공유

Istri Dadakan Sang Presdir
Istri Dadakan Sang Presdir
작가: Scorpio_Girl

1. Blurb

작가: Scorpio_Girl
last update 최신 업데이트: 2025-01-13 16:06:39

"Sampai kapan Aruna mau menumpang di rumah ini?"

Gaungan suara Meida menampar Aruna bahkan sebelum ia mencapai anak tangga terakhir. Aruna, terhenti di tengah tangga, menajamkan telinganya. Bukan karena ingin mendengar, tapi karena ingin tahu seberapa jauh lagi wanita paruh baya itu akan melukai ibunya. Ini bukan hal baru. Setiap kali Jessica, cucu kesayangan Meida, menginap, drama pagi selalu sama. Seolah-olah hidup Aruna hanyalah sebuah hitungan mundur menuju label 'perawan tua' yang selalu mereka lontarkan.

"Lihat Jessica," suara Meida melengking, penuh sindiran. "Dia lebih muda dari Aruna tapi sudah menikah. Tidak seperti Aruna yang terus menjadi beban dari kecil hingga menjadi perawan tua seperti ini!"

Aruna memejamkan mata, menahan napas. 'Perawan tua.' Kata-kata itu, diucapkan dengan nada merendahkan, terasa seperti cap yang ditempelkan di dahinya. 

Kemudian, fokus Meida beralih ke ibunya, Diandra. Wanita yang paling Aruna sayangi di dunia. "Harusnya kamu, Diandra. Sebagai ibu segeralah atur kencan buta untuk putrimu itu! Apa kamu ingin putrimu itu akan menjadi beban kita selamanya dan benar-benar menyandang status sebagai perawan tua?"

Napas Aruna tercekat. Bukan dirinya yang menjadi target utama kali ini, melainkan ibunya. Hatinya mencelos mendengar nada kesal dalam suara Meida, dan betapa cepat ibunya dihentikan ketika mencoba membela diri. "Tapi, Ibu-" Belum sempat Diandra menyelesaikan kalimatnya, Meida sudah memotongnya dengan kasar. "Tapi apa? Kalau saya memberi nasihat itu dengarkan dan lakukanlah. Jangan selalu membantah seperti itu!"

TAK.

Suara itu, suara sendok yang terlempar ke meja, mengejutkan Aruna. Itu Ayah. Dario. Selalu menjadi pembela yang tak terduga dalam drama keluarga ini. "Segera menikah atau tidak itu biarkan menjadi keputusan Aruna, Bu. Aruna yang menjalani kehidupan itu, bukan kita!" Secuil harapan menyelinap di hati Aruna. Setidaknya ada Ayah yang berpihak padanya.

Namun, Meida tentu saja tidak senang. Suaranya kembali mengudara, dipenuhi kemarahan. "Iya, ibu tahu itu urusan dan keputusan Aruna. Tapi, mau sampai kapan Aruna akan menjadi beban kamu, Dar?"

Akhirnya suasana di meja makan semakin memanas, Aruna hanya bisa berdiri di ujung tangga. Menyaksikan perdebatan sengit itu. Aruna menunggu hingga suara-suara sumbang itu benar-benar lenyap, dan hanya tersisa ibunya di meja makan. Ia menuruni tangga, melangkah mendekat.

"Aruna?" Raut wajah Diandra berubah cemas. Khawatiran apakah putrinya mendengar semua hinaan itu. Mata Diandra memindai wajah Aruna, mencari jejak kesedihan atau kemarahan.

"Ada apa, Ma?" tanya Aruna, mencoba terdengar setenang mungkin, walau hatinya berkecamuk. Ia harus menyembunyikan badai di dalam dirinya.

Secepat kilat, Diandra mengubah ekspresinya, tersenyum lemah. "Ah, tidak apa-apa, Una. Kamu mau sarapan? Biar mama persiapkan!" Diandra bangkit, berniat mengambil piring.

Aruna menggeleng. "Ma, ada yang ingin Aruna sampaikan!" Ucap Aruna ragu.

Diandra, yang tengah menyiapkan roti isi untuk putrinya, seketika menghentikan gerakannya, dan menatap Aruna dengan kening berkerut. "Ada apa?!" Sahutnya dengan suaranya penuh kekhawatiran.

"Ma, sepertinya besok Una akan memulai untuk tinggal sendiri!"

Hening. Ekspresi cemas terpancar jelas di wajah Diandra, "Apakah ini semua karena kamu lelah mendengar apa yang selalu nenek katakan?"

Aruna tersenyum, menggeleng, memaksakan diri terlihat santai. Ia harus berbohong. Demi Mama. "Memang apa yang nenek katakan? Apa nenek ada mengatakan sesuatu, Ma?" Ia berpura-pura tidak tahu, meski setiap kata Meida telah terukir jelas di benaknya, melukai jiwanya. 'Mungkin dengan begini, mama tidak akan diperlakukan seperti itu lagi setiap pagi,' pikir Aruna. Ia tak sanggup lagi melihat ibunya menderita.

"Oh, tidak. Tidak ada," sahut Mama, ekspresinya sedikit lega.

"Mama tenang saja! Lihat, Aruna sudah dewasa, Ma. Sudah saatnya Aruna belajar untuk hidup mandiri!" Aruna mencoba meyakinkan, tangannya menggenggam tangan Diandra erat.

Diandra menghela napas berat. "Bukannya mama tidak senang dengan keinginan kamu. Tapi, mama benar-benar tidak bisa jika harus membiarkan kamu untuk hidup sendiri di luaran sana!" Suara Diandra penuh kekhawatiran.

Aruna terkekeh, "Ma, sudah lama Aruna berniat untuk tinggal sendiri. Aruna janji akan mencari kompleks perumahan terdekat. Agar, kalau mama ingin berkunjung tidak perlu jauh-jauh!" Ia mencoba menawarkan kompromi, mencoba meyakinkan Diandra dengan akal sehat.

Melihat Diandra yang masih berat hati. Aruna tahu ia harus mengambil jalan pintas. Satu-satunya cara untuk membuat Mama benar-benar tenang dan berhenti mengkhawatirkannya. "Ma… Aruna tidak akan tinggal sendiri di sana, jadi mama tenang saja!"

Alis Diandra terangkat. "Maksud kamu?" Tatapan tajam penuh fokus itu menghantam Aruna. Jantungnya berdebar kencang. Ia sudah melangkah terlalu jauh, kebohongannya semakin besar.

"Aruna akan tinggal di sana dengan kekasih Aruna, Ma. Kami benar-benar menjalani hubungan yang serius dan berniat akan segera menikah. Saat kekasih Aruna nanti sudah siap, Aruna berjanji akan memperkenalkannya kepada mama!" Aruna asal bicara. Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirnya, sebuah kebohongan yang terlalu besar, terlalu cepat, terlalu berani.

"Apa?!" Suara keterkejutan Diandra memenuhi ruangan.

***

*Di perusahaan Wijaya Corporation*

"Aduh, bodoh. Bagaimana jika Mama benar-benar menagih janji itu? Siapa yang akan aku kenalkan nanti?" gumam Aruna, langkahnya cepat menyusuri koridor Wijaya Corporation.

Tumpukan berkas di tangan Aruna terasa berat, namun tidak seberat beban pikiran yang menghimpitnya sejak pagi. Kata 'menikah' yang asal keluar dari mulutnya saat berbicara dengan sang ibu, kini terasa seperti bom waktu yang siap meledak. 

'Aishhh, menikah dari mana? Sedangkan kekasih saja tidak punya,' batin Aruna, gelisah. Ia harus mencari solusi, segera. Bagaimana bisa ia menjelaskan ini kepada Diandra nanti? Ia tidak mungkin mempermalukan ibunya di kemudian hari. Pikiran Aruna berkelana, mencoba memikirkan siapa pun yang bisa ia 'pinjam' untuk drama ini. Wajah-wajah teman, kenalan, mantan, semua lewat di benaknya, namun tak ada satupun yang terasa cocok, atau bahkan mau diajak bersekongkol dalam kebohongan sebesar ini. Stres membuatnya nyaris tak fokus pada tujuannya.

Tujuan Aruna adalah ruangan CEO, tempat ia harus menyerahkan berkas-berkas penting yang sudah ditunggu. Jemarinya meraih gagang pintu, memutarnya perlahan.

Kriettttt.

Baru saja pintu terbuka sedikit, sebuah suara lantang dan penuh amarah langsung menyambutnya, membekukan langkahnya. "KELUAR DARI SINI! Sampai kapan pun, aku tidak akan menerima perjodohan ini!"

Itu suara Raynar, atasannya. Aruna tersentak. Belum pernah ia melihat atasannya semarah itu. Ekspresi kemarahan Raynar begitu intens, membuat Aruna ingin segera menghilang. Ia melihat seorang wanita cantik dengan pakaian rapi berdiri tegap di hadapan Raynar, berbicara dengan nada menantang. "Apa alasannya!? Keluargaku terpandang, aku pun tidak buruk. Kenapa kamu menolakku?"

Aruna menyadari ia datang di waktu yang sangat tidak tepat. Ini jelas pertengkaran pribadi, dan ia tidak ingin terlibat. Perlahan, ia mulai mundur, berharap tidak ada yang menyadari kehadirannya. Jantungnya berdegup kencang, antara rasa bersalah karena menguping dan ketakutan akan tertangkap basah. Namun, tiba-tiba saja Raynar bergerak. Tubuhnya mendekat. Panik menjalar di diri Aruna. Sebelum ia sempat bereaksi, Raynar sudah meraih pinggangnya, menariknya mendekat, hingga tubuh mereka nyaris bersentuhan. Aroma parfum Raynar yang maskulin langsung menyerbu indra penciumannya, dan kehangatan tangannya terasa aneh di pinggangnya.

"Karena aku hanya akan menikahi kekasihku ini."

Mata Aruna membelalak lebar. Kekasih? Ini gila! Dirinya? Terjebak di antara kekacauan perjodohan atasannya dan kebohongan besar yang baru saja ia buat kepada ibunya, Aruna merasa dunia baru saja terbalik. Bibirnya sedikit ternganga, otaknya berputar mencari penjelasan. Kebingungannya semakin menjadi-jadi. Apakah ini sebuah kebetulan, ataukah semesta sedang mempermainkannya dengan cara yang paling absurd? Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa, hanya bisa berdiri terpaku dalam pelukan paksa atasannya, sementara wanita di hadapan mereka menatap Aruna dengan mata menyala penuh amarah. Sepertinya, Aruna baru saja menemukan masalah baru, yang mungkin bisa jadi solusi atas masalah lamanya. Atau justru memperburuk segalanya? Ia tak punya waktu untuk memikirkannya sekarang.

***

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Istri Dadakan Sang Presdir   23. Pengakuan yang mengejutkan

    Raisa mematung, harga dirinya seakan hancur diinjak-injak. Rasa malu bercampur amarah membakar di dadanya. Tamparan yang gagal mendarat di pipi Aruna kini terasa lebih perih daripada apa pun. Ia menatap Raynar, berharap pria itu akan membelanya, tetapi tatapan dingin Raynar dan kalimatnya yang tajam bagai ribuan pisau menghujamnya."Jangan pernah sentuh istriku lagi. Jika kamu melakukannya, aku tidak akan segan-segan untuk menghancurkanmu," suara Raynar yang menggelegar penuh ancaman masih terngiang di telinganya.Aruna yang berada di pelukannya hanya bisa terdiam. Walaupun Aruna terlihat santai, namun ia berusaha menahan getaran di tubuhnya. Ia bisa merasakan tatapan seluruh karyawan di kantor itu, menuduh, menghakimi, dan penuh rasa ingin tahu.Raynar mengabaikan Raisa. Ia semakin mengeratkan pelukan itu, seolah ingin melindunginya dari semua mata yang mengawasi. Tiba-tiba, Raynar mengeluarkan ponselnya dan menelepon asistennya. "Siapkan meeting sekarang juga di lantai utama. Kumpul

  • Istri Dadakan Sang Presdir   22. Kegaduhan di Kantor

    Tebakan Jessica meleset. Ia menduga Raynar akan panik dan menangkapnya saat ia pura-pura terjatuh. Tapi tidak. Sedikit pun Raynar tidak bergeming. Ia hanya menatap Jessica yang jatuh dengan tatapan dingin, bahkan sebelah tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Sangat santai.BUKK!Tubuh Jessica membentur lantai dengan keras. Rasa sakit menjalari sekujur tubuhnya, tetapi yang lebih sakit adalah harga dirinya. Ia mengangkat kepalanya, menatap Raynar yang masih berdiri dengan santai."Apa yang sedang kamu lakukan?" Suara Aruna tiba-tiba memecah keheningan.'Sialan.' Jessica mengumpat dalam hati. Kesalahpahaman yang ingin ia ciptakan gagal total. Ini adalah momen yang sangat pas, tapi sayangnya tidak sesuai ekspektasinya. Ia masih terduduk di lantai, rasa sakit dan malu membaur menjadi satu.Melihat kedatangan Aruna, Raynar menyambut dengan seulas senyum. Ia melangkah melewati Jessica yang masih terduduk di lantai, seolah Jessica hanyalah batu yang menghalangi jalannya. Raynar menghamp

  • Istri Dadakan Sang Presdir   21. Penuh Drama

    Jessica melangkah masuk ke dalam restoran mewah dengan senyum penuh percaya diri. Berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari seorang kenalan, Raynar dan Aruna sering makan siang di sini. Ia telah merencanakan pertemuan ini dengan matang, mengenakan gaun yang paling indah dan riasan yang paling menawan, berharap bisa menarik perhatian Raynar.Tidak butuh waktu lama baginya untuk menemukan mereka. Raynar dan Aruna duduk di meja sudut, dekat jendela, terlihat begitu serasi. Raynar sesekali tersenyum mendengar cerita Aruna. Pemandangan itu membuat Jesicca tidak suka.Jessica mendekati meja mereka, berpura-pura terkejut. "Kak Aruna? Kakak ipar?" sapanya dengan suara riang yang dibuat-buat.Aruna mendongak, alisnya sedikit berkerut heran, tidak menyangka akan bertemu Jessica di sini. "Jessica? Sedang apa kamu di sini?"Raynar menoleh, alisnya sedikit terangkat. Ia menatap Jessica dengan tatapan dingin, yang langsung membuat senyum Jessica memudar."Aku sedang makan siang dengan klienku," j

  • Istri Dadakan Sang Presdir   20. Berita yang mengejutkan.

    Hari itu, Raynar benar-benar mengumumkan hubungannya dengan Aruna. Pria tampan dengan mata elang itu tidak peduli dengan penolakan dari keluarganya. Di dalam gedung Wijaya Corporation, seluruh karyawan benar-benar terkejut. Suasana menjadi riuh, dipenuhi bisikan-bisikan. Hubungan tak terduga antara Bos dan sekretarisnya itu menjadi topik utama di seluruh perusahaan."Pak..." Aruna berdiri di balik kaca penyekat, menatap keramaian di luar. Ia ingin keluar untuk mengambil sesuatu, tetapi kakinya terasa berat. Ia tidak punya tenaga untuk menghadapi tatapan dan bisikan-bisikan itu."Hmmm. Ada apa?" sahut Raynar lembut. Ia tersenyum kecil dari meja kerjanya, menatap Aruna yang terlihat cemas seperti buronan. "Apa kamu tidak nyaman dengan mereka? Apa kamu ingin saya memecat mereka?" tanya Raynar, yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang Aruna, dengan satu tangan di saku celana. Ia menunjuk ke arah beberapa karyawan yang bergosip di seberang kaca."Pak, jangan aneh-aneh, dong!" prote

  • Istri Dadakan Sang Presdir   19. Pelukan Ditengah Kehancuran

    BRAKKK!Pintu itu terbuka. Pemandangan pertama yang dilihat oleh CEO muda itu benar-benar membuatnya sangat khawatir. Dengan membawa ponsel Aruna yang ia temukan di depan pintu toilet, Raynar melangkah lebar menghampiri Aruna yang terduduk di atas lantai, di sudut tembok salah satu bilik toilet."Ada apa?!" paniknya, berjongkok di depan Aruna dan segera memeluk gadis itu.Aruna yang saat itu masih syok atas kejadian yang baru ia alami, hanya bisa menangis di dekapan Raynar. Usapan halus Raynar di rambutnya, cukup membuatnya merasa nyaman. Air matanya terus mengalir, membasahi jas mahal yang dikenakan oleh CEO muda itu."Siapkan mobil sekarang!" perintah Raynar kepada asistennya, Arland, yang kebetulan berada di sana untuk menyampaikan hal penting tentang perusahaan."Baik, Pak," sahut Arland, sigap.Tanpa menunggu lama, Raynar mengangkat tubuh Aruna. Dengan gagahnya ia melangkah di tengah banyaknya pasang mata yang melihatnya ketika melintasi lobi."Sembunyikan wajahmu," bisiknya lemb

  • Istri Dadakan Sang Presdir   18. Pertemuan Yang Tegang

    Raynar dan Aruna melangkah masuk ke ruang rawat. Aroma antiseptik menusuk hidung, menciptakan suasana dingin dan kaku. Di sana, Elisa duduk di samping ranjang, tangannya menggenggam tangan Bara yang terbaring lemah dengan wajah pucat. Raisa berdiri di sudut ruangan, matanya memancarkan amarah yang tak bisa disembunyikan melihat Raynar dan Aruna. "Raynar, kenapa kamu baru datang?" tanya Elisa panik. "Ayahmu..." Aruna merasa bersalah. Ia menyadari semua ini terjadi karena dirinya. Raynar mengabaikan pertanyaan ibunya dan mendekati ranjang Bara, membiarkan Aruna tetap di sampingnya. Aruna merasakan tatapan Raisa yang menusuk, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Kenapa kamu bawa wanita itu kemari? Apa kamu sengaja memperburuk keadaanku?" tanya Bara. Suaranya lemah, menatap Raynar dengan tatapan sulit diartikan. "Raynar, apa kamu tidak bisa melihat kondisi ayahmu sekarang?" teriak Raisa, campur aduk antara emosi, cemburu, dan frustrasi. "Hubungan kami tidak ada hubungannya dengan kondisi

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status