Share

IDPK - Part 7. Tidak Dapat Tikus 1

"Cari terus sampai dapat, Mbak! Kasihan menantu saya ini phobia dengan tikus." Haryo Sasongko terus memberi instruksi.

"Baik, Pak." 

Terlanjur basah, pilihan terbaik bagi Sherly adalah sekalian masuk ke dalam air biar basah kuyup. Dia tidak punya pilihan untuk berbalik arah. 

Di depannya, sang Papi dari kekasihnya menganggapnya sebagai jasa pengusir tikus. Apa boleh buat, Sherly harus terima. Terlalu beresiko jika hari ini dia mendapat penilaian buruk dari calon mertuanya itu, maka di masa depan dia tidak diterima sebagai menantu.

Mengingat hal tersebut, Sherly harus menelan bulat-bulat rasa kesal di hatinya. Dalam hati, dia hanya berharap dua orang tua Satrio itu segera pergi dari rumah ini. 

Namun, ternyata setelah satu setengah jam berlalu. Papi dan Mami masih duduk dengan begitu santai di ruang makan. Dari sana, mereka berbincang dengan begitu hangat. Sesekali, menoleh ke arah Sherly dan memberi instruksi.

"Belum ketemu tikusnya, Mbak? Katanya profesional, tapi kok kayak nggak berpengalaman gitu. Huh!" Haryo mendegus. 

"Maaf, belum, Pak. Dia pinter banget sembunyi," sahut Sherly menahan kemarahan di hatinya.

"Memangnya nggak ada cara lain, Mbak? Perasaan dari tadi bolak-balik ke sana kemari sambil bawa sapu." 

Haryo sudah tidak tahan untuk memarahi Sherly. Melihat bagaimana cara Sherly memegang sapu ke sana kemari mencari tikus, Haryo memicingkan matanya.

"Satrio, nggak ada gunanya kamu manggil tenaga ahli. Dia nggak bisa diandalkan!" raung Haryo kesal.

Kejadian berburu tikus yang terjadi di kediaman Satrio ini berakhir mengenaskan bagi Sherly. Dia harus berjuang keras menyusuri bagian demi bagian dapur untuk menemukan hewan yang menjadi sebab kegaduhan sore ini. Tak urung membuat Haryo Sasongko murka.

Wajah gadis itu sudah tidak karuan, antara kesal dan jijik yang melebur menjadi satu. 

Betapa tidak!

Sebelumnya, Sherly tidak suka menyentuh dapur. Jika bukan karena menjaga nama baiknya di masa depan sebagai calon mantu, mana mau Sherly disuruh berburu tikus? Huh....

Sesekali, Sherly hanya bisa melirik ke arah Satrio dan keluarganya. Haryo masih mengoceh dan mengkritiknya. Padahal dirinya sudah mati-matian mencari tikus. Hal itu membuat hatinya begitu kesal.

"Awas kamu, Mas. Aku nggak akan maafin kamu!" dengus Sherly kesal.

"Kamu juga sialan, Lilian. Awas saja nanti, kalau Mas Satrio udah berhasil meyakinkan papanya! Aku bakal balas semua ini berkali lipat!" Sherly mendengus kesal.

Seharusnya posisinya beralih. Sherly yang duduk di sana, sedangkan Lilian yang sibuk mencari tikus. Mengingatnya, hati Sherly begitu merana.

Satrio dan keluarganya enak-enak bercengkrama di meja makan. Lilian begitu bersemangat bercerita tentang pengalamannya hari ini bertemu dengan murid-muridnya di sekolah. 

"Lilian senang banget Mas Satrio masih kasih izin Lilian untuk mengajar, Mi. Jadi Lilian nggak kesepian kalau Mas Satrio di kantor," serunya dengan bahagia.

Lilian melirik Satrio sedikit. Dia sedang memberitahu Satrio bahwa apa yang diucapkannya Ini adalah bagian dari aktingnya. Tentu saja, dia segera menangkap kode itu.

"Mami bangga punya menantu sabar dan perhatian kayak kamu, Nduk. Wes pokok e papimu nggak salah milih mantu," tukas Fatimah dengan wajah bahagia. Matanya begitu takjub menatap Lilian yang menunduk malu mendengar pujian mertuanya.

Di bagian dapur, Sherly berekspresi seperti ingin muntah mendengar Lilian berkata seperti itu. Dia tidak terima Lilian mendapatkan pujian dari orang tua Satrio.

"Mami jangan bicara gitu. Lilian jadi malu, mungkin Mas Satrio ndak berpikir Lilian hebat," sahut Lilian merendah. Dia menyempatkan menengok Satrio yang hanya duduk dengan canggung mendengarkan pujian sang Mami pada gadis gendut yang disebut Sebloh olehnya tersebut.

"Kalau Satrio ndak liat kebaikan kamu, dia pasti buta, Li." Fatimah bersikukuh.

"Ish, Mami kok nyumpahin aku," dengusnya kesal.

"Kalau kamu ndak buta, harusnya kamu bisa melihat kebaikan Lilian, kan!" 

Satrio hanya bisa mendengus kasar mendengar kalimat yang diucapkan oleh ibunya. Dalam hal ini, dia tidak akan menang jika harus berdebat dengan ras terkuat di bumi. Jadi dia memilih untuk diam menerima.

"Bagi Mami dan Papi, syarat untuk menjadi menantu di keluarga kita semuanya sudah ada pada kamu, Li. Kamu sabar, penyayang, pintar dan satu lagi ... eum, kamu tidak gampang menyerah." 

Entah kenapa saat Fatimah menyebutkan syarat menantu di keluarga mereka, Satrio melirik Sherly yang pada saat yang sama juga sedang melirik ke arah Satrio dengan raut kesal.

"Menjadi guru TK itu sebuah bukti bahwa ku memang memiliki karakter itu." 

Haryo dan Fatimah menanggapi dengan penuh antusias. Mereka terlihat bangga dengan profesi menantunya yang hanya seorang guru taman kanak-kanak dengan gaji kecil tersebut.

Sherly muak dengan situasi ini. 

"Aku capek-capek disuruh ngejar tikus, kamu malah enak-enakan bercanda dengan mereka semua!" gerutu Sherly pelan. 

Hatinya sudah dipenuhi dengan kemarahan. Nanti malam kalau Satrio datang minta maaf, dia tidak akan memaafkannya begitu saja. Kecuali Satrio membujuknya dengan sesuatu yang menarik, Sherly baru akan memperhitungkannya.

Satu setengah jam telah berlalu, tubuh Sherly sudah bermandikan keringat. Betapa dia benci dengan situasi ini. Haryo terus menatapnya tajam jika dia berhenti bergerak. Sherly harus bersyukur karena tidak ada tikus yang ditemuinya di dapur ini. Jika dia ketemu tikus, sudah barang tentu dia akan lari tunggang langgang.

Sherly mengelap dahinya yang berkeringat. Lalu, dia berjalan menuju meja makan, dimana anggota keluarga ini sedang duduk bersama.

Bersambung

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status