"Ibu udah sehat?" tanya anak itu dengan begitu polosnya.
Anjani mengangguk dan mengajak anak semata wayangnya duduk di kursi rotan milik sang paman sembari memencet remote Tv. Tak lama terdengar riuh tawa ibu dan anak itu di saat menyaksikan kelucuan dari drama yang sedang mereka tonton.
"Bu, Apa masih ada sisa martabak tadi?" tanya Rio kemudian. Anjani menatap datar bocah itu dan mengangguk. Seketika raut wajah Rio menjadi cerah, ia sudah membayangkan pulang ke rumah lalu mengunyah martabak spesial dengan segelas susu hangat.
"Bu, Apa orang kesurupan suka makan martabak?" tanya Rio lagi.
Anjani terhenyak kemudian bertingkah seolah tak peduli dengan kecurigaan putranya.
Rio yang belum menyerah mengintrogasi Ibunya kembali menatap lekat wajah sang ibu kemudian menggoyang goyangkan lengan sang Ibu dengan lembut.
"Bu .... Apa sebenarnya Ibu cuma pura-pura kesurupan?"
Rio semakin menuding Ibunya dengan berbagai pertanyaan yang seketika membuat wanita bertubuh ramping itu tak mampu berkata."Bu ...." pinta Rio kemudian.
"Ok, ok, Rio. Tahukah kamu semua orang yang sedang kesurupan bisa makan apa saja, termasuk martabak!" tegas Anjani menyakinkan putra tunggalnya itu.
"Apa Ibu juga bisa makan beling?" tanya Rio dengan polosnya.
"Ah, tentu saja bisa!" sahut sang ibu yakin. Padahal dalam hati ini mengumpat sejadi jadinya jika ternyata harus berakting makan beling juga. Ada ada saja.
Puas mencerca sang Ibu dengan berbagai pertanyaan laksana seorang detektif, bocah bermata bulat itu kembali fokus menonton acara sulap yang baru saja ditemukannya pada salah satu chenel favoritnya
Anjani celingak celinguk, memperhatikan pintu dapur sesering mungkin, takut kalau kalau sang paman dan suaminya tiba tiba muncul dan melihat mereka yang sedang asyik menonton tv.
Di sisi lain, Aldo dan Mbah dukun yang baru saja tiba di kali, menyorot senter ke arah rerimbunan semak dan pohon yang memenuhi pinggiran kali.
Pria berkemeja navy itu menatap sang dukun sebentar, tampaknya ada keraguan di hatinya kalau kalau di kali kecil itu ada beberapa binatang melata yang berbahaya."Lintah ada?" tanya Aldo yang ingin menuntaskan rasa penasarannya.
Sang dukun menoleh dengan cepat, ia langsung teringat akan kejadian seminggu yang lalu.
"Mbah ...." Panggil Aldo lagi. Sang dukun tersadar dan kembali menyorot senter ke arah sungai yang mengalir.
"Ada," sahut sang dukun pendek.
"Waduh, saya takut, Mbah!" jawab Aldo pendek.
"Ada yang pernah kena gigit?" tanya Aldo lagi.
"Tidak ada. Tapi kalau di mangsa buaya ada!" Terang saang Dukun sembari menyorot senter tepat di wajah pria yang terkenal pelit itu. Aldo memicingkan mata dan terlihat mulai gugup."Cepat buka pakaian mu dan mandi," perintah sang dukun kemudian.
Aldo yang masih ragu ragu kini terlihat semakin gugup, deru nafasnya yang berhembus cepat menandakan bahwa pria yang bernama lengkap Aldo Suganda itu tengah dilanda ketakutan.
"Cepat, buka bajumu dan mandi!" perintah sang dukun kemudian.
Aldo lantas membuka kancing kemejanya satu persatu dan menanggalkan pakaiannya, disusul pula dengan celana yang tengah ia pakai. Pria itu tampak kedinginan hanya dalam balutan pakaian dalam saja.
"Mbah, kalau saya dimangsa buaya, bagaimana?" tanya Aldo sembari melangkah mengikuti sang dukun yang hendak menuju pinggiran sungai.
"Buaya kok takut sama buaya!" ketus si dukun pelan.
"Jangan gitu donk, Mbah," balas Aldo kemudian.
"Aman, percayalah dengan kesaktianku!" sahut sang dukun pendek. Padahal dalam hati ia juga sangat berhati hati. Bukan tanpa sebab, seminggu yang lalu ada dua warga yang tengah mencari ikan menghilang, warga mencarinya hingga subuh namun tidak menemukan kedua orang itu. Setelah tiga hari kemudian barulah ditemukan jasad kedua pencari ikan itu dalam keadaan tak bernyawa serta sudah tak utuh. Dimangsa buaya konon katanya.
Mbah Rejo, nama sang dukun. Memang sudah biasa mandi di kali itu. Ia lebih nyaman mandi di tempat terbuka dengan jernihnya air yang mengalir. Sudah lama sekali ia tak terlibat dengan mewahnya kehidupan layaknya orang orang kota.
Setelah mengguyur tubuh beberapa kali, Aldo beranjak meraih handuk dan kain lalu segera menyelimuti tubuhnya yang polos dan menggigil.
Mbah dukun yang terlihat puas telah mengerjai Aldo terkekeh geli dan meledek pria itu habis habisan.
Aldo yang merasa ini adalah bagian dari ritual agar bisa menyelamatkan nyawa sang Istri yang sebenarnya sudah tak lagi dicintainya, tanpa sadar mulai memikirkan nasib wanita yang telah menemaninya hampir sepuluh tahun lamanya.
Rencana Anjani dan sang paman justru membuat Aldo mengingat banyak kenangan manis yang dahulu pernah Ia dan sang Istri habiskan berdua."Mikirin Apa?" tanya Sang Dukun saat memperhatikan sosok pria di sampingnya yang berjalan lurus dengan tatapan jauh.
"Ingat kenangan dengan istri saya, Mbah," jawab Aldo pendek.Sang dukun terhenyak. Ia berfikir bahwa pria yang sebenarnya suami dari keponakannya ini ternyata masih mempunyai perasaan terhadap istrinya. Meskipun pelit, perhitungan dan juga suka selingkuh tapi Sang dukun akan mengusahakan yang terbaik untuk rumah tangga Anjani dan juga kepada suaminya agar lebih menghargai istri dan janji suci sebuah pernikahan.
"Punya banyak kenangan manis,toh!" ujar Sang dukun lagi. Aldo mengangguk dengan senyuman manis di sela sela bibirnya yang membiru akibat kedinginan.Memang tak bisa dipungkiri, memasuki usia pernikahan yang semakin lama, rasa bosan dan jenuh akan ikatan pernikahan akan selalu ada. Bagian dari ujian dari Sang Kuasa untuk lebih mempererat hubungan dalam rumah tangga, baik itu suami ke istri, orang tua ke anak atau menantu ke mertua. Untuk itulah berumah tangga adalah ibadah terlama yang akan dijalani oleh setiap orang yang akan menikah. Sampai akhir hayat. Kedati demikian, untuk alasan apapun, perselingkuhan tidak bisa dibenarkan walau dalam kondisi apapun.
Meminta maaf dan memaafkan adalah bekal utama yang harus selalu dimiliki oleh setiap pasangan karena di dunia ini tak ada insan yang 100% hidup dengan benar. Semuanya pendosa dan berdosa.
Kedua pria itu melangkah pelan melewati jalan setapak yang di penuhi semak liar dan beberapa tumbuhan putri malu yang sesekali menggores kaki dan hampir saja membuat keduanya terjerembab.
Malam semakin larut, suara jangkrik mulai terdengar semakin bersahutan, suara burung hantu di atas pohon beringin tua di sisi kali terdengar semakin jelas dan menambah suasana menjadi semakin mencekam dan menakutan.
"Mbah sering mandi di kali itu?" tanya Aldo memecah sunyi diantara mereka.
Sang dukun menoleh sejenak,"Bukan hanya mandi, BAB pun saya di kali itu juga" sahutnya santai.
" Sudah Ibu bilang kamu cuma salah lihat!" Anjani menarik lengan putranya dengan cepat memasuki pintu. Sekitar 5 menit yang lalu mereka baru saja tiba di rumah besar itu. " Enggak, Bu. Rio yakin itu ayah!" anak itu menolak apa yang coba sang Ibu yakinkan. Anjani lantas melotot. " Masuk kamar dan tidur!" perintah Anjani kemudian. Jono menarik nafas dalam-dalam kemudian melangkah pergi menuju kamar tidurnya mengikuti perintah Sang Ibu. " Haduh, nyaris saja ketahuan!" lirih Anjani sembari melirik Arloji sejenak. Azan isya' telah berkumandang sekitar 10 menit yang lalu sadang belum ada tanda tanda bahwa sang suami akan pulang ke rumah. Sebuah Klakson motor terdengar cukup nyaring hingga membuat Anjani harus kembali membuka pintu depan untuk memeriksa. Seorang Pria dalam balutan baju hitam tampak bermain kode dengannya. Namun Anjani masih mengisyaratkan untuk menunggu hingga pukul 10 malam. Selain karena suasana akan semakin sepi juga untuk memastikan apakah Aldo akan pulang atau tidak
" Suara apa itu, Mbah?" Rianti yang baru hendak menyuap nasi seketika menghentikan aktivitasnya kemudian menoleh ke arah sumber suara. Mbah Rejo menatap arah sumber suara dengan jantung berdebar debar. " Mungkin kucing," sahut Mbah Rejo kemudian.'Apa yang tengah dikerjakan dua orang itu?' batin Mbah Rejo sembari mengunyah sesendok nasi yang terasa amat serat di tenggorokannya. Keseringan berbohong ternyata bisa membuat Pria tua itu kesulitan menelan nasi." Mbah memelihara kucing? Anggora atau Persia, Mbah?" tanya Rianti di sela sela makan malam mereka." Ciliwung, orang nemunya dari kali belakang," sahut Mbah Rejo acuh.Rianti lantas terkekeh, ia menatap Aldo yang sejak tadi hanya diam saja sembari menyantap makan malamnya yang terasa begitu nikmat." Pindangnya enak, sepertinya dulu pernah makan masakan yang seperti ini?" puji Aldo. " Dimana?" tanya Rianti." Hm ... Kalau tidak salah mirip seperti masakan Anjani," balas Aldo. Rianti lantas membuang muka dan enggan membahas lebi
Anjani dan Rio yang masih bersembunyi di dapur mulai cemas lantaran Mbah Rejo tak kunjung muncul dan memberi informasi. Suara percakapan ketiganya terdengar samar-samar dari balik dinding dapur, Anjani bahkan harus menempelkan telinga agar bisa mendengar pembicaraan ketiganya." Apa sih yang tengah mereka bicarakan? Kenapa lama sekali?" Anjani menggerutu sembari mondar mandir tidak jelas. Putranya yang tengah memunguti pecahan gelas hanya sesekali menatap dan kembali meneruskan pekerjaannya.Di depan meja praktek Sang Dukun, Aldo dan Rianti masih bercerita panjang lebar mengenai susuk yang akan digunakan Mbah Rejo untuk mempercantik Rianti." Mbah biasanya apa saja pantangan yang tidak boleh dilanggar jika saya nantinya memasang susuk?" Rianti masih mengajukan berbagai macam pertanyaan seputar susuk yang nantinya akan ia pasang." Hm, mengenai pantangan saat memakai susuk biasanya lain jenis susuk maka beda pula jenis pantangannya," sahut Mbah Rejo sembari mencuri curi pandang ke bel
" Mbah baik banget deh," puji Rianti pada sosok pria tua yang kini tengah duduk di hadapannya. Pria itu tersenyum malu malu persis seperti remaja pria yang tengah mengalami cinta monyet dengan teman sebayanya. Aldo yang menyaksikan kejadian itu hanya mampu menarik nafas berat. Walau katanya sudah tua tapi tetap saja Mbah Rejo juga laki laki normal dan jelas ia menangkap sinyal sinyal ketertarikan dari pria yang sudah berumur tidak muda lagi itu terhadap Rianti. " Oya, Apa sebenarnya tujuan kalian datang ke rumahku sore hari begini?" tanya Mbah Rejo setelah cukup lama menatap belahan dada Rianti yang begitu menggoda. " Ah, syukur akhirnya sadar juga," Gumam Aldo setelah terdiam cukup lama dan hanya menjadi penonton di antara Rianti dan Mbah Rejo. " Begini Mbah, kedatangan kami kemarin sebenarnya ingin membahas mengenai syarat-syarat yang pernah Mbah ajukan dulu serta saya juga ingin mengatakan bahwa suamiku Himawan sudah kembali kepadaku dan memenuhi kewajibannya seperti sedia kala
Kedatangan Aldo yang secara tiba tiba sore itu sontak membuat Mbah Rejo, Anjani dan putranya kalang kabut. Terlebih saat pecahan gelas tampak berserakan di lantai. Di luar sana, Aldo dan Rianti terlihat mulai meninggalkan mobil dan memasuki pekarangan rumah Mbah Rejo. " Kenapa Si Mbah malah pergi ya, Mas?" tanya Rianti heran. Aldo menggeleng tak mengerti. Rasanya tak ada yang salah dengan kedatangan mereka tapi mengapa Mbah Rejo langsung pergi begitu saja tanpa memperdulikan kedatangan mereka. " Rasanya tidak ada yang aneh pada kita, tapi kenapa si mbah malah gak sama sekali peduli pada kita," Aldo menimpali. Lantaran Mbah Rejo tak kunjung muncul, Aldo dan Rianti memutuskan untuk menunggu di teras. Sesekali keduanya memanggil Mbah Rejo namun sang empunya rumah belum juga muncul. " Ada apa sama si Mbah, ya? gak biasanya begitu."ujar Aldo curiga. "Aku juga gak ngerti, Mas. Apa jangan jangan dia menyembunyikan sesuatu dari kita?" Rianti memijat pelipis perlahan, ada rasa cenat cenut
" Aku sudah letakkan sertifikatnya di atas meja di dalam kamar Mas Aldo, berhati hatilah, buatlah ini seolah olah seperti perampokan sungguhan," ujar Anjani pada sosok dalam balutan jaket kulit hitam serta memakai masker bergambar tengkorak yang hanya menutupi sebagian wajahnya. Pria itu mengangkat jempol seraya tersenyum penuh arti." Serahkan semuanya padaku, akan ku pastikan semua berjalan sesuai rencana," ujar Pria itu kemudian.Mbah Rejo melipat tangan di dada, ada lega di hatinya saat melihat keponakannya itu mendengarkan semua ide ide nya dan melaksanakan semuanya sesuai dengan rencana. Ia tak ingin menunggu lebih lama lagi, lebih cepat maka semua tentu akan lebih baik. Sangat menjijikan jika harus berdiam diri serta menyaksikan kebejatan perbuatan Aldo yang kian hari kian memalukan. Baginya, Anjani sudah lebih banyak bersabar dalam diamnya dan Rio entah mungkin anak itu sudah lupa bagaimana sosok seorang Ayah yang pernah dikenalnya dulu."Jangan sampai ketahuan, ya?" ujar M