Share

Istri Dadakan Mafia Arogan
Istri Dadakan Mafia Arogan
Author: NARA

Fantasi

Author: NARA
last update Last Updated: 2023-12-01 12:35:07

"Bu, aku mohon jangan," suara lirih di sela-sela isak tangis seorang gadis meminta belas kasihan.

Dinara, gadis itu, memandang sang ibu yang kini duduk tepat di sampingnya, terlihat tenang. Salah satu tangan wanita paruh baya itu mengelus kepala sang putri dengan lembut.

"Nak, ini yang terbaik untuk kamu. Pak Sofyan akan memenuhi semua kebutuhan yang tidak bisa ayah dan ibu berikan padamu selama ini,” tutur sang ibu. “Dan kamu akan hidup bergelimang harta bila menjadi istrinya."

Dinara perlahan menghentikan tangis dan menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya.

Kemudian, gadis itu  menegakkan kepalanya untuk menatap pada sang ibu.

"Bu, aku tidak ingin menikah. Apa lagi dengan Pak Sofyan." Entah sudah berapa kali Dinara menolak rencana pernikahannya dengan pak Sofyan, meskipun itu diperintahkan oleh ayah tirinya yang menakutkan.

Mana mungkin Dinara mau menikah dengan pria tua yang tidak ia cintai, terlebih jika pria itu sudah memiliki istri lebih dari lima?

Lalu, Dinara melanjutkan, "Aku ingin mengejar cita-citaku,"

"Cih!" Herman, ayah tiri Dinara yang baru masuk ke dalam kamar Dinara, langsung mencemooh.

Kemunculan sang ayah tiri langsung membuat Dinara menggenggam tangan ibunya erat-erat, merasa takut.

“Bu,” bisiknya, nyaris tidak terdengar.

"Nin, tinggalkan kamar ini. Ada yang ingin aku katakan pada putrimu ini yang tidak tahu diuntung!”  perintah Herman. “Mau dinikahi juragan tanah malah nangis-nangis seperti anak kecil!"

"Baik Mas," tentu saja ibu Nindi selalu mengikuti perintah dari suaminya tersebut. 

Dinara semakin erat memegang tangan sang ibu. "Bu, tetap di sini."

Ayah tiri itu sering melecehkannya. Dari meremas kedua gunung kembarnya, mengelus kedua pahanya, hingga menabok bokongnya dengan sengaja.

Dan pria itu hampir melakukannya tiap kali mereka berpapasan, tanpa kehadiran sang ibu. Itulah yang membuat Dinara takut ketika melihat Herman masuk ke dalam kamar dimana ia berada.

Tentunya Dinara sudah menceritakan apa yang dilakukan Herman pada sang ibu. Namun, ibunya tidak percaya pada sang putri.

"Ara, ayah ingin bicara padamu. Lagian di luar tamu masih banyak," ujar ibu Nindi sembari melepas tangan sang putri. “Selagi ayah ingin bicara padamu, biar ibu yang menemani tamu-tamu itu."

Usai sang ibu meninggalkan kamar, Herman berjalan mendekatinya dengan senyum miring terpampang di wajahnya yang menyeramkan.

Seketika Ara memundurkan langkah. Namun, geraknya terbatas. Apalagi di ruangan sempit ini, dengan pintu berada di belakang Herman.

"Jika kamu menolak menikah dengan Pak Sofyan,” desis Herman dengan suaranya yang serak. “Kamu tahu bukan, apa yang akan aku lakukan padamu?" 

Tentu saja Ara sangat mengingat ancaman ayah tirinya tersebut. Herman mengatakan akan menodainya dan membunuh sang ibu jika Ara tidak mau menikah dengan pak Sofyan.

"Yah, aku–Ah, sakit, Yah!" pekik Ara, ketika Herman mendorong tubuhnya hingga punggungnya membentur tembok, kemudian mencengkeram kedua lengannya. "Sakit Yah, tolong lepas!"

Namun, prmohonannya itu tidak dihiraukan oleh Herman, yang terus menatap putri tirinya tersebut dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Sudah lama Herman ingin menikmati tubuh putri tirinya tersebut yang begitu menggiurkan.

Namun, selalu Herman tahan. Agar Pak Sofyan tetap mendapat Ara yang masih perawan. Dan utangnya yang berjumlah seratus juta akan lunas.

Lagi pula, Herman cukup puas menikmati tubuh putri tirinya tersebut, dengan meremas kedua gunung kembarnya, lalu baralih meremas kedua bokong Ara bergantian.

Kemudian menggesek gesekkan alat vitalnya di sela-sela kedua paha Ara untuk menyalurkan hasrat.

Seperti yang sekarang Herman lakukan, setelah membalik tubuh Ara menghadap tembok dan menahan kedua tangannya.

"Yah, ja–"

"Diam!" seru Herman memotong perkataan dari Ara. "Jika berisik, sekarang juga aku bunuh ibumu itu!" 

Ara hanya bisa menangis seperti biasa, tanpa melawan apa yang Herman lalukan padanya, tidak ingin ayah tirinya tersebut benar-benar membunuh sang ibu yang sangat Ara sayangi.

“Ara!”

Tiba-tiba pintu kamar yang dibuka begitu kencang, membuat Herman terkejut dan terpaksa menyudahi kegiatan bejatnya itu.

Berdiri di ambang pintu, sesosok pria yang usianya hanya beberapa tahun lebih tua dari Dinara berdiri dengan wajah marah. Ada tas jinjing di tangannya yang mengepal.

Mendapatkan kesempatan, Ara langsung melepaskan diri dan berlari ke arah pintu. Gadis itu bersembunyi di belakang punggung pria tersebut.

"Kak, tolong aku."

"Tenanglah, ada aku disini Ra," ujar pria tersebut.

"Dasar anak ingusan! Mengganggu kesenangan orang saja!" bentak Herman kesal, mendapati Rehan, pacar dari Ara, di sana. "Pulanglah dan jangan pernah dekati Ara lagi! mengerti!?"

Tanpa menyahut ucapan pria menjijikkan itu, Rehan melempar tas di tangannya ke arah ayah tiri Ara tersebut.

"Itu yang Om butuhkan, bukan?” ucap Rehan, terdengar geram. “Ambillah, tapi lepaskan Ara!"

Herman menimpali ucapan Rehan yang menurutnya masih bocil dengan senyum mengejek, karena umur Rehan dan juga Ara tidak terpaut jauh.

Namun, saat Herman melihat isi tas yang dilemparkan padanya itu penuh uang, matanya seketika membelalak.

"Uang itu lebih dari cukup untuk membayar hutang pada tua bangka itu.” 

Tentu saja Herman tidak mendengar perkataan dari Rehan, karena fokusnya hanya tertuju pada uang yang berada di dalam tas.

Tanpa menunggu respons manusia tamak di hadapan, tiba-tiba Rehan menarik lengan Ara keluar lewat pintu belakang, tanpa melewati sang ibu maupun rombongan panitia pernikahan si juragan tanah.

"Ra, kita harus pergi,"

Ara mengikuti Rehan. Namun, saat pria itu meminta Ara untuk naik ke motornya, gadis itu ragu.

"Kak, Ibu–"

"Jangan pikirkan ibumu, pikirkan diri kamu sendiri. Herman tidak akan melepas kamu, meskipun hutangnya pada pak Sofyan lunas."

Benar apa yang Rehan katakan, Ara yang tidak ingin mendapat pelecehan lagi dari ayah tirinya, segera naik ke atas motor Rehan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dadakan Mafia Arogan   Penuh Cinta

    Joan menegakkan tubuhnya dan langsung berdiri dari samping sang istri.Dan senyum yang sedari tadi menghiasi kedua bibirnya kini memudar, saat kedatangan ibu mertuanya tersebut."Jo, tumben sudah pulang?" tanya Ibu Nindi, sambil berjalan mendekati tempat tidur dimana Ara berada."Iya Bu, kangen si kembar," jawab Joan coba untuk tersenyum.Ibu Nindi menaikkan sebelah alisnya sambil mengulum senyum. "Sama Ara tidak kangen?"Joan tertawa kecil. "Tantu saja kangen, Bu. Apalah daya, dia sedang sibuk," balasnya, melirik ke arah sang istri yang sedang menahan senyum.Ibu Nindi tersenyum melihat sikap menantunya yang tampak menginginkan sesuatu. Kemudian ia mengambil Ju yang sudah selesai menyusu."Biarkan Ju sama ibu, kamu temani suamimu," ucap Bu Nindi kepada Ara yang masih membetulkan bajunya. Ia tahu pasangan muda itu butuh waktu untuk berdua. Sejak kelahiran bayi kembar mereka, fokus Ara sepenuhnya tercurah pada anak-anak, sementara Joan lebih banyak sibuk di kantor.Joan yang awalnya he

  • Istri Dadakan Mafia Arogan   Gagal

    Sebulan lebih berlalu sejak Ara sadar dari komanya, segalanya terasa jauh lebih tenang, harmonis, dan penuh kebahagiaan. Tidak ada lagi bayang-bayang masa lalu yang mencoba menghancurkan pernikahan mereka. Rehan dan Vio yang terbukti bersalah, kini telah menjalani hukuman di balik jeruji besi setelah terbukti bersalah.Bersamaan dengan kebebasan dari ancaman itu, kebahagiaan Jaon dan juga Ara semakin sempurna dengan kehadiran buah hati kembar mereka, Jean Will dan Juan Will. Nama-nama itu mereka pilih dengan penuh pertimbangan, menggabungkan harapan dan cinta mereka dalam dua sosok mungil yang kini menjadi pusat hidup mereka.Meskipun sudah ada babysitter yang membantu mengurus si kembar, Ara tetap ingin terlibat secara langsung dalam membesarkan putra-putranya. Ia menyusui mereka secara eksklusif, menjaga asupan gizi, dan selalu berusaha hadir setiap kali kedua bayi itu membutuhkan kehangatannya.Seperti sore ini, Ara tengah menyusui salah satu dari bayi kembarnya, Ju, sementara Je s

  • Istri Dadakan Mafia Arogan   Main Hakim Sendiri

    "Sial!" seru Rehan, melempar cangkir kopi kosong ke dinding hingga pecah berkeping-keping. Dadanya sesak oleh kenyataan pahit yang baru saja diterimanya. Bukannya Joan yang meminum kopi beracun itu, justru Ara, gadis yang diam-diam masih dicintainya, yang kini terbaring lemah di rumah sakit, berjuang antara hidup dan mati. Tanpa dirinya tahu, jika Ara sudah sadar dari komanya. Rehan menjambak rambutnya sendiri, frustrasi. "Bodoh!" desisnya, menyesali kebodohan yang telah dilakukannya. Rencana itu seharusnya berjalan mulus, Joan mati karena racun, dan Ara kembali ke pelukannya karena kehilangan suaminya. Tapi kenyataan jauh dari yang ia harapkan. Langkah sepatu terdengar mendekat. Seorang wanita muncul di ambang pintu, berdiri dengan tangan terlipat dan senyum sinis di wajahnya, siapa lagi jika bukan Vio, rekan sementara untuk menghancurkan rumah tangga Joan dan juga Ara. "Kamu bilang tidak ingin mencelakai Joan," ucap Vio tenang, meski nadanya penuh sindiran. "Tapi apa yang kamu

  • Istri Dadakan Mafia Arogan   Terima Kasih Sudah Bertahan

    Joan benar-benar dibuat frustasi. Ia hanya bisa mondar-mandir tanpa arah tidak jauh dari ruang ICU dimana sang Isrti berada, matanya sesekali menatap pintu ICU yang tertutup rapat, seolah berharap keajaiban datang dari balik pintu itu. Ara, istrinya, masih terbaring koma usai melahirkan putra kembar mereka. Namun kabar yang ia dengar tadi, bahwa kondisi Ara menurun, membuat dadanya sesak dan pikirannya kalut."Sayang, jangan buat aku seperti ini," gumam Joan lirih, duduk di bangku panjang lorong rumah sakit dengan kepala tertunduk. "Bangunlah... bukan hanya aku yang membutuhkan kamu, tapi juga kedua putra kita." Suaranya bergetar, dan tangannya mencengkeram rambutnya sendiri, mengacaknya kasar karena frustrasi.Beberapa saat kemudian, suara pintu terbuka mengejutkan Joan. Seorang perawat keluar dari ruang ICU dengan langkah cepat. Joan segera berdiri dan menghampirinya dengan wajah penuh harap."Sus, bagaimana keadaan istriku? Dia baik-baik saja, kan?" tanyanya cepat, nyaris terbata

  • Istri Dadakan Mafia Arogan   Koma

    Bahagia dan juga sedih bercampur jadi satu, itu yang sedang Joan rasakan sekarang.Bahagia karena ia akhirnya bisa melihat bayi kembarnya yang begitu sehat dan juga sempurna.Dan sedih, karena satu hari setelah Ara melahirkan secara caesar, istrinya itu belum juga sadarkan diri. Setelah dinyatakan koma beberapa jam setelah menjalani operasi caesar.Joan ditemani ibu mertuanya, menyaksikan kedua bayi kembarnya yang berjenis kelamin laki-laki, sedang di beri susu oleh perawat yang menjaga keduanya di sebuah ruang perawatan yang telah ia siapkan jauh hari, bukan hanya untuk kedua bayinya, tapi juga dengan Ara.Namun, hanya dua bayi kembarnya yang berada di ruang perawatan tersebut.Karena Ara masih berada di ruang ICU."Silakan jika Tuan ingin mencoba memberi susu pada bayi Tuan." kata perawat.Tentu saja Joan segera mengambil botol susu yang berada di tangan perawat tersebut.Dan dengan arahan perawat tersebut, Joan bisa memberi susu pada kedua putranya.Padahal Joan dan juga Ara telah

  • Istri Dadakan Mafia Arogan   Racun

    Dalam situasi panik, Joan menepuk-nepuk pipi sang istri yang tidak sadarkan diri. Saat sudah berada di dalam mobil untuk membawa Ara ke rumah sakit."Sayang bangunlah." dengan penuh kecemasan, Joan terus menepuk pipi Ara. Berharap istrinya tersebut segera sadar. "Aku mohon, jangan buat aku panik seperti ini sayang."Tetap saja Ara tidak merespon perkataan Joan."Pak! Bisa nyetir tidak hah?! Cepat bodoh!" seru Joan pada supir kantor yang sedang mengendarai mobilnya."Sayang, bicara yang sopan." suara Ara begitu pelan.Tapi terdengar di kedua telinga Jaon, membuatnya segera menatap wajah sang istri yang sudah berada di pangkuannya."Sayang, kamu sudah sadar?"Disaat perutnya semakin mules, Ara masih sempat tersenyum pada sang suami."Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya Joan sambil meraup kedua pipi sang istri. "Sayang!" kini Joan berteriak, melihat sang istri kembali tidak sadarkan diri.Panik, gelisah, cemas semua bercampur menjadi satu. Setelah Joan berada di rumah sakit, dan sang ist

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status