Share

Bab 3

“Surprize!”

Raka yang tengah fokus berkutat dengan layar komputernya, harus terlonjak kaget tatkala mendapati seorang wanita sudah berdiri di hadapannya dengan menampilkan seulas senyum yang nampak indah.

Dalam keadaan masih terkejut, tak urung Raka tetap berdiri guna menghampiri wanita cantik dengan pakaian pressboddy yang semakin mempertontonkan keelokan tubuhnya.

“Hay, apa yang membuatmu kesini, hmm?” tanya Raka setelah berhasil memeluk tubuh sang sekretaris dan membawa kepangkuannya.

“Bukankah nanti malam kita akan menghabiskan waktu bersama?” sambungnya, sembari terus mendaratkan kecupan pada wajah Devina.

Devina yang merasa geli, hanya bisa terkikik. Lantas tangannya pun turut bergerak guna membelai rahang tegas pria itu, sembarai merengek bak seorang bocah, “ Aku hanya merindukanmu, Mas. Dan untuk saat ini, menunggu waktu malam itu masih sangat lama.” 

Akan tetapi, detik berikutnya ia berhasil dibuat terkesiap saat tanpa sengaja netranya menangkap sesuatu yang cukup familiyar bagi wanita dewasa seperti dirinya.

Tanpa mau menunggu, wanita itu segera mengusap bibir Raka yang benar saja, terdapat sedikit bercak warna pink yang tertempel di sana. “Kamu—”

“Hanya kecupan singkat, sebagai tanda perpisahan pagi ini,” sanggah Raka cepat, tak ingin membuat mood sang sekretaris berantakan pagi ini.

Namun, telat. Devina sudah lebih dulu memalingkan wajahnya dari Raka, kemudian berdecih tanda tak suka. 

“Sayang, jangan marah dong!” bujuk pria itu dengan membingkai wajah Devina, memaksa si wanita untuk kembali menatap wajah tampannya. 

“Jangan marah, ya? Aku bahkan bisa melakukannya lebih baik jika denganmu!” Raka terus saja membujuk, tetapi Devina hanya diam, tak terpengaruh sedikitpun. Dan hal itu membuat Raka meraup wajahnya, merasa frustasi.

“Lihat mata aku!” pintanya yang kini sudah memegang kuat bahu Devina. Sang empu sendiri hanya menukikkan sebelah alisanya tanpa mau membuka suara.

Lagi dan lagi, hembusan nafas jengah kembali Raka keluarkan, “Kamu tau aku ngelakuin itu demi siapa?”

“Demi kamu, Sayang! Karena hanya dengan ini, Hanny nggak akan menaruh curiga kepadaku. Dan itu akan membuat hubungan kita berjalan dengan sempurna,”

Mendengar itu, tak urung membuat Devina menerbitkan sedikit senyuman, meski tidak kentara tetapi Raka berhasil menangkapnya.

“Apa kamu mau bukti?” cicit Raka yang kini sudah menaik turunkan alisnya mencoba menggoda.

karena tak kunjung mendapat jawaban,.juga Devina yang masih terus bungkam. Membuat Raka semakin gencar menggoda wanita itu.

Seperti halnya sekarang, tanpa basa basi pria itu langsung mengikis jarak antar keduanya, bahkan kini wajah keduanya sudah tak lagi berjarak. 

“Gimana, Sayang. Kamu mau aku kasih tanda bukti di mana? Di sini?” Raka menggantungkan ucapannya, dengan senyuman menggoda ia meletakkan telunjuknya di bibir tebal Devina.

“Atau di–”

Ucapan serta perlakuan Raka yang begitu manis, membuat sang sekretaris tak mampu lagi menahan amarahnya agar hinggap lebih lama. Ya! Ucapan Raka berhasil meluluhkan hati yang sudah mengeras karena api cemburu itu.

Tanpa mau menunggu sang pria melanjutkan ucapannya, Devina sudah lebih dulu menarik tekuk Raka guna menempelkan bibir keduanya.

“Aku yang akan lebih dulu melakukannya, Sayang!” bisik Devina penuh gairah, sontak merubah ruangan ber AC itu menjadi lebih panas dari sebelumnya.

Mendengar tutur kata yang cukup lembut itu, berhasil membangunkan kembali hasrat liar seorang Raka daneswara dari rehatnya. 

Tanpa permisi, tangan Raka mulai bergerak nakal menjajahi aset di tubuh Devina. Dan senyuman tipis berangsur melebar tatakala pria itu mendapati wajah sang wanita yang tampak menikmati perlakuan manisnya saat ini. 

“Your happy?” gumam Raka tepat di wajah wanita itu, dan dengan antusis tinggi Devina mengangguk, bersamaan dengan kedua tangannya yang mulai bergelantung manja di leher Raka.

“Yeah, i’am so happy. My boss!” 

Namun, baru saja wanita itu hendak mengecup bibir Raka, suara ketukan berhasil menggagalkan rencananya. Masih dalam posisi yang tak berubah sedikitpun, keduanya reflek berdecak, dan menatap tajam ke sumber suara.

“Bitch! Penganggu!” kelakar Devina, sebelum akhirnya kembali menatap Raka, seakan meminta jawaban siapa yang kiranya datang di waktu makan siang seperti ini.

Raka yang masih setia menatap pintu masuk, sama sekali tak menggubris wanita di hadapnnya.

"Mas Raka. Kamu masih di dalam, ‘kan?”

Hingga suara yang terdengar, setelah suara ketuakan itu berhasil membuat keduanya reflek menatap tajam satu sama lain, dengan pikiran yang juga sama-sama melayang jauh entah kemana. 

Sedangkan di luar sana, Hanny terus mengetuk pintu tanpa jeda. Sebenarnya ia bisa saja langsung masuk, tetapi wanita pemilik senyum sedamai langit itu memilih untuk tetap di luar sebelum Raka menyahutinya.

Bukan apa-apa, hanya saja ia belum siap jika harus kembali melihat kejadian tidak senonoh layaknya tempo hari. Dan ia juga sangat yakin bahwa di dalam sana, Raka tidaklah seorang diri, melainkan bersama sekretaris gatelnya.

Namun, karena tak kunjung mendapat jawaban, membuat wanita itu merasa bksan, lantas segera menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum kembali di hembuskan. 

“Aku masuk, ya!”

Bersamaan dengan suara knop pintu yang diputar, Raka reflek mendorong tubuh Devina untuk turun dari pangkuannya, begitu juga Devina. Wanita itu dengan sigap langsung berdiri dan kembali merapikan beberapa kancingnya yang terlepas.

“Sekretaris Devina, anda di sini juga?” Dengan ekspresi yang dibuat seterkejut mungkin, pertanyaan itulah yang pertama kali hanny lontarkan, membuat sang empu yang tengah menunduk perlahan mendongak.

“I-iya, kebetulan tadi saya sedang mengantarkan berkas penting yang harus pak Raka tanda tangani!” jawab wanita itu dengan sedikit menyungingkan senyuman, lantas kembali menatap lurus sepasamh hells yang ia kenakan.

Hanny sendiri hanya ber oh ria, seakan percaya dengan alibi murahan itu, walaupun sebenarnya di dalam sana, hantinya sudah remuk berkeping-keping. Apalagi saat melihat baju yang sudah awut-awutan dari kedua orang di hadapannya.

Raka yang juga merasa tidak nyaman dengan keadaan di sekitarnya, memutuskan untuk mengikis jaraknya dengan sang istri, berniat untuk merengkuh tubuh wanita hamil itu.

“Sayang! Tumben ke sini nggak ngabarin aku dulu? ‘Kan kalau kamu mgomong aku bisa jemput tadi!” 

Namun, Hanny sama sekali tak merespon ucapan suaminya, bahkan wanita itu juga langsung mleset pergi sebelum Raka berhasil merengkuh tubuhnya. Sepertinya wanita itu lebih tertarik dengan Devina yang masih setia menatap sepasang sepatunya sendiri.

“Bagaimana kabar anda ibu Devina? Sepertunya sudah lama kita tak berjumpa?” seru Hanny, dengan senyuman yang mengembang sempurna tepat di hadapan Devina.

Devina yang sadar jika dirinya tengah di tatap, segera mendongak, tak lupa ia juga menerbitkan seulas senyum yang tampak sempurna di bibir merah meronanya. “Saya baik, lalu bagaiamana dengan anda?”

“Ya, seperti yang kamu lihat sekarang! Saya juga lebih dari kata baik,” jawabnya sengaja di lebih-lebihkan, lantas ia kembali mendekat ke arah Raka dan tanpa aba-aba langsung mencuri kecupan dari bibir sang suami.

Raka yang mendapat serangan dadakan itu, sedikit melebarkan pupil matanya, tetapi tak urung ia tetap membalas kecupan itu dengan membawa Hanny masuk kedalam dekapannya.

Melihat itu, tentu berhasil membuat Devina langsung terbakar api cemburu, dengan gigi yang bergemeletuk hebat, wanita itu meremas kuat telapak tangannya sendiri, sebekum akhirnya berdehem, membuat dua pasang netra lain menatap penuh ke arahnya.

“Maaf, saya hanya ingin pamit keluar!”

Hannya yang melihat pergerakan Devina, segera menahan pergelangan tangan wanita itu. Membuat sang empu reflek menatap ke arahnya. 

“Jangan! Di sini aja, ada yang perlu saya omongin!” 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status