Keesokan harinya, Freya perlahan mulai terbangun. Dengan tubuh yang masih lemas bahkan rasa mualnya malah semakin menjadi-jadi apa lagi saat di pagi hari. "Aduh, gawat. Mana hari ini banyak pekerjaan di kantor, tapi kondisi tubuhku seperti tidak memungkinkan," keluh Freya seraya memijat kening. Damian yang belum berangkat kerja pun, kini lelaki itu sengaja memastikan keadaan sang istri terlebih dahulu.Tok...tok.."Nona Freya, apa anda sudah bangun?" Panggil Damian yang masih menunggu di balik pintu. Freya menyergitkan dahi, ketika suaminya itu terus saja memanggilnya di saat moodnya yang sedang tidak bagus. "Ada apa? Masuklah," tanya Freya lalu memberikan ijin sang suami untuk masuk. Damian membuka pintu, lalu ia masuk ke dalam membawakan segelas susu dan beberapa camilan kesukaan Freya. "Nona, dari kemarin malam kamu belum makan apa-apa, sekarang lebih baik makan sedikit. Dan jika tidak enak badan, apa perlu aku meminta ijin pada perusahaanmu?" Tanya Damian yang sengaja menawa
Setelah memeriksakan diri lagi, Freya menatap obat mual dan beberapa vitamin yang telah di berikan oleh sang Dokter. "Aku harap setelah meminum obat ini nanti, aku tidak terlalu mual dan tetap bisa bekerja," gumam Freya, yang berjalan dengan tergesa memasuki perusahaan baru tempat dirinya bekerja. Semua para karyawan telah sibuk di meja pekerjaannya masing-masing, Freya merasakan sedikit tidak enak hati karena terlambat."Freya, akhirnya kamu sudah datang juga. Kebetulan tuan kemarin berpesan jika beliau ingin kamu nanti ke ruangannya," kata Mandy menyampaikan pesan. "Iya ka Mandy, maaf jika hari ini aku datang sedikit terlambat, tadi aku ada sedikit urusan jadi.." Freya berusaha menjelaskan. Akan tetapi Mandy mendaratkan tangannya di bahu Freya dan menggelengkan kepala."Tidak papa Freya, aku akan memakluminya. Tapi lain kali jangan terlalu sering terlambat, karena CEO tidak suka dengan karyawan yang malas dan sering telat," tutur Mandy mengingatkan. Freya pun mengangguk patuh, d
Sepulang dari kantor, Freya masih memikirkan tentang tahi lalat yang ada di leher bosnya, tapi ia berusaha untuk menepis pemikiran yang aneh-aneh dalam kepalanya. "Ck, sudahlah. Mungkin itu hanya kebetulan saja," gumam Freya. Tiba-tiba suara ponsel ya kembali berdering pertanda satu pesan masuk. Dengan cepat Freya membuka pesan itu, lalu ia membacanya. "Nona muda, bibi harap nona jadi pulang hari ini, kondisi tuan masih belum membaik," ucap bi Marni dari dalam pesan. Freya terkejut, karena ia baru ingat jika hari ini dirinya sudah janji ingin menemui sang ayah. Yang sudah beberapa bulan ini tidak bertemu. "Hampir saja lupa, sekarang aku harus bersiap dan pulang dulu," Freya berjalan terburu-buru, lalu segera mencari taksi untuk pulang ke apartemen suaminya lebih dulu. Satu jam kemudian, setelah Freya turun dari taksi dan memberikan ongkos. Kini ia terkejut saat melihat sebuah mobil Mercedez hitam mewah, yang cukup mencuri perhatiannya. "Hm, mobil siapa ini? Mewah sekali," Freya
Kedatangan Freya di sambut hangat oleh BI Marni, tidak terkecuali dengan ibu dan kakak tirinya yang tidak pernah suka pada dirinya sejak dari dulu. "Ayo nona, tuan silahkan masuk," sambut bi Marni. Freya tersenyum lalu ia berjalan bersama Damian memasuki rumah sang ayah, Margaretha dan Melisa pun menghadang Freya dengan menatap tidak suka. "Hm, tidak di sangka Freya kau ternyata punya nyali juga pulang ke sini, setelah melakukan perbuatan tidak bermoral itu, sungguh tidak tahu malu," ucap Margaretha mencemooh putri sambungnya itu. "Ibu, dia itu kan wanita nakal dan liar sama persis kaya mendiang ibunya," sambung Melisa yang tak kalah mencibir Freya. Freya menatap tajam pada kedua wanita itu, dengan darah yang mulai mendidih. "Ibu, ka Melisa cukup! Aku tahu kalian benci padaku, tapi jangan pernah kalian menjelekan mendiang ibuku," Balas Freya yang tak terima seraya menahan air mata yang hampir menetes. Bukanya diam, kedua ibu dan anak itu malah semakin memojokkan Freya. "Meman
"kau sangat mengecewakan ayah, Freya." Hardik tuan Hermawan, lalu tiba-tiba saja pria paruh baya itu merasakan sakit luar biasa di jantungnya. "Ekh," desis tuan Hermawan, sembari memegang dada. Freya tercengang, ia begitu cemas dan khawatir saat melihat sang ayah yang tiba-tiba merintih kesakitan. "Ayah, ayah kenapa?" Freya segera menghampiri, begitu juga dengan Damian. Tapi niat baik mereka malah di tolak nyonya Margaretha dan Melisa. "Berhenti, kalian jangan mendekat atau pun menyentuh ayah. Terutama kamu Freya, kamu hanya membuat ayah sakit dan membuat keluarga kita malu saja, lebih baik sekarang kalian pergi sana." Usir Margaretha, seraya meluruskan jari telunjuknya tepat ke arah pintu. "Iya, dasar pembawa masalah," sambung Melisa, seraya memutar kedua bola mata malas. Freya yang tidak ingin membuat kondisi ayahnya semakin memburuk, kini ia terpaksa pamit pergi dengan perasaan yang sangat sedih. "Ayah, maafkan Freya. Semoga ayah cepat sembuh." Freya pamit, lalu ia berjalan
Matahari mulai tenggelam, tepat jam 7 malam Freya dan Damian akhirnya kembali ke apartemen. Mereka berdua terlihat sangat lelah terutama Freya. Lagi-lagi rasa mualnya kambuh."Hoek.." Freya berjalan tergesa ke arah kamar mandi, seraya menutup bibir dengan kedua tangannya. Damian menyergitkan dahi, saat melihat istrinya kembali muntah-muntah. Yang membuatnya sangat cemas. Lelaki itu segera menyusul lalu mengetuk pintu kamar mandi. Tok...tok..."Nona Freya! Kamu kenapa? Apakah masih merasa tidak enak badan? Bagaimana jika sekarang kita Dokter," ajak Damian yang setia berdiri di balik pintu, dan sengaja menawarkan diri. Kedua bola mata Freya melebar, lalu ia menjeda aktifitas mencuci wajah dan bibirnya dengan rasa panik yang menyelimuti dirinya. "Pergi ke Dokter? Tidak, aku belum siap jika Damian dan orang lain tahu jika aku saat ini sedang hamil," lirih Freya berbicara sendiri di dalam hati, sembari menggelengkan kepala. Sungguh baginya semua ini sulit untuk ia terima, selain di p
Beberapa hari kemudian, Freya terburu-buru memasuki kantor karena hampir saja terlambat setelah semalam ia begitu sulit untuk tidur. "Untung saja sudah sampai, kalau tidak aku bisa terlambat lagi," gumamnya sembari merapihkan beberapa draft yang dia pegang. Ketika Freya memasuki pintu utama perusahaan, tiba-tiba saja ia tidak sengaja berpapasan dengan kakak tirinya yang baru saja masuk kantor setelah beberapa hari terakhir ini mengambil cuti sakit. BRAK!Kedua tak sengaja berpapasan, hingga membuat kedua bola mata Melisa membelalak, saat melihat adik tirinya tiba-tiba saja ada di perusahaan tempatnya bekerja. "Hey, kau ini mau kemana? Dan kenapa bisa ada di sini?" Melisa menatap dengan penuh selidik dan tidak suka. Karena bagaimana bisa adik tirinya itu bisa ada di tempat ia bekerja. "Ka Melisa tentu saja, aku sini untuk bekerja," jawab Freya. Mendengar hal itu Melisa tercengang, bagaimana bisa Freya bekerja di tempat yang sama dengannya. Sementara ia tidak tahu sama sekali "K
Dave terkejut saat melihat Freya yang baru keluar dari kamar mandi, dalam keadaan wajah cantik yang terlihat sangat pucat. "Freya, apa kamu sakit?" Tanya Dave dengan nada suara beratnya. "Ti-tidak tuan, saya hanya masuk angin saja, terima kasih karena sudah mengijinkan saya untuk memakai kamar mandinya. Kalau tuan tidak ada hal lain yang ingin di sampaikan lagi saya permisi dulu," Freya pamit, lalu ia keluar dari ruangan. Dave hanya terdiam sembari mengerutkan kedua alisnya. Ia merasa jika sang istri tengah menyembunyikan sesuatu darinya. "Sudahlah, mungkin itu hanya perasaanku saja." Dave kembali fokus pada pekerjaannya, yang sudah cukup menumpuk. Setelah Freya keluar dari ruangan bosnya, kini Melisa tak sengaja melihat adik tirinya. "Sial, kenapa dia terlihat begitu dekat dengan bos. Jangan bilang jalang kecil itu mencoba untuk merayu tuan Dave, dasar gatal jelas-jelas dia sudah punya suami, bagaimana pun aku tidak suka melihat dia menempel pada lelaki idamanku," Melisa terlih