Beranda / Romansa / Istri Dadakan Sang Presdir / 2. Tawaran menggiurkan

Share

2. Tawaran menggiurkan

Penulis: Scorpio_Girl
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-21 20:24:40

"APA?!" Aruna dan Raisa sama-sama terkesiap, mata mereka membulat sempurna mendengar pengumuman tiba-tiba Raynar.

"Cih, Raynar, apa kau bercanda?" Raisa mendesis, tatapannya merendahkan pada Aruna. "Kau memilih wanita rendahan ini untuk bersaing denganku?"

Dengan langkah anggun yang penuh penghinaan, Raisa mendekati Aruna. Matanya menelisik penampilan Aruna dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah Aruna adalah makhluk asing yang menjijikkan.

"Wanita hina sepertimu," desis Raisa, suaranya tajam seperti belati, "apa kau pantas bersaing denganku, yang jelas-jelas terlahir dari keluarga terpandang?"

'Ya Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi?' Aruna membatin, jantungnya berdebar kencang. "Nona, sepertinya Anda salah paham..."

Belum sempat Aruna menyelesaikan kalimatnya, suara berat Raynar memotong, dingin dan tegas. Lengannya melingkar erat di pinggang Aruna, menariknya mendekat.

"Kenapa minta maaf, sayang?" bisik Raynar, suaranya berbisik namun penuh tekanan. "Biarkan semua orang tahu hubungan kita. Untuk apa lagi menyembunyikannya?"

"Tapi..." Aruna panik, matanya membulat ngeri. Apa yang dikatakan Raynar akan menghancurkan hidupnya.

"Ikuti permainanku," desis Raynar di telinga Aruna, napasnya hangat namun mengancam, "atau kupotong gajimu hingga tak bersisa!"

'Ya Tuhan, kenapa tidak sekalian kau penggal saja kepalaku, Pak?' Aruna membatin, ngeri membayangkan gajinya lenyap.

"Jika kau berhasil membuatnya pergi," bisik Raynar lagi, melihat Aruna terdiam, "akan kuberikan kenaikan gaji dan bonus yang sangat besar."

Kenaikan gaji dan bonus? Mata Aruna berbinar. Ia butuh uang itu, sangat butuh.

'Baiklah,' batinnya, tekadnya menguat. 'Hanya mengusirnya, apa susahnya?' Tanpa ia sadari, ia telah melangkah memasuki labirin masalah yang rumit.

"Hentikan sandiwara ini," desis Raisa, matanya menyipit curiga. "Aku tahu, kau hanya memanfaatkannya untuk mengusirku."

Aruna mengangkat dagunya, keberanian yang entah dari mana muncul. Ia melingkarkan lengannya di pinggang Raynar, menatap Raisa dengan tatapan menantang.

"Benar," ucapnya, suaranya tenang namun menusuk. "Untuk apa menyembunyikannya lagi, sayang? Toh, kita akan menikah."

"Cih!" Raisa mengepalkan tangannya, amarahnya memuncak. "Lihat saja nanti!"

Raynar hanya menyunggingkan senyum tipis, matanya dingin dan penuh perhitungan.

"Kalian tidak akan pernah menikah!" teriak Raisa, wajahnya merah padam, napasnya memburu. "Tante Elisa tidak akan pernah merestui hubungan kalian!"

Dengan langkah marah, Raisa berbalik dan pergi, meninggalkan Aruna dan Raynar dalam keheningan yang tegang.

Aruna menghela napas lega, senyumnya merekah seperti bunga yang baru mekar. 'Akhirnya...' batinnya, rasa lega membanjiri dadanya setelah berhasil menyingkirkan Raisa. "Anda akan menepati janji Anda, kan, Pak?" tanyanya, menoleh ke arah Raynar yang berdiri tegak di sampingnya.

"Ehem," Raynar berdeham, tatapannya dingin dan datar. "Sampai kapan kamu akan memeluk saya?"

Aruna tersentak, menyadari tangannya masih melingkar di pinggang Raynar. Wajahnya memerah padam, ia segera melepaskan pelukannya dan mundur selangkah. 'Astaga, Aruna! Apa yang baru saja kamu lakukan?' batinnya, keningnya berkerut menyesali kecerobohannya. "Ma-maaf, Pak!" ucapnya tergagap.

Raynar tidak menjawab, matanya yang biru sedingin es menatapnya tanpa ekspresi. Ia berbalik dan melangkah menuju meja kerjanya yang besar dan mewah, duduk dengan santai seolah tidak terjadi apa-apa. Aruna menelan ludah, bertanya-tanya apakah Raynar marah padanya.

"Kemari," perintah Raynar, suaranya singkat dan tegas, memecah kesunyian ruangan.

Dengan ragu, Aruna mendekati meja Raynar dan berdiri di depannya.

"Duduk," kata Raynar, menatap sekilas ke arahnya.

'Ya Tuhan, pria ini benar-benar irit bicara,' batin Aruna, merasa canggung dan sedikit takut. Perlahan, ia duduk di kursi yang ditunjukkan Raynar.

Raynar mengulurkan sebuah map putih ke arah Aruna. "Baca ini," ucapnya dengan nada dingin, "ini adalah surat perjanjian kita."

"Perjanjian?" Aruna terkejut, alisnya terangkat. Perjanjian apa? Bukankah tadi hanya kesepakatan untuk mengusir Raisa?

"Kamu sudah bersedia membantuku, kan?" jelas Raynar, "jadi, kita harus menyelesaikan drama ini sampai akhir."

"Apa?!" Aruna tersentak, firasat buruknya terbukti.

"Kamu tidak bersedia?" tanya Raynar, menegakkan tubuhnya dan menatap Aruna dengan intens. Tatapan matanya yang tajam membuat Aruna merasa seperti diinterogasi. "Kamu boleh membacanya dulu. Saya beri kamu waktu sampai jam pulang kantor untuk memikirkannya."

Aruna mengangguk kaku, menerima map itu dengan tangan gemetar. Ia membuka map itu dan mulai membaca isinya. Setiap poin yang tertera tampak menguntungkan, bahkan terlalu menguntungkan. Namun, ada satu poin yang membuatnya terdiam, jantungnya berdebar kencang. 'Apa Pak Raynar tidak salah? Kami harus tinggal bersama?'

"Ada apa?" tanya Raynar, matanya yang biru sedingin es menatap Aruna dengan tajam. Ia melihat perubahan ekspresi di wajah Aruna, dari tenang menjadi tegang.

"I-ini, apa tidak salah, Pak?" tanya Aruna, suaranya bergetar, sambil menunjuk poin yang membuatnya bimbang. Ia ragu, apakah tawaran menggiurkan ini sepadan dengan konsekuensinya.

Raynar membaca poin yang ditunjuk Aruna dengan ekspresi datar, auranya yang tenang namun mengintimidasi. "Memangnya kenapa? Apa salahnya jika sepasang kekasih tinggal bersama?"

'Sebenarnya tidak ada yang salah, Pak,' batin Aruna, 'jika saja hubungan ini nyata.' "Hubungan kita hanya sebatas kerja sama, Pak. Saya rasa kurang etis jika kita tinggal bersama," ucap Aruna hati-hati, berusaha menjelaskan tanpa menyinggung perasaan Raynar.

Kening Raynar berkerut tipis, matanya menyipit. "Justru karena ini kerja sama, bukankah akan lebih meyakinkan jika kita tinggal bersama?"

Aruna terdiam, kata-katanya seolah tercekat di tenggorokan. Bagaimana cara menjelaskan bahwa usul ini terlalu berlebihan?

"Saya tahu, kamu sedang mencari tempat tinggal, kan?" tebak Raynar, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Dengan tinggal bersamaku, bukankah itu akan menguntungkanmu dan juga saya?"

Aruna terkejut, bagaimana Raynar bisa tahu masalah pribadinya? "Anda tahu dari mana, Pak?"

Raynar tersenyum miring, misterius. "Itu tidak penting. Yang terpenting, tawaran ini akan sangat membantumu, Aruna. Bukankah kamu kesulitan mencari alasan untuk keluar dari kediaman Dinata?"

Aruna tersentak. Raynar benar. Ia memang sedang mencari cara untuk keluar dari rumah keluarga Dinata, rumah dari keluarga Ayah tirinya yang tidak pernah menghargai kehadirannya.

"Anda..." Aruna kehilangan kata-kata. Bagaimana Raynar bisa tahu semua ini?

"Jadi, bagaimana?" tanya Raynar, suaranya lembut namun penuh tekanan. "Apakah kamu menerima tawaran saya?"

Aruna menatap Raynar, matanya mencari jawaban di balik tatapan dingin itu. Ia terjebak dalam dilema. Tawaran ini terlalu bagus untuk ditolak, namun konsekuensinya terlalu besar.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Dadakan Sang Presdir   8. Ketakutan yang berbeda

    "Huftttt," desis Aruna, lega. Setibanya di area lobi hotel yang mewah dan ramai, ia segera melarikan diri dari Raynar dengan alasan klise yang terdengar masuk akal: kamar mandi. Itu adalah satu-satunya tempat yang terlintas di benaknya untuk menenangkan diri dan memproses apa yang baru saja terjadi.Di dalam kamar mandi, ia berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang tampak memerah. "Sadar, Aruna," gumamnya lirih, mencaci dirinya sendiri. "Ini hanya sebatas hubungan kerja sama." Kata-kata itu ia ucapkan berulang kali, berharap bisa menenangkan debaran jantungnya yang masih belum normal. Ia membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap rona di wajahnya segera mereda. Kecupan yang tak disengaja itu terasa seperti jejak panas yang tak bisa dihapus, membuatnya merasa malu dan canggung.Setelah yakin penampilannya telah kembali seperti biasa dan debaran jantungnya normal, Aruna memutuskan untuk keluar dari kamar mandi. Sudah cukup lama ia bersembunyi. Ia berharap Raynar sudah terlebih d

  • Istri Dadakan Sang Presdir   7. Amsterdam, Antara tugas dan status palsu

    Cekrikkkk.Suara jepretan kamera, diikuti kilatan cahaya flash, memecah keheningan kantor catatan sipil. Aruna tersentak, jantungnya berdegup kencang. Di tangannya, tergenggam buku nikah berwarna merah, simbol pernikahan kontraknya dengan Raynar, sang atasan. Semua ini terasa seperti mimpi yang terlalu nyata, terlalu cepat, mengubah hidupnya dalam sekejap.Aruna dan Raynar berjalan berdampingan keluar dari gedung, buku nikah itu menjadi saksi bisu perubahan status mereka. Raynar tersenyum tipis, matanya melirik sekilas foto mereka di dalam buku itu. 'Ahhh... sepertinya aku sudah gila,' batinnya, suara hatinya berbisik di tengah kekacauan yang ia ciptakan sendiri.Berbeda dengan Raynar yang tampak tenang, Aruna dilanda badai emosi. Ia mencubit lengannya sendiri, berusaha meyakinkan diri bahwa ini bukan ilusi. "Shhhh," desisnya lirih, rasa sakit di lengannya membuktikan bahwa ini nyata."Ada apa denganmu?" tanya Raynar, suaranya memecah lamunan Aruna.Aruna menoleh, matanya menatap Rayn

  • Istri Dadakan Sang Presdir   6. Kontrak pernikahan

    Keesokan harinya, Aruna tiba di kantor jauh lebih awal dari biasanya. Ada tumpukan pekerjaan yang menanti, tapi pikirannya melayang pada satu hal: pertemuan dengan Raynar. 'Bagaimana cara menyampaikan permintaan ini nanti?' batinnya bergejolak, keraguan dan kecemasan menari-nari di benaknya.Saat jam kantor dimulai, Aruna sudah tenggelam dalam pekerjaannya, jemarinya lincah menari di atas keyboard laptop. Tak lama kemudian, Raynar muncul, diiringi asistennya, disambut sapaan serentak dari seluruh karyawan divisi."Pagi, Pak!" suara mereka menggema di ruangan luas itu.Raynar hanya mengangguk singkat, tatapannya dingin dan acuh tak acuh. Pemandangan ini sudah menjadi rutinitas, menyaksikan ketampanan dan aura dominan Raynar. Namun, di balik kekaguman itu, terselip rasa takut. Mereka tahu, kemarahan Raynar bisa meledak kapan saja, menghancurkan ketenangan yang rapuh."Aruna, ikut ke ruangan saya!" perintah Raynar, suaranya sedingin es, tanpa menghentikan langkahnya yang mantap.DEG.Jan

  • Istri Dadakan Sang Presdir   5. Memulai drama lebih awal

    "Siapa yang kau anggap pria liar, hmm?!" Mata elang Raynar menyipit, menatap Meida dengan tatapan tajam yang menusuk. Rahangnya mengeras, otot-ototnya menegang, menahan amarah yang bergejolak di dalam dirinya. Hinaan Meida terhadap Aruna, wanita yang kini berdiri di sampingnya, membuatnya murka.Aruna, yang merasakan aura kemarahan Raynar, mencengkeram lengan pria itu dengan cemas. Ia takut, sangat takut, jika amarah Raynar akan meledak, menghancurkan ketenangan malam itu.Meida, seolah tak gentar sedikit pun, menatap Raynar dengan tatapan tak kalah tajam. Ada campuran antara intimidasi dan penghinaan di matanya, merendahkan Raynar yang dianggapnya sebagai pria rendahan yang memelihara Aruna. 'Memang tampan,' batin Meida, matanya menelisik Raynar dari ujung kepala hingga ujung kaki, 'tapi sayang, hanya pria liar.'"Kenapa melihatku seperti itu?" ketus Meida, suaranya sinis, memecah keheningan malam. "Memang pasangan yang serasi, sama-sama rendahan," gumamnya, bibirnya melengkung sinis

  • Istri Dadakan Sang Presdir   4. Pria Liar?!

    Aruna yang lelah setelah seharian bekerja, sesampainya di rumah ia sudah di sambut dengan makian oleh Meida, nenek tirinya."Lihat, sudah jam berapa ini?!" Teriak Meida melihat Aruna baru saja masuk membuka pintu, bahkan gadis itu belum sempat melangkahkan kaki dan masih berdiri di ambang pintu, "Perusahaan mana yang mempekerjakan karyawannya hingga hampir tengah malam seperti ini? Atau jangan-jangan ... Selama ini uang yang kmu berikan kepada kami berasal dari pekerjaan yang tidak benar?!" Ucap Meida memojokkan Aruna."IBU?!" Dengan suara yang sedikit meninggi, Dario berusaha untuk menghentikan kalimat Meida yang pedas."Kamu berani membentak ibu demi membela anak ini?" Tanya Meida kesal."Dia juga anak ku, bu!" Sahut Dario, ia menatap sekilas ke arah Aruna. Melihat perlakuan Meida terhadap Aruna, ia merasa sangat bersalah. Merasa tidak bisa melindungi putri dan juga istrinya, karena istrinya juga pasti sakit hati mendengar bagaimana ibunya mencaci Aruna."Anak? Anak dari mana? Dia t

  • Istri Dadakan Sang Presdir   3. Syarat?!

    "Jangan berjalan sambil melamun!"Suara bariton itu memecah keheningan jalanan yang sepi. Aruna tersentak, jantungnya berdebar kencang. Ia menoleh, mendapati Raynar berdiri di sampingnya, tatapannya tajam namun penuh misteri. 'Kenapa Pak Raynar bisa ada di sini?' batin Aruna, matanya menelisik sekeliling, mencari jawaban yang tak terlihat."Astaga?!" serunya, terkejut dengan kehadiran Raynar yang tiba-tiba."Ada apa?" tanya Raynar, melihat kebingungan di wajah Aruna."Ti-tidak," jawab Aruna gugup. "Emmm, bagaimana Anda bisa sampai di sini, Pak?" tanyanya hati-hati, berusaha menyembunyikan rasa penasarannya. Daerah ini dekat dengan rumah keluarganya, sementara kediaman Raynar berada di kawasan elit yang jauh dari sini.Raynar memasukkan sebelah tangannya ke saku celana, tatapannya dingin namun penuh pesona. "Tentu saja, saya datang untuk menagih janji Anda," jawabnya datar, suaranya mengalun seperti beludru.DEG.Jantung Aruna berdebar semakin kencang. Ia ingat perjanjian itu, tawaran

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status