Clarissa mengesampingkan dulu keinginannya untuk menonton. Ia duduk di sofa ruang tamu, berhadapan dengan Hanum dan Handoko.
“Jadi berapa saham yang akan kalian berikan?” tanya Clarissa, tanpa basa-basi.
“Empat puluh persen, pemegang saham utama...” ucap Hanum. Clarissa menaikkan satu alisnya, ia tahu ucapan bibinya belum selesai.
“PT Lesmana Beauty. Saat ini Lesmana Group punya empat anak perusahaan. Menjadi pemegang saham utama salah satu anak perusahaan adalah hal yang tidak bisa kau dapatkan dengan mudah.”
Handoko menyerahkan beberapa dokumen kepada Clarissa. Hanya butuh tanda tangan sebelum saham itu secara resmi pindah ke tangan Clarissa.
Clarissa membaca dokumen di hadapannya selama sepuluh menit, lalu membubuhkan tanda tangan. Hanum menatap sinis.
“Lulusan SMA saja sok-sok membaca dokumen kompleks.”
Di balik cemoohan, Hanum merayakan kemenangannya dengan bangga. PT Lesmana Beauty sudah berdiri selama enam tahun. Belum genap setahun berdiri, pandemi melanda. Perusahaan baru itu tumbang dalam seketika, tidak mampu bertahan di tengah perubahan keadaan.
Pendanaan dan rencana-rencana besar lain dihentikan. Lesmana Beauty dibiarkan berjuang sendiri hingga akhirnya perusahaan itu hanya mampu mempertahankan satu kantor pusat di Kota A. Kantor cabang, pabrik dan laboratorium khusus ditutup.
Setelah penandatanganan pemindahan saham, Clarissa juga harus menandatangani kesepakatan bersama keluarga Lesmana.
Poin penting dalam kesepakatan itu adalah Clarissa harus mengikuti semua proses pra-nikah hingga pernikahan, tidak boleh membuat masalah dengan keluarga Adam, tidak boleh menuntut apa-apa pada keluarga Lesmana, hubungannya dengan keluarga Lesmana hanya sekedar pengakuan di depan keluarga Adam dan merahasiakan kesepakatan ini dari orang lain terutama keluarga Adam.
Clarissa menandatanganinya dengan wajah tenang.
Setelah itu, Handoko membereskan dokumen dan memberikan sertifikat saham serta copy dari kesepakatan mereka pada Clarissa.
“Berapa persen saham Lesmana Group di Lesmana Beauty?” tanya Clarissa, membuat Handoko sedikit terkejut. Clarissa tidak sekosong yang ia bayangkan.
“Sepuluh persen. Lima puluh persen sisanya dimiliki oleh tim utama Lesmana Beauty,” jawab Handoko. Clarissa mengangguk paham.
Handoko dan Hanum pun pergi. Hanum tak menanggapi serius pertanyaan Clarissa. Sebanyak apa pun saham Clarissa di perusahaan itu, pada akhirnya semua tidak akan ada gunanya saat Lesmana Beauty bangkrut.
Setahun belakangan, profit Lesmana Beauty menurun drastis. Karyawan di-PHK satu persatu. Isu tentang penjualan Lesmana Beauty mulai terdengar. Hanya menunggu waktu saja. Dengan adanya pemindahan saham pada Clarissa, Lesmana Group seperti membuang sampah mereka.
Clarissa tak tahu dan tak peduli pada pemikiran Hanum. Ia kembali ke ruang nonton untuk melanjutkan tontonannya.
...
Di hari ketiga Clarissa datang ke Kota A, Hanum mengajaknya fitting gaun pengantin. Semua baju tampak indah di tubuh Clarissa. Hanum memilih gaun pengantin yang tidak begitu mencolok dengan kualitas yang bagus sebagai bentuk rasa hormat pada keluarga Adam.
Di hari keempat, Clarissa mengikuti tes kesehatan seluruh tubuh. Hasilnya sehat tanpa penyakit bawaan.
Di hari kelima, seseorang dari keluarga Adam yang mengaku sebagai tutor datang untuk mengajari Clarissa dasar-dasar etika di keluarga konglomerat serta cara menjadi istri yang baik. Ia mendapat banjiran pujian dari tutor yang mengagumi skillnya.
Di hari keenam, pengacara keluarga Adam datang membawakan dokumen perjanjian pra-nikah. Ada kesepakatan tentang pembagian harta, hak asuh anak, aturan-aturan yang harus diikuti, dan hak-hak yang dimiliki Clarissa.
Semua uang dan aset yang Bryan dapatkan dari Adam Group, berupa warisan, pemberian langsung atau gaji, adalah milik Bryan seutuhnya. Clarissa tidak boleh mengklaim atau meminta dari Bryan di luar dari jatah yang ditetapkan untuknya. Kalau Bryan dan Clarissa punya anak, anak itu akan mewarisi semua aset dan uang Bryan yang ia dapatkan dari Adam Group setelah Bryan meninggal.
Jika satu dan lain hal hubungan Bryan dan Clarissa berakhir, hak asuh anak mereka jatuh pada Bryan atau keluarga Adam.
Clarissa harus tinggal bersama Bryan, tidak boleh berselingkuh, meminta cerai, melakukan tindakan di luar moral, merusak nama baik Bryan dan keluarga Adam. Jika melanggar, ia akan diceraikan tanpa mendapatkan apa-apa.
Clarissa mendapatkan mobil dan apartemen atas nama Bryan yang bebas ia gunakan. Ia juga mendapatkan uang jatah bulanan yang didapat dari keluarga Adam dan kompensasi di hari tua saat Bryan meninggal. Nominal jatah bulanan Clarissa tercantum dengan jelas, dengan penambahan nominal disesuaikan dengan inflasi.
Clarissa membaca baik-baik perjanjian pra-nikah yang amat detail ini. Ia membaca nominal jatah bulanannya. Lima puluh juta perbulan. Sepuluh kali lipat gajinya sebagai pelayan bar, sudah termasuk tip dari pelanggan.
Tidak buruk, setidaknya jauh lebih baik dari tawaran awal keluarga Lesmana.
“Bagaimana dengan kerja? Apa aku harus menjadi ibu rumah tangga atau boleh bekerja?” tanya Clarissa.
“Hal itu mengikuti kesepakatan yang dibuat dengan Tuan Muda Bryan.”
Clarissa mengangguk lalu menandatangi perjanjian pra-nikah yang sudah lebih dulu ditandatangani oleh Bryan.
...
Interior vila tampak sederhana tapi elegan. Mereka masuk melewati lantai marmer putih. Tampak tirai linen melambai diterpa angin dari luar jendela besar di sisi kanan.Ruang tengah berisi sofa berwarna nude dengan kesan modern. Tapi di salah satu sudut, ada meja kopi bundar dari kayu jati dengan cat yang mengkilat. Di sampingnya ada buku-buku usang di rak perpustakaan kecil.Clarissa mendorong kursi roda Bryan ke pintu di sisi kiri. Memasuki pintu itu, ada tempat tidur besar dengan dipan dari kayu jati yang vintage, kontras dengan spring bed warna putih yang simpel dan modern.Bryan merasa vila ini mengikuti selera seseorang, tidak mengikuti template vila pada umumnya.Clarissa menyimpan barang mereka di kamar. Hanya satu tas jinjing ringan yang berisi dua set piyama dan dua set baju untuk pulang. Mereka sudah akan pulang besok.“Kalau kamu mau lihat situasi pantai, kita bisa ke kedai Mba Lina. Tapi kalau mau lihat kebun di belakang vila juga bisa,” tawar Clarissa.Bryan berpikir sebe
“Pak Andre sudah mengurus wanita tadi,” ungkap Bryan saat mereka ada di kapal menuju ke pulau.Kapal kecil ini disewa khusus oleh Clarissa. Hanya ada mereka berdua dan si pemilik di atas kapal.“Apa tujuannya?” tanya Clarissa dengan ekspresi tenang. Dia sudah tahu, tapi dia yakin alasan sebenarnya tidak akan terungkap.“Dia disuruh salah satu anak buah Rudi, preman yang kemarin kita temui di pantai. Balas dendam,” jawab Bryan.Clarissa mengangguk singkat. Sudah dia duga polisi tidak akan sampai ke dalang sebenarnya. Tapi dia tidak begitu peduli, toh dia bisa mengurusnya sendiri.Clarissa lebih penasaran dengan hal lain. “Apa Keluarga Adam tahu kamu sudah diserang?”Bryan menggeleng. “Lebih baik kita gak beri tahu. Supaya mereka gak perlu cemas. Aku gak kenapa-napa.”Sekilas Clarissa tampak mengerutkan dahi tapi dia langsung bersikap biasa, mengangguk kecil. “Baiklah.”Clarissa berpikir bodyguard yang melindungi mereka adalah orang-orang dari Keluarga Adam yang ditugaskan bekerja di ba
Saat kewaspadaan Clarissa menurun, gunting tajam mengarah ke wajahnya. Bryan secara refleks memajukan badan, mengulurkan tangan, merebut gunting itu.Bryan berhasil meraih gunting dari wanita pengepang. Sementara Clarissa memukul tangan si wanita sampai wanita itu terjatuh di pasir kesakitan.Tiga orang pria berpakaian santai bak pengunjung biasa tiba-tiba muncul menahan wanita itu. Satu orang pria berhasil menahan si wanita, dua pria lainnya mundur tanpa kata, kembali melakukan rutinitas mereka seolah tidak terjadi apa-apa.Clarissa mengenal salah satu pria yang baru saja pergi. Dia adalah anggota kakaknya. Walau tak tahu namanya, dia mengenal wajah tidak asing si pria. Dia di sini pasti untuk melindunginya. Sementara dua pria lain termasuk pria yang berhasil menahan si wanita tampak asing.Tapi melihat kemunculan mereka yang cepat dan tiba-tiba, dia yakin mereka bukan orang lewat biasa. ‘Apa mungkin selain karena Pak Andre, mereka alasan Bryan bersikap tenang kemarin? Dia sudah meny
“Oh iya, ini!” Clarissa membuka telapak tangannya di depan Bryan, menunjukkan batu bermacam motif yang mengkilat.“Cantik, kan?” tanya Clarissa dengan nada pamer.Bryan tertawa kecil. “Cantik seperti orangnya.”Clarissa tak menyangka Bryan akan tiba-tiba berucap seperti itu. Dia ingin menyentuh pipinya karena salah tingkah tapi baru sadar kalau tangan kanannya masih digenggam oleh Bryan, alhasil jari Bryan menyentuh pipi lembut Clarissa. Membuat si gadis makin salah tingkah.Bryan menahan senyum. Apalagi saat Clarissa hendak melepas genggaman tangan mereka. Bryan justru makin mengeratkan pegangannya.“Ayo kita lanjut lihat-lihat lagi,” ajak Bryan santai. Clarissa hanya bisa mengangguk.Mereka kembali berjalan di pinggir patai tapi kali ini pikiran Clarissa tidak bisa fokus menatap keindahan pasir dan laut. Pikirannya terlalu fokus pada genggaman mereka.Bryan tersenyum lebar selama mereka berjalan-jalan. Dia mengomentari banyak hal yang dibalas Clarissa dengan deheman. Bryan tidak mar
Clarissa dan Bryan kompak menoleh pada tiga orang pria yang berjalan ke arah mereka. Pria yang berjalan paling depan berbadan pendek dengan mulut yang berbentuk kerucut. Dia yang bicara tadi.Di samping pria itu ada lelaki berbadan kurus dan tidak terlalu tinggi dengan bekas luka di wajahnya. Dia menatap tajam ke arah Bryan. Lelaki terakhir berjalan paling belakang, bertubuh besar dengan perut yang menonjol keluar.Clarissa refleks berdiri di depan Bryan, melindungi suaminya. Lelaki yang memiliki bekas luka tersenyum sinis.Sementara lelaki pendek menghina Bryan, “Gadis muda sepertimu melindungi laki-laki. Lebih baik kamu ikut dengan kami. Kakak di sini punya banyak uang, bisa menjajanimu.”“Tutup mulutmu! Aku gak mau dengar polusi suara,” bentak Clarissa dengan nada mengejek.“Apa kamu mau kita pakai kekerasan baru kamu ikut?” ancam si pria pendek.Clarissa mendengus. “Maju kalian.”Clarissa tidak takut. Dia pernah mengalahkan sekelompok bodyguard di Kota C. Mudah baginya memberi pel
“Iya! Gadis yang kusukai itu bahkan datang ke acara pertunangan kita. Clarissa, dia melihat kita bertunangan!”“Clarissa?! Apa maksud kakak?” Sekar melangkah maju. Kini dia hanya dipisahkan meja dengan Calvin.Lelaki tampan itu tertawa bak orang kesetanan. “Sekarang aku udah gak bisa bersaing lagi dengan Kak Bryan. Aku udah gak bisa dapetin Clarissa. Aku bahkan udah...”Calvin tidak melanjutkan ucapannya. Hatinya tiba-tiba sakit. Dia bangkit dari duduknya. Melewati Sekar tanpa melirik sedikit pun lalu keluar dari ruangan.Air mata Sekar mengalir sempurna. Dia langsung menelpon Hanum.“Mama di mana?” tanyanya sambil terisak.“Astaga Sekar sayangku, kamu menangis? Kamu kenapa?”“Aku bakal cerita kalau kita ketemu. Mama di mana?”“Aku ada di rumah kakek-nenekmu. Kamu mau dijemput?”“Enggak usah. Aku ke situ sekarang.”Sekar keluar dari kantor dengan mata merah dan wajah yang meninggalkan bekas air mata. Calvin sudah menghilang entah ke mana, bahkan asistennya juga tidak tahu.Di perjalan