justru terlihat sangat lucu dimata bumil itu.

Hanny yang tak kuasa menahan tawa, akhirnya tertawa singkat, sebelum kemudian tangan mungilnya bergerak pelan mengusap bekas cubitan di perut Raka. "Utututu … sakit? Maafin ya? Aku tadi emang sengaja kok!"

"He'em, sakit banget, maunya dipeluk, bukan diusap-usap!" 

Tanpa aba-aba Raka langsung menarik tubuh mungil Hanny untuk masuk ke dalam dekapannya, wanita itu pun dengan senang hati turut melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Raka, perlahan matanya terpejam saat merasakan usapan lembut yang Raka berikan pada punggungnya.

Sejenak ia melupakan segala rasa sakit yang terus menghantui pikirannya. Bukannya bodoh, hanya saja wanita itu tahu langkah tepat yang harus diambil untuk menyelesaikan ini semua.

"Kamu hari ini pulang cepat, 'kan?" gumam Hanny, yang masih menyembunyikan wajahnya di perut rata milik Raka. 

Tidak ada jawaban, kecuali helaan nafas panjang yang terdengar cukup berat, sontak hal itu membuat hanny melepaskan dekapannya dan menatap Raka dengan semburat penuh kekecewaan.

"Ada meeting lagi?" 

Meski berat, Raka tetap mengangguk. Lantas pria itu berjongkok tepat di hadapan Hanny yang tengah duduk manis di atas kursi, tangannya bergerak cepat membingkai wajah lesu yang istrinya tampilkan saat ini.

"Hey, jangan sedih dong! Kan cuma hari ini. Besok janji deh bakal pulang cepet," bujuk pria itu, matanya sama sekali tak lepas dari wajah Hanny, tidak bisa dipungkiri wajah wanita dihadapannya ini bisa dibilang mendekati sempurna.

Matanya, berwarna hazel yang begitu unik, kedua bola mata itu juga tampak begitu tajam, yang mampu menangkap detail-detail terkecil dalam kehidupan sehari-hari. Namun, juga memiliki kemampuan untuk melebur menjadi dua permata berkilau yang menawan. Ditambah bulu matanya yang lentik, dengan elegan membingkai mata itu, memberikan pesona ekstra pada pandangan penuh kehangatan dan kelembutan. Mereka seperti jendela ke dalam jiwa yang tulus dan lembut, sejernih kristal yang mengundang siapapun yang memandang untuk terpaku.

Bibirnya, ranum dan menggoda, menyiratkan pesona alami yang tak terhindarkan. Mereka memancarkan keinginan dan kelembutan, seperti sehelai bunga yang mengundang untuk dicium, dan sejajar dengan senyumnya yang selalu mengembang manis.

"Janji!" seru Hanny dengan mengangkat jari telunjuknya tepat di wajah Raka. Melihat itu membuat senyum puas tercetak pada bibir Raka , lantas pria itu turut menautkan jari telunjuknya menjadi satu dengan milik Hanny.

Hanny yang tampak semakin melebarkan senyumannya, berhasil memunculkan kembali kelenjar aneh yang turut mengalir dalam darah Raka, secara sadar pria itu mengikis jarak antar keduanya, bahkan kini dahi dan hidung nya sudah menempel tepat di wajah sang istri, Hanny  yang paham akan sinyal penuh hasrat itu, turut menyatukan bibir keduanya, dan saat itu juga ia merasakan kelembutan yang nyaman saat bibir Raka berhasil menyentuh bibirnya, menciptakan kilatan gairah yang memenuhi ruangan.

Raka reflek menahan tengkuk sang istri dengan sebelah tangan, dan secara perlahan ia melumat bibir sexi itu, sehingga keduanya berhasil saling bertukar saliva. Dalam detik-detik tersebut, Hanny merasakan kehangatan dan cinta yang meluap dari dalam dirinya, sementara Raka merasakan kebahagiaan dan keinginan yang tak terbendung. Sebelum akhirnya Raka yang lebih dulu melepaskan ciumannya saat dirasa istrinya itu mulai kehabisan nafas. 

"I'am so happy!" gumama Raka yang masih setia menatap wajah Hanny, yang sudah memerah karena menahan malu.

Lantas keduanya saling menatap dengan intens, dan seperdetik setelahnya sepasang suami istri itu saling tertawa dengan renyah, sebelum akhirnya dengan berat hati Hanny harus melepaskan kepergian suaminya untuk bekerja. 

"Hati-hati dijalan, Mas!" teriak Hanny saat mobil hitam yang ditumpangi sang suami mulai menjauh dan berakhir hilang di antara tikungan jalan.

Lantas wanita itu memincingkan matanya, tangannya bergerak pelan menyentuh bibirnya yang sedikit membengkak, kemudian ia terkekeh sebelum akhirnya memutuskan untuk bergerak cepat menuju ruang kerja milik Raka.

Secara perlahan, tangannya bergerak lincah membuka satu per satu dokumen yang tertumpuk di sana, berusaha sekuat tenaga untuk tidak merubah sedikitpun posisi benda yang ada di sekitarnya. Saking fokusnya, ia bahkan tidak menyadari jika tangannya menyenggol beberapa tumpukan map yang tertata rapi.

"Bitch!"

Wanita itu berdecak, lalu berusaha dengan hati-hati menata dan mengembalikannya ke tempat semula. Namun, matanya kembali menyipit saat menangkap gambar yang tampak familiar di sampul salah satu dokumen.

Tanpa ragu, ia segera membuka isi map itu, dan benar saja, tebakannya sama sekali tak meleset. Kini, ia telah menemukan apa yang telah dicarinya sejak tadi. Membuat senyum licik langsung terekspos di bibir indahnya.

"Devina Anggraeni,"  gumamnaya disertahi kekehan tak bersahabat.

"Saya akan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milik saya!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status