Share

Pergi Ke Rumah Tuan Muda

Author: Xysrxnxa
last update Last Updated: 2022-06-07 15:04:15

Tidak ada ciuman hangat, tidak ada sentuhan, pria itu kembali cepat didorong keluar dari ruangan setelah pernikahan terjadi. Lia merasa seperti orang bodoh yang berdiri sendiri di sana, tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan.

Hanya saja, tatapan Reza yang menghanyutkan dari kejauhan padanya begitu berkesan, hingga membuatnya merasa begitu tenang dalam sekejap.

Dari balik selayar pada kepala yang penuh, Zylva mengintip sekali lagi suami yang sedang dibawa pergi. Sepertinya sang suami benar-benar lemah dan bodoh, tangannya saja terkulai begitu. Dan wujudnya juga tidak pernah bisa dilihat oleh banyak orang.

Saat yang bersamaan, Zylva melirik pada Cya yang tersenyum licik padanya dari kejauhan, seperti meledeknya dengan tatapan kehinaan.

"Mengapa nasibku semalang ini? Aku harus lari. Aku harus lari dari pernikahan ini. Ya, benar. Setelah turun di rumahnya, aku akan kabur dan pergi. Tidak peduli ibu dan ayah akan marah. Cya bisa bebas, mengapa aku tidak bisa?” batinnya. Zylva mengepal erat tangannya hingga tubuhnya merasa begitu lemah.

Tapi, akankah Zylva benar-benar bisa melarikan diri dari rumah suaminya nanti?

Sekali lagi Zylva menundukkan kepalanya untuk menciptakan keanggunan yang berlebih. Ini seperti ikatan takdir yang tidak bisa terputus dengan mudah. Setelah melewati malam yang dingin dan panjang penuh tawa, ia harus melepaskan masa mudanya dalam sekejap mata.

Bisik-bisik penuh hina semakin menjadi-jadi, setelah semua orang melihat sosok tersembunyi itu meski ditutupi topeng yang mengerikan. Dia tidak bisa menahan diri untuk terus berdiri di sana lama-lama.

"Mari, Nyonya."

Suara seorang pelayan terdengar dari sisi kanan telinga. Lia mengikuti langkah itu dengan berat, tapi tiba-tiba seseorang menarik tangan Lia untuk memeluknya.

Nyonya Fryda berdiri di depan putrinya, meletakkan tangannya pada pipi yang tertutup selayar putih. "Putriku, boleh aku titip sebuah pesan untukmu?”

Zylva tidak bisa menahan ini. Bibirnya bergetar sekali karena menahan tangis yang sejak tadi hampir saja tumpah.

Di depan banyak orang, Nyonya Fryda memeluk putrinya yang hebat. Dengan tawa dan tangis bersamaan di telinga putrinya dia berbisik, "Putriku adalah wanita yang hebat. Jadilah istri yang baik untuk suamimu. Jika pada suatu hari nanti, seseorang berlutut di kakimu agar kau meninggalkannya, ingatlah janjimu pada Tuhan."

Nyonya Fryda melepaskan pelukannya kemudian. Sekali lagi dia mengusap pipi putrinya yang sembab dan basah.

"Jangan berpikir bahwa Cya lebih beruntung darimu. Suatu hari, tanganmu mungkin saja akan ditarik pergi. Namun, saat itu terjadi, ingatlah kata-kata Ibumu ini, jadilah bunga untuk kupu-kupu, jadilah cahaya untuk gelap, jadilah bintang pada malam yang pelik, dan jadilah tawa untuk tangis. Tidak selamanya ditusuk pedang itu membunuhmu.”

Belakangan ini, Nyonya Fryda terdengar sangat puitis. Mungkin ini adalah perasaan tulus dari seorang ibu yang harus melepaskan putrinya pergi karena sudah menikah.

Tidak terlalu lama perbincangan itu, Zylva mengintip ayahnya yang sedang asyik berbincang dengan para petinggi, persis seperti penjilat yang ulung. Zylva merasa begitu kesal dan marah, dia masuk ke dalam mobil, membuang muka begitu cepat setelah melihat Cya yang berdiri di belakang ibunya.

Dia sangat ingat, selama di prosesi pernikahan tadi, dia hanya terus sendirian. Lelaki yang telah menjadi suaminya itu dibawa pergi begitu cepat, karena takut akan jadi bahan cemooh orang-orang. Dia tidak tahu wajah suaminya, dan sepertinya pria itu juga tidak tahu wajahnya. Aneh, bukannya diantar lebih dekat dengan pusat kota, mobil yang mengantar Zylva membawanya pergi begitu jauh dari keramaian. Jalanan yang terjal, dihiasi oleh pohon-pohon yang besar dan tinggi pada sisi jalanan yang sepi dan suram.

Desiran ombak terdengar sangat dekat. Orang-orang itu membawanya begitu jauh, jauh hingga kesepian seperti sedang menghantui.

Tidak ada seorang pun yang berada di jalanan. Bahkan mobil saja tidak ada yang lewat di sana. Anehnya, perjalanan itu ternyata lebih jauh dari apa yang ia pikirkan.

"Kita mau kemana?"

Meski sebenarnya sangat enggan untuk mengeluarkan suara, Zylva akhirnya memberanikan diri bertanya karena takut.

"Tentu saja, ke kediaman suami Anda, Nyonya."

Zylva tidak bisa berpikir jernih. Padahal dia sudah merencanakan pelarian, tetapi dia bahkan tidak punya sinyal pada ponselnya. Mereka membawa Zylva menuju hutan belantara, memberikan penampakan yang seram dan tidak manusiawi.

Benar-benar persis seperti yang orang-orang bicarakan. Tuan Muda Zack dikurung pada sebuah bangunan mirip kastil di tengah hutan. Pria itu dikurung, dan bahkan dijauhkan dari kehidupan yang berisik.

Mobil mengantar tubuhnya menuju sebuah lokasi yang semakin jauh. Mereka melewati sore berkabut menuju pegunungan, tempat di mana keramaian jarang sekali atau bahkan tidak pernah ditemukan.

Zylva mengintip keluar, menyaksikan mobilnya masuk mengarah lebih dalam menuju hutan. Ia merasa tidak tenang, mulai menguatkan tangannya yang basah oleh keringat.

"Kita sebenarnya ke mana? Ini serius, kan?" Zylva memberanikan diri untuk bertanya sekali lagi. Supir dan orang yang duduk di sebelah tampak enggan memberikan jawaban untuk yang kedua kali.

Di sebuah lokasi sangat jauh dari keramaian, Zylva melihat lebih banyak orang tengah berdiri di depan sebuah bangunan mirip kastil atau bahkan rumah mewah bak mansion yang megahnya membelalakkan mata.

Dengan mata yang seharusnya berbinar, Zylva turun malah dengan perasaan takut dan kalut yang membuat matanya berkaca-kaca hingga jantungnya kian memompa.

"Kita di mana, sih?" Berkali-kali ia menanyakan hal yang sama. Berkali-kali pula mereka tidak bersuara.

Seorang wanita berumur mendekati mobil setelah berhenti, membukakan pintu untuk Zylva selagi tersenyum ramah padanya.

"Selamat datang, Nyonya Muda."

Tiga orang pelayan berseragam hitam putih hanya terus menundukkan kepala pada Zylva. Dengan keramahan mengulurkan tangan, membantu Zylva berjalan menyisir karpet merah yang terbentang begitu panjang untuknya.

Aneh, apa Tuan Muda itu benar-benar dikurung di tengah hutan yang seram seperti ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Bayangan di Balik Mata

    “Apa yang salah dengan mata Zack sebenarnya apakah dia menyembunyikan sesuatu?” gumam Zylva Malam semakin larut, tapi di dalam kastel itu, waktu seolah berhenti. Api di perapian menjilat-jilat kayu, memantulkan cahaya ke wajah Zack dan Zylva yang masih duduk berdekatan.Zylva belum melepaskan sandarannya dari bahu Zack, tapi ia bisa merasakan tubuh pria itu mulai menegang."Zack?" panggilnya pelan.Tak ada jawaban.Zylva menegakkan tubuhnya, menatapnya dengan dahi berkerut. Mata Zack terbuka, menatap ke depan… tapi tatapannya berbeda. Dingin. Seperti kosong.“Zack?” ulang Zylva, kini lebih cemas.Senyum muncul di bibir Zack. Tapi itu bukan senyum yang ia kenal. Senyum itu... miring. Sinis.“Dia tidur,” bisik Zack—atau sesuatu yang memakai wajahnya. “Sekarang giliranku.”Zylva bergidik. “Apa maksudmu?”“Apa kau benar-benar mengira dia sesederhana itu? Lembut, rapuh, bisa disembuhkan oleh kata-kata manis?” Suara Zack terdengar lebih berat, lebih tajam. “Aku bagian yang dia pendam. Yan

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Rahasia di Balik Pintu Kastel

    Zylva membuka pintu kamar perlahan. Langkahnya pelan, khawatir membangunkan Zack yang sejak tadi diam tak banyak bicara selama perjalanan pulang dari hotel. Ia mendorong kursi rodanya ke dalam kamar yang remang, aroma kayu dan obat menguar dari udara dingin ruangan itu.“Aku bisa sendiri,” gumam Zack.“Biar aku bantu buka sepatumu,” jawab Zylva tanpa ragu, tetap jongkok di depan Zack. Tangannya dengan lincah melepas sepatu pria itu, lalu meletakkannya di samping pintu. Zack tidak banyak bergerak, hanya memandangi rambut Zylva yang tergerai ke depan, hampir menutupi wajahnya.“Kenapa kau selalu melakukan hal seperti ini?” tanya Zack, suaranya pelan, nyaris seperti angin.“Karena aku istrimu,” jawab Zylva singkat, menatapnya sebentar sebelum berdiri.Zack memalingkan wajah. “Kau tidak perlu bersikap seperti istri sempurna. Aku tahu ini bukan keinginanmu.”Zylva terdiam. Ia menatap Zack beberapa saat sebelum akhirnya berkata, “Memang bukan keinginanku. Tapi kalau kita sudah di sini... bu

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Pulang ke kastel

    Mobil hitam itu melaju tenang di jalanan kota yang mulai dipenuhi cahaya pagi. Di kursi belakang, Zylva duduk diam dengan tangan terlipat di pangkuannya, sementara Zack di sampingnya hanya menyandarkan kepala pada sandaran, matanya tetap tertutup, wajahnya tersembunyi di balik topeng.“Lelah?” tanya Zylva, memecah keheningan.“Sedikit,” jawab Zack singkat. “Terlalu banyak suara tadi malam.”Zylva mengangguk pelan. Ia pun merasakannya. Pesta keluarga yang dipenuhi wajah-wajah asing, sorot mata penuh tanya, dan bisik-bisik menusuk—semuanya terlalu berat untuk seseorang yang bahkan belum sepenuhnya siap menjadi istri.“Kau tidur cukup semalam?” tanya Zylva lagi, kali ini lebih hati-hati.Zack menggeleng pelan. “Tidak bisa. Punggungku nyeri kalau terlalu lama di tempat asing.”Zylva menoleh, ingin bertanya lebih jauh, tapi urung. Ia belum tahu batas mana yang boleh ia lewati. Mereka masih terlalu asing meski sudah berbagi atap.Sesampainya di kastel keluarga—begitu semua orang menyebut ru

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Sarapan Yang Terlalu Ramai

    Zylva menggeser cangkir Zack mendekat padanya, seolah mencoba menjembatani jarak yang terasa tak terlihat.“Kalau kau mau bicara… aku ada,” ucapnya pelan, hampir seperti bisikan. Zack tak menjawab, tapi kepalanya sedikit menoleh ke arahnya. Bukan sebuah balasan utuh, tapi cukup membuat Zylva tahu—ia didengar. “Aku tidak terbiasa sarapan dengan orang lain,” gumam Zack.Zylva tersenyum kecil. “Maka mulai hari ini, biasakan dirimu denganku.”Restoran hotel itu tak ubahnya seperti aula kecil yang dihiasi lampu gantung dan meja-meja bulat yang ditutupi kain putih bersih. Di pojok ruangan, sebuah meja panjang sudah dipenuhi aneka makanan sarapan: croissant hangat, omelet, buah-buahan segar, dan berbagai minuman.Zylva mendorong kursi roda Zack ke salah satu meja dekat jendela. “Di sini saja?” tanyanya pelan.Zylva berusaha lebih dewasa dan memahami bahwa ini mungkin sudah takdirnya.Zack mengangguk, lalu menyandarkan punggungnya, tampak mulai lelah hanya dengan perjalanan singkat itu.“

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Pagi Yang Canggung

    Suara burung tidak terdengar pagi itu. Yang ada hanya dengung pendingin ruangan dan samar suara kendaraan dari jalanan jauh di bawah hotel. Zylva membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi menembus dari celah-celah tirai, membentuk garis cahaya di dinding kamar.Untuk sesaat, ia lupa bahwa dirinya sudah menikah. Lupa bahwa ini bukan kamarnya sendiri. Tapi begitu ia menoleh dan melihat sosok pria bertopeng di kursi roda yang menghadap ke jendela, kenyataan segera kembali.“Sudah bangun?” suara Zack terdengar pelan, tanpa menoleh ke arahnya.Zylva refleks duduk. “Iya... baru saja.”Zack tidak menjawab. Tangannya menggenggam cangkir kecil, dan dari aromanya, Zylva bisa menebak itu teh herbal yang tadi disiapkan pelayan hotel. Ia terlihat kaku, seperti orang yang sudah siap berperang sejak pagi.“Kau tidur nyenyak?” tanya Zylva hati-hati.“Tidak ada yang bisa disebut nyenyak,” Zack menjawab. “Aku tidak bisa tidur jika berbaring terlalu lama. Kursi ini lebih nyaman.”Zylva menarik seli

  • Istri Dadakan Si Tuan Muda Angkuh    Setelah Pertemuan Itu

    Acara berlangsung dengan formalitas yang membosankan bagi Zylva. Ia duduk di samping Zack selama hampir dua jam, hanya menjawab beberapa pertanyaan dari tamu yang datang dengan senyum sopan. Zack tetap diam nyaris sepanjang waktu, hanya mengangguk atau menoleh jika benar-benar perlu. Botol kecil di sakunya sesekali terlihat saat ia menggenggamnya erat.Zylva tak bisa berhenti mencuri pandang. Wajah pria itu masih tersembunyi di balik topeng setengah wajah berwarna hitam perak. Hanya dagunya yang terlihat, cukup untuk memperlihatkan garis rahang yang tegas, tapi juga dingin.Setelah acara selesai, mereka dibawa ke kamar hotel khusus yang sudah disiapkan untuk menginap malam ini. Zack tampak enggan, tapi tak banyak bicara. Mereka masuk ke dalam kamar suite besar dengan dua ranjang terpisah. Rico mengantar mereka, lalu segera pergi setelah memastikan segalanya aman.Zylva meletakkan clutch di meja rias, menatap bayangannya di cermin. Riasannya mulai luntur. Gaun ungu panjangnya masih ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status