“Mas, kamu yakin cinta sama aku ‘kan?” gumam seorang wanita cantik bersurai sebahu, yang kini tengah berada di atas pangkuan seorang pria berahang tegas dengan wajah yang proposional.
Tangan wanita itu bergerak lembut, mengusap tengkuk Raka. Berniat untuk kembali mebangunkan gairah pria berusia 27 tahun, yang bernotaben sebagai atasannya saat ini.
Raka pun hanya mengangguk sebagai jawaban, lantas terkekeh ringan, tatkala tangan sang sekretaris mulai bergerak turun, melepas setiap kancing kemeja putih yang tengah dikenakannya.
“Bukankah lebih terlihat menarik jika seperti ini, Sayang?”
Devina semakin menatap takjub dada bidang milik sang pria, lantas tangannya kembali bergerak untuk membelainya dengan lembut, yanh secara tak langsung hal kecil itu berhasil membuat desiran aneh mengalir deras di darah Raka.
“Akh, sial,” Raka yang tak mampu lagi menahan gairah dalam dirinya, tanpa sengaja mengumpat, membuat sang sekretaris terlonjak kecil dan reflek menatap wajah tampannya.
“Bagaimana bisa aku menyia-nyiakan wanita sepertimu!” Seperti tak ingin membuang waktu, Raka yang kini sudah membingkai wajah Devina, tanpa aba-aba langsung melahap rakus bibir merah merona yang terlukis indah di sana.
Esapan demi esapan begitu ia nikmati, bersamaan dengan kedua tangannya yang turut bergerak liar, meremas daging-daging yang tampak menonjol di tubuh Devina.
“Lakukan semaumu, Sayang!” papar Devina lagi, sebelum akhirnya turut membalas ciuman penuh hasrat itu.
Di antara keduanya, tidak ada yang ingin mengalah, justru mereka terlihat tengah berlomba memberi kepuasan antara satu sama lain, seakan tengah menyalurkan rasa cinta yang teramat dalam, tanpa mengingat bahwa hubungan mereka hanyalah hubungan terlarang.
Tidak sampai di sana, ciuman Raka yang sudah mulai turun ke bagian yang lebih agresif itu, membuat sang empu menggigit bibir bagian bawahnya sendiri, tatkala merasakan rasa sakit dan kenikmatan bercampur jadi satu.
Suara desahan yang terus terucap, dan terdengar merdu itu, membuat samg pria semakin menggila saat melakukan aktivitasnya. Sedangkan pemilik tubuu sudah menggeliat hebat, layaknya cacing kepanasan.
“Kamu menyukainya, Sayang? Lakukanlah, aku tidak akan menahannya!” Wanita itu terus saja mengerang dengan kedua tangan yang sudah mulai menjambaki rambut Raka.
Raka yang memang sudah terbuai, hingga lupa diri, mulai mengangkat tubuh indah milik sekretaris, bak bayi koala yang nemplok di tubuh bagian depan. Membawanya ke tempat yang lebih nyaman demi melepaskan semua hasratnya.
Namun, sebelum benar-benar membawa wanita itu menuju ruangan yang biasa digunakan untuk merehatkan diri. Raka sedikit berjalan mundur, lantas kakinya menenendang kasar pintu ruangan yang terlihat sedikit terbuka. Membuat wanita yang entah sejak kapan sembunyi di sana terlonjak kaget, hingga membanting rantang yang sebelumnya ia bawa.
‘Gila kamu, Mas!’ batinnya mulai berteriak.
Akan tetapi, sebisa mungkin wanita bersurai indah dengan mata hazel yang menawan itu, membekap mulutnya sendiri, mencoba menahan isak tangis yang meronta ingin keluar.
‘Kamu brengs*ek, aku benci kamu!’
Nyatanya air mata tak mampu lagi Hanny tahan, ia membiarkan cairan bening itu menerobos pertahannya. Bersamaan dengan kakinya yang turut melemas, bahkan untuk menopang tubuhnya sendiri rasanya sudah tidak sanggup. Hingga akhirnya tubuh yang bergetar hebat itu merosot, menyatukannya dengan ubin yang dingin.
Detik berikutnya, hatinya semakin terasa dicabik-cabik oleh benda tajam, dan jantungnya berdegup lebih cepat, saat samar-samar telingganya kembali menangkap suara lengkuhan penuh kenikmatan yang saling bersahutan dari dalam sana.
Sekarang, wanita mana yang tidak hancur, melihat suaminya sendiri bermesraan dengan wanita lain? Wanita mana yang akan tinggal diam, jika suamianya sudah melakukan hal tidak senonoh hingga menodai janji suci pernihakannya sendiri?
Tidak ada! Jadi jangan harap Hanny akan tinggal diam melihat kelakuan bejat suami yang dicintainya itu. Bahkan kini, dengan kasar ia menyapu bercak air dari wajahnya.
Lantas, dengan gerakan perlahan ia menunduk, menatap perut kecilnya yang mulai membuncit dan mengusapnya dengan lembut berulang kali. “It’s okay, Sayang. Bunda janji kamu tidak akan kehilangan siapapun.”
Wanita itu terus bermonolog, seakan tengah menguatkan sebuah janin kecil yang tengah Tuhan titipkan kepadanya. Namun, detik berikutnya tatapan yang semula sayu itu, kini berubah menjadi bengis dan penuh dendam menatap kosong ke arah depan.
“Wanita jalang!”
Dengan dada yang bergemuruh hebat, tangannya turut mengepal kuat di kedua sisi tubuh, hingga suara kekehan yang terdengar menyeramkan mulai menggema di lorong yang sepi itu.
“Teruntuk kalian, memang bukan sekarang. Tapi, lihat saja, siapa yang kalah nantinya.”
****
Detik terus berlalu, mengubah menit menjadi jam. Sang mentari pun telah tenggelam, berganti dengan bulan purnama yang bersinar terang, mengiringi sebuah mobil hitam yang mengkilat memasuki pekaran rumah yang terlihat megah.
Jika hari-hari sebelumnya, Hanny akan langsung antusis berlarian kecil dan berdiri di ambang pintu untuk menyambut kedatangan sang suami. Maka, tidak untuk malan ini.Wanita itu lebih memilih untuk bersembunnyi di antara selimut dan sprei yang tebal, tetapi nyatanya benda itu masih belum mampu menghangatkan hatinya yang tiba-tiba terasa dingin.
"Aku bersumpah akan membalas perbuatan kalian. Wanita itu harus mendapat karma secepatnya!”
Hingga suara ketukan, disambung pintu yang perlahan terbuka, berhasil menampilkan seorang pria jangkung, berwajah tampan. Setelah melepas jas, juga menaruh tas kerja bawaannya, kini ia kembali berjalan guna menemui wanita yang tengah tertidur pualas di atas ranjang.
Pria itupun berjongkok, guna menyamakan tubuh keduanya, lantas ia usap lembut surai indah yang istrinya miliki.
“Sayang? Udah tidur ya!” gumamnya sepelan mungkin, membuat sang empu menggeliat tak nyaman, lantas merubah posisinya menjadi menghadap Raka sepenuhnya
Hal itu, membuat Raka yang terlampau gemas dengan pipi chubby sang istri, lebih leluasa untuk mengabsen wajah Hanny menggunakan kecupan. Mulai dari kening, hidung, pipi, dan terakhir, ia sengaja menahan kecupan di bibir merah ranum milik Hanny dengan tempo yang cukup lama.
Membuat mata yang awalnya terpejam, terbuka sempurna, kemudian terkekeh singkat saat sang suami mengakhiri aktivitasnya.
“Eung! Kamu udah pulang?” tanya Hanny dengan suaranya yang serak, khas orang bangun tidur, tak lupa tangannya turut bergerak membelai wajah tampan Raka.
Raka sendiri hanya membalasnya dengan anggukan kecil, lantas dengan sigap membantu sang istri yang hendak merubah posisi tubuhnya agar bisa duduk sempurna di hadapannya.
“Kamu gimana di rumah? Aman kan?” celetuk Raka yang kini sudah duduk bersila di atas lantai, tepat di hadapan Hanny yang duduk di atas ranjang.
Kini giliran Hanny yang mengangguk. Tak lupa, wanita itu kembali memksa kedua sudut bibirnya untuk membentuk lekungan indah, yang tercetak sempurna di wajah cantiknya. Raka yang selalu berhasil dibuat gemas, segera berdiri dan menangkup pipi Hanny, kemudian memberikan beberapa ciuman pada pipi chubby itu.
"Mas, kamu bau. Mandi sana!" usir Hanny dengan nada dibuat seketus mungkin. Reflek Raka menciumi beberapa bagian tubuhnya sendiri, sebelum kembali menatap Hanny dengan memincinkan sebelah matanya.
Bau-bau gini kamu tetep sayang aku, 'kan?" goda pria itu yang ternyata langsung menabrakkan tubuhnya pada Hanny, karena kuranganya keseimbanagn membuat sang wanita, langsung terbating ketas kasur yang empuk.
"Mas, sana cepet!" pekik Hanny pada akhirnya, membuat Raka mau tidak mau mengakhiri prosesi pelukannya.
Sebelum benar-benar beranjak, pria itu kembali berjongkok, kini wajahnya tepat berada di depan perut Hanny, lantas ia tersenyum dengan sumringah, tangannya bergerak pelan mengusap perut yang saat ini tengah tertanam bibitnya.
"Sayang! Kamu jagain Bunda ya, jangan nakal-nakal. Ayah mandi dulu, nanti kita main bareng lagi, oke!" Setelah selesai berucap, pria itu jadi terkikik sendiri, hal ini memang sering ia lakukan sepulang kerja, meskipun janin di dalam sana mungkin belum bisa mendengarnya.
Kemudian Raka mencium singkat perut itu, dan kembali berdiri dengan menggengam kedua tangan Hanny. "Kamu istirahat lagi ya! Aku mandi dulu."
Masih dengan senyuman yang terlukis indah, Hanny pun mengangguk, lantas mendorong pelan tubuh Raka untuk segera menjauh darinya.
Ya seperti itulah kelakuan Raka, suka sekali berdrama dan manja-maja setiap mau mandi.
Namun, kali ini tidak ada lagi senyuman yang mengiringi langkah pria itu saat menuju kamar mandi. Wanita itu membuang senyum palsu yang sejak tadi ia tunjukan, matanya semakin memburam dengan nafas yang terdengar berat saat mengikuti punggung kokoh yang telah hilang ditelan jarak.
Detik berikutnya ia menunduk, tangannya mengusap pelan perutnya, bersamaan dengan itu suara isakan mulai terdengar dari bibir ranumnya. Kali ini, Hanny sama sekali tidak menahan air matanya untuk terjun bebas.
Tak pernah sekalipun terbesit dalam pikiran nya, seorang Raka yang selalu bucin, ternyata telah bermain api dibelakang nya. Hati istri mana yang tidak sakit saat ia tengah mengandung, justru suaminya tengah bermain gila dengan sekretarisnya sendiri.
Isakan yang semakin terdengar menyayat hati itu, membuat Raka buru-buru keluar dari kamar mandi, dengan hanya menggunakan celana pendek, pria itu berlari dan langsung menarik tubuh Hanny untuk masuk ke dalam rengkuhannya.
"Kamu kenapa, ada yang jahatin kamu?" tanya Raka yang terlihat begitu panik, ia sengaja membingkai wajah Hanny, guna melihat keadaan wanita itu.
Ingin sekali rasanya Hanny mengangguk dan langsung menempeleng wajah Raka, tetapi hal itu, segera ia urungkan, dan lebih memilih untuk menggeleng, yang justru membuat Raka menyerngit bingung. "Terus, kamu kenapa?"
Hanny yang sudah mulai meredakan isakan tangisnya, kini mengerjapkan kedua matanya berulang kali aaat menatap Raka. Lantas wanita itu menghembuskan nafas, sebelum akhirnya menjawab,
" Aku baru inget, tadi aku mimpi kamu selingkuh."
"Aku mimpi kamu selingkuh?" Bak disambar petir tepat mengenai jantungnya, secara perlahan Raka menurunkan kedua tangannya dari wajah Hanny, wajahnya cerahnya seketika berubah menjadi pucat pasi. "Kamu nggak beneran selingkuh, 'kan?" Raka yang tiba-tiba bingung harus merespon apa hanya bisa tertawa hambar, lantas menyugar rambut tebalnya yang masih basah kebelakang. "Selingkuh? Ya enggak lah, Sayang. Bagaimana bisa aku menyelingkuhi perempuan lucu, imut dan menggemaskan seperti istriku ini … hmmm?" dalih pria itu pada akhirnya, tangannya kembali bergerak mencubiti pipi chubby milik sang istri, tak peduli dengan sang empu yang sudah merintih karena kesakitan. "Udah malem, kita istirahat ya! Kasihan si utun pasti lelah." Pria itu kembali bersuara, lantas menata bantal agar terasa nyaman, dan segera membantu Hanny untuk merebahkan dirinya. Ia pun dengan cepat turut berbaring dan mendekap pinggang ramping milik sang istri, kepalanya sengaja ia sembunyikan pada curuk leher milik Hanny
“Surprize!”Raka yang tengah fokus berkutat dengan layar komputernya, harus terlonjak kaget tatkala mendapati seorang wanita sudah berdiri di hadapannya dengan menampilkan seulas senyum yang nampak indah.Dalam keadaan masih terkejut, tak urung Raka tetap berdiri guna menghampiri wanita cantik dengan pakaian pressboddy yang semakin mempertontonkan keelokan tubuhnya.“Hay, apa yang membuatmu kesini, hmm?” tanya Raka setelah berhasil memeluk tubuh sang sekretaris dan membawa kepangkuannya.“Bukankah nanti malam kita akan menghabiskan waktu bersama?” sambungnya, sembari terus mendaratkan kecupan pada wajah Devina.Devina yang merasa geli, hanya bisa terkikik. Lantas tangannya pun turut bergerak guna membelai rahang tegas pria itu, sembarai merengek bak seorang bocah, “ Aku hanya merindukanmu, Mas. Dan untuk saat ini, menunggu waktu malam itu masih sangat lama.” Akan tetapi, detik berikutnya ia berhasil dibuat terkesiap saat tanpa sengaja netranya menangkap sesuatu yang cukup familiyar b
“Jangan! Kamu di sini aja, ada yang harus aku omongin sama kamu!”Suara Hanny yang tampak tegas itu, membuat Devina gugup hingga susah payah menelan salivanya sendiri. Beruntung Raka yang cepat sadar turut melangkahkan kaki guna mendekati kedua wanita itu.Lantas secara perlahan ia menarik tangan Hanny dan mengenggamnya, “Biarin Devina pergi, Sayang. Toh urusannya sama aku juga udah selesai.”Bukannya menurut, Hanny justru berdecih kesal. Kemudian dengan bersedekap dada ia mulai menatap Raka juga Devina secara bergantian.“Kamu kenapa sih, Mas? Khawatir banget kayaknya! Aku tu cuma mau ngomong sama Devina, bukan mau nerkam dia!” sungut Hanny yang kini sudah kembali menatap Raka penuh tanya.“Ada yang kalian sembunyiin ya, dari aku?” sambungya bersamaan dengan kedua matanya yang sengaja disipitkan saat menatap sang suami.“Nggak ada!” Raka yang menggeleng, segera me
Dalam balutan malam dengan cahaya remang-remang dari decorative lighting yang berada di pojok ruang tamu. Netra Hanny melirik ke arah jarum jam, yang ternyata sudah berada tepat di angka 11. Namun, kedua netra hazelnya masih enggan untuk sekedar di tutup.“Ayo dong dek, kita tidur ya!” lirih wanita itu dengan mengelus perutnya sendiri, mencoba untuk menenagkan janin yang entah mengapa terus bergerak sejak tadi.“Ayah pulangnya masih lama lo, nanti kamu kecapean, tidur sekarang ya!” sambungnya dengan menghela nafas lelah, tetapi juga bahagia dalam satu waktu.Karena tubuhnya yang merasa lelah saat terlalu lama duduk, akhirnya ia memutuskan untuk berdiri sembari berjalan mondar mandir di samping sofa. Dan untuk saat ini, entah mengapa ia benar-benar ingin memeluk dan mencium wangi woody dari tubuh suaminya yang tak kunjung pulang itu.“Kamu kemana sih, Mas. Jam segini belum juga pulang?” Entah sudah kali beberapa decakan yang sama itu terus keluar dari mulut Hanny, hingga membuatnya ke
Pagi menyapa dengan embun yang menghiasi daun dan bunga. Di kejauhan, matahari mulai timbul, menerangi langit dengan warna-warni indahnya. Semua tampak begitu segar dan penuh harapan.Begitu pula dengan keluarga kecil yang saat ini tengah duduk bersama di meja makan, di sana ada Raka yang tengah asik menuang madu ke dalam mangkuk yogurt, juga Hanny yang juga sibuk meratakan selai coklat pada roti bakar di tangannya, sebelum kemudian ia letakkan pada piring milik sang suami.“Makasih, Sayang,” gumam Raka yang langsung melahap roti tersebut, membuat Hanny tersenyum senang."Oh iya, Mas. Kamu beli parfum baru?"Hanya dengan satu kalimat pertanyaan, Raka sudah dibuat tersedak, sementara dengan sigap tangan kirinya menepuk pelan dada bidangnya, saat merasakan roti yang baru saja ia kunyah tiba-tiba tersangkut di tenggorokan. Kali ini, Hanny hanya diam dan terus menatap setiap pergerakan Raka tanpa mau membantu."P-parfum? Nggak ada deh
"Ada acara apa nih, pelukan gak ajak-ajak."Kehadiran Bachtiar membuat kedua insan yang masih setia berpelukan, segera mengakhiri aktivitasnya. Lantas keduanya serempak menoleh ke sumber suara."Lah, Bachtiar. Kok lo bisa masuk?" tanya Tania yang reflek melebarkan pupil matanya, menatap tajam ke arah Bachtiar.Bachtiar sendiri hanya menghembuskan nafas berat, menatap sahabatnya itu dengan tatapan jengah. "Tu lihat pintu lo!"Tania pun menoleh, menatap arah pandang yang Bachtiar tunjukan, sebelum akhirnya kembali menatap pria itu dengan menunjukan deretan gigi-gigi putihnya."Makanya, jangan ceroboh. Pintu itu ditutup, bukan malah dibuka selebar jidat lo!" Bachtiar yang memang terkenal rese, menyentil jidat Tania, membuat sang empu mengaduh kesakitan.Namun, pria itu sama sekali tak peduli, karena ia lebih tertarik untuk turut bergabung, dan duduk di samping Hanny yang masih sibuk mengusap bercak air dari pipi chubbynya. "Lo gak papa, '
"Lo ngapain, sih? Pake acara pindah apartemen segala?" Di sepanjang jalan Tiar terus menggerutu kesal, tetapi tak urung kakinya tetap melangkah mengikuti pergerakan Tania, dengan sebuah kardus besar yang berisi barang-barang wanita itu di dalam rengkuhannya. "Ya terserah gue, dong! Orang kaya mah bebas. Lagipula gue bosen di sana!" jawab Tania asal ceplos, lantas ia kembali berjalan setelah pintu lift terbuka. Besarnya kardus yang ia angkat, sedikit menyusahkan netra sipitnya untuk melihat dengan benar, hingga tanpa disadari seorang wanita dari arah berlawanan, tengah berjalan tergesa dan berakhir mereka berdua saling menabrak. Kardus yang Tania bawa terjatuh, dan menumpahkan semua isinya, sedangkan kedua wanita itu saling tersungkur ke atas lantai. Tiar yang menyaksikan adegan itu, dengan cepat meletakkan barang bawaannya, lantas bergegas membantu Tania untuk berdiri. "Lo nggak papa?" tanya Tiar yang saat ini tengah memutar tubuh
Dengan mata yang masih terpejam dalam larutnya malam, Devina semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh kekar milik Raka. Pria itu sendiri yiba-tib terobangun, lantas menyerngit guna menyesuaikan intensitas cahaya yang ada di ruangan tersebut.Tubuhnya sedikit tersentak, tatakala melihat jam rolex yang melingkar indah di pergelangan tangannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia segera beranjak dan kembali memakai setelan kemeja yang sempat ia lepas sebelumnya. “Shit! Bisa-bisanya ketiduran di sini!” decak Raka mengumpati dirinya sendiri. Dan hal itu berhasil membangunkan Devina dari tidur panjangnya.“Kamu mau kemana, Mas? Buru-buru banget. Nggak mau nemenin aku malem ini?” gumam Devina dengan suara serak khas orang bangun tidur.Raka sendiri yang masih sibuk merapikan kemeja nya, hanya menoleh sekilas tanpa mau membalas, membuat Devina yang masih setengah sadar segera beranjak dan melingkarkan kedua tangannya pada pinggang sang pria, membiarkan aroma maskulin yang hangat memenuhi ind