Share

Lupa Mantra

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan akibat kemacetan lalu lintas yang  luar biasa, aldo akhirnya tiba di kediaman mbah dukun yang sebelumnya sudah berjanji akan bertemu mereka malam ini. Pria berkemeja navy  itu disambut sang dukun dengan wajah datar dengan kedua sorot mata menyipit. 

Rio yang baru pertama kali bertemu Mbah dukun terlihat sedikit takut, raut wajahnya mulai cemas dan sesekali menghindari tatapan langsung sang dukun. 

Sang dukun yang selama ini hanya melihat Rio melalui foto foto yang ada di handphone jadul milik Anjani, kini menatap langsung bocah berperawakan kurus tinggi itu. Satu hal yang membuat sang dukun tiba tiba kesal, wajah Rio dan Ayahnya mirip sekali, bagai pinang dibelah dua. 

"Semoga kepribadianmu beda ya, Nak," ujar sang dukun dengan lembut. 

Aldo yang tengah berupaya membopong tubuh ramping istrinya segera menuju tempat ruang praktek sang dukun dan membaringkannya. 

"Mbah, Ada apa sebenarnya degan istri saya? " tanya Aldo gugup. 

Mbah Dukun yang tadinya masih fokus memperhatikan Rio, kini melempar pandang pada tubuh keponakannya yang terbaring. 

'Betah juga pura pura pingsannya,' pikir sang dukun kemudian. 

Cukup lama sang dukun terdiam, menatap keponakannya yang makin hari terlihat makin  tua dan kerempeng, padahal ia telah menyarankan untuk lebih banyak perawatan dan liburan guna mengurangi tanda tanda penuaan akibat makan hati memiliki suami pelit seperti Aldo. Apalagi keriput dan berbagai masalah kecantikan tidak bisa disembuhkan dengan mantra apapun, termasuk mantra-mantra palsu miliknya. 

"Ah ...." gumam sang dukun lemah, selalu saja  ada rasa sesak di hatinya tatkala dihadapkan dengan situasi penuh kepura puraan seperti ini. Lama terdiam memandangi keponakannya yang terlihat mengkhawatirkan, sang dukun lantas memandang Aldo, pria dengan perawakan tinggi besar dengan jambang tipis yang amat  menggoda namun kadang kala membuat perut sang dukun mual dan ingin muntah. 

sang dukun lantas menyatukan kedua telapak tangan dan komat kamit membaca matra yang Aldo sendiri tak mengerti bahasa apa yang tengah digunakan dukun itu. 

Setelah merapal matra cukup lama, sang dukun terdiam sejenak lalu kemudian meneguk segelas air putih. 

"Sudah, Mbah?" tanya Aldo tak sabar. 

"Ya belumlah, masih loading!" ketus sang dukun sembari melotot ke arah Aldo. 

Tak lama kemudian, sang dukun kembali merapal mantra sembari memercikan air ke arah Anjani. 

Aldo yang menyaksikan kelakuan aneh dari sang dukun hanya berdecak kesal, kesal lantaran sang istri belum juga siuman. 

"Apa sudah selesai, Mbah?" tanya Aldo kemudian. 

Sang dukun menggeleng lemah,"Mbah lupa sebagian mantranya," ujar sang dukun yang kemudian mengulang kegiatan komat kamitnya lagi. Aldo menarik nafas berat, seberat beban hidupnya malam ini. 

Setelah merapal matra cukup lama, Sang Dukun kembali terdiam, menatap Aldo dengan netra membulat. 

"Ada apa,Mbah?" Aldo yang sudah penasaran lantas menyerang Mbah Dukun dengan banyak pertanyaan. 

"Kita diserang balik, tampaknya pria yang mengguna guna istrimu tak rela kalau istrimu kembali kepangkuanmu!" terang sang dukun berapi api kemudian kembali mengelus janggutnya yang mulai menipis. 

"Saya tidak terima, Mbah!" Aldo marah dan menggebrak meja, hingga menumpahkan beragam kembang yang susah payah dikumpulkan sang dukun. 

"Kita harus membalasnya, Mbah!" teriak Aldo dengan nafas naik turun berusaha menguasi emosinya. 

Mbah dukun yang menyaksikan kemarahan Aldo langsung menyodorkan segelas minuman ke arah pria itu, Aldo segera meraihnya dan meneguk minuman itu sampai tak tersisa. 

Glek  Glek  Glek! 

"Sudah lega?" Tanya Mbah dukun setelahnya. 

Aldo mengangguk, kemudian menatap sang Istri yang tengah terbaring. Ia benar-benar tak menyangka bahwa ada pria lain yang mati matian menginginkan istri kucelnya. 

"Masalah membalas itu gampang," ujar sang dukun kemudian." Hanya saja, resikonya berat. Jika sampai kita kalah maka istrimu bisa gila dan akan membunuhmu," lanjut sang dukun menerangkan. 

"Apa? Bisa gila dan membunuhku?" Aldo seketika bergidik tatkala teringan pisau pemotong daging yang barusaja dimainkan istrinya. 

Mbah Dukun mengangguk, kemudian kembali  mengelus janggut panjangnya. 

"Mbah," Aldo mulai mengutarakan keingintahuannya. 

"Siapa sebenarnya yang menginginkan Istri saya?" tanya Aldo. 

Mbah Dukun tampak berfikir sejenak, memejamkan mata dan membuka kedua netranya lalu menguap. Maklum, jam segitu si dukun biasanya sudah terlelap ke alam mimpi. 

"Atasan di tempat kerjamu, pria bertubuh kekar yang gajinya lebih besar dari gajimu," terang sang dukun asal. 

Aldo terhenyak, mulai menerka nerka pria mana yang sang dukun maksud. 

"Apa mungkin pria itu yang membiayai perawatan istrinya hari ini?" tanya Aldo kemudian. 

Sang dukun mengangguk. 

"Jadi bukan memangkas uang jatah bulanan dariku, Mbah?" tanya Aldo kemudian. 

"Tentu saja bukan, uang jatah bulanan yang kau berikan tidak seberapa," sahut sang dukun pendek. 

Aldo mengusap dada, terlihat lega kemudian sedikit salah tingkah di depan sang dukun yang menatapnya tajam. 

Anjani yang merasa obrolan kedua orang itu terlalu panjang, langsung bereaksi dengan duduk menghadap mereka berdua kemudian memunguti kembang tujuh rupa yang berjatuhan lalu mengunyahnya. 

Matanya melotot dan giginya terdengar gemeretak. 

Sang dukun yang merasa ini diluar skenario mereka, lantas kaget dan menatap Anjani dengan seksama. Ia berfikir sungguh musibah apabila ternyata Anjani kesurupan sungguhan. Ia bahkan tak tau bagaimana cara mengobati orang yang terkena gangguan jin. 

Sang Dukun mengerjab ke arah keponakannya itu, meminta kode apakah semua yang dilakukan Anjani masih berada dalam rencana mereka. Anjani  yang langsung mengerti  maksud Sang paman membalas kontak mata pamannya dengan cepat. 

"Paman, Apa Anjani kesurupan lagi?" tanya Aldo dengan sedikit menggeser tubuhnya. 

"Benar, Ia harus segera diobati," ujar sang dukun. 

"Mari kita mulai saja, Mbah," sahut Aldo pendek. 

"Tidak bisa, Mbah butuh beberapa syarat dan ritual agar jin di dalam tubuh istrimu segera pergi!" terang sang dukun. 

"Apa saja syaratnya, Mbah. Akan saya penuhi!" jawab Aldo tegas. 

"Masalah syaratnya, biar Mbah yang mencarikan, kamu hanya perlu menyiapkan Maharnya!" jawab sang dukun pendek sembari memperhatikan raut muka pria di depannya. 

"Uang bukan masalah bagi saya," sahut Aldo kemudian. Ia mulai berfikir akan menjual rumah yang sekarang ini di tempati Sania. Mengingat kekasihnya itu sudah tidak setia, maka Aldo juga berniat akan menagih semua biaya yang dikeluarkannya selama ini demi mempercantik wanita idamannya itu. 

"Syarat yang kedua, kamu harus mandi di kali yang ada di belakang sana," terang sang dukun kemudian. 

"Kenapa harus saya yang mandi, Mbah?" tanya Aldo kebingungan. 

"Bau keringatmu asem!" celetuk sang dukun acuh. 

Aldo yang menyadari sudah hampir jam 10 malam belum juga mandi, sedikit mengangkat tangan lalu mengendus kedua ketiaknya secara bergantian. Pria berkemeja navy itu lantas senyum malu-malu dan segera beranjak mengikuti sang dukun yang telah lebih dulu melangkah. Dengan perginya kedua orang itu berarti akting Anjani sementara di cutt. 

"Alhamdulillah."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status