Beranda / Romansa / Istri Gelap Sang CEO Dingin / Pernikahan Tanpa Saksi

Share

Istri Gelap Sang CEO Dingin
Istri Gelap Sang CEO Dingin
Penulis: Reju

Pernikahan Tanpa Saksi

Penulis: Reju
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-14 17:07:29

Hujan sore itu turun tanpa ampun, memukul kaca besar ruang marmer putih dengan ritme yang berat dan muram. Awan kelabu menggantung rendah, seolah menolak menjadi saksi dari pernikahan yang tidak seharusnya terjadi. Di tengah kesunyian yang dingin, suara pena menoreh di atas dokumen terdengar seperti cambuk kecil yang memecah udara.

“Alaire Davina,” suara itu berat, dalam, tanpa getaran perasaan. “Tandatangani.”

Alaire menatap pena di tangannya. Jemarinya gemetar, tapi bukan karena dingin. Pria di seberangnya — Nayel Arvanden — berdiri tegak, mengenakan jas hitam berpotongan tajam yang membuat bahunya tampak seperti dinding.

CEO termuda Arvanden Corp, pewaris imperium bisnis yang ditakuti siapa pun yang mengenalnya. Dan sekarang, dia — orang perempuan biasa yang hanya ingin hidup tenang — akan menjadi istrinya. Bukan karena cinta, tapi karena sebuah perjanjian.

“Ini bukan pernikahan,” gumam Alaire pelan, suaranya serak. “Ini hukuman.”

Nayel menatapnya. Tatapannya abu-abu dingin, seperti batu yang sudah lama kehilangan panas matahari. “Kau bebas menyebutnya apa pun yang membuatmu nyaman,” katanya datar. “Tapi kontrak sudah ditandatangani. Mulai sekarang, kau adalah Ny. Arvanden.”

Senyum tipis muncul di bibirnya — senyum yang lebih mirip luka daripada kebahagiaan.

Alaire akhirnya menorehkan tanda tangannya di atas dokumen itu. Tinta hitam menempel di ujung jarinya, sama hitamnya dengan takdir yang baru saja ia terima.

Petugas upacara pernikahan yang berdiri di sisi meja mulai berbicara. “Apakah Anda, Alaire Davina, bersedia menerima Nayel Arvanden sebagai suami Anda?”

Alaire mengangkat wajahnya, menatap kosong ke arah pria di hadapannya. Ada jeda panjang, sebelum akhirnya bibirnya bergetar dan berkata lirih, “Saya… bersedia.”

Kata itu keluar seperti bisikan yang mematikan sesuatu di dalam dirinya.

Petugas berpaling pada Nayel. “Apakah Anda, Nayel Arvanden, bersedia menerima Alaire Davina sebagai istri Anda?”

“Ya.”

Jawabannya pendek, dingin, dan tajam seperti pisau yang menutup pembicaraan.

Cincin perak melingkar di jari manisnya, dingin dan berat. Sama seperti mata suaminya.

Dalam lima belas menit, semuanya selesai. Tak ada musik, tak ada tawa, bahkan tak ada senyum di antara saksi. Dua orang yang tak mereka kenal menandatangani dokumen lalu pergi.

Hanya keheningan yang tersisa.

Begitu pintu tertutup, mereka berdua berdiri berhadapan dalam diam.

Alaire meremas ujung gaunnya, menunduk. “Apakah… semua ini sungguh perlu disembunyikan?” tanyanya akhirnya. “Tidak akan ada yang tahu kita menikah?”

Nayel menatap jendela besar di belakangnya, tempat hujan mengaburkan pemandangan kota. “Tidak media, tidak publik, bahkan tidak stafku,” katanya. “Kau akan tinggal di penthouse lamaku. Hanya staf kepercayaanku yang akan mengantarmu ke sana.”

Alaire menegakkan punggungnya, berusaha terdengar tegas. “Jadi… aku akan hidup seperti tahanan?”

Nayel memutar tubuhnya perlahan, menatapnya dengan mata yang sulit dibaca. “Kau akan hidup seperti seseorang yang membayar utang.”

“Utang?” Alaire memicingkan mata. “Saya tidak berutang apa pun pada Anda.”

“Tidak,” Nayel menimpali, suaranya rendah dan tenang. “Tapi keluargamu berutang banyak padaku.”

Ia melangkah mendekat, langkahnya tenang, tapi setiap langkah memukul jantung Alaire lebih keras.

“Orang tuamu menghancurkan keluargaku. Dan aku… hanya menuntut keadilan dengan caraku sendiri.”

Alaire terdiam, tubuhnya menegang. “Anda menikahiku untuk membalas dendam?”

Senyum Nayel muncul lagi, samar tapi menakutkan. “Setiap dendam butuh panggungnya sendiri, Alaire. Dan kau adalah panggungku.”

Hujan di luar semakin deras, memantulkan cahaya lampu ke wajah pucat Alaire. Ia merasa dadanya sesak, tapi ia tak mau menunjukkan ketakutannya. “Anda pikir saya akan diam saja setelah tahu semua ini?”

Nayel berhenti di hadapannya, begitu dekat hingga Alaire bisa mencium aroma aftershave mahal di kulitnya.

“Ya,” katanya pelan. “Karena kalau tidak, keluargamu tidak akan lagi hidup dengan tenang.”

Satu kalimat itu menutup semua jalan keluar.

Alaire menelan ludah, berusaha menahan air mata yang mendesak di pelupuk. “Anda benar-benar… monster.”

“Dan kau memilih untuk berdansa dengan monster itu,” balas Nayel dingin. “Karena tanpa aku, keluargamu sudah tenggelam.”

Keheningan panjang menggantung. Hanya suara hujan yang memecah waktu.

Nayel menatap jam tangannya, lalu berkata tenang, “Aku ada rapat pukul enam. Staf akan menjemputmu dalam satu jam. Jangan berusaha kabur, Alaire. Aku akan tahu bahkan sebelum kau sempat membuka pintu.”

Ia berbalik, melangkah pergi.

Alaire berdiri terpaku, napasnya berat. Setiap detik terasa seperti jarum jam yang menusuk pelan ke jantungnya.

Ketika pintu tertutup, keheningan kembali menelan ruangan. Ia menatap cincin di jarinya, benda kecil yang tiba-tiba terasa seperti belenggu besi. Hujan menetes di luar, menari di atas kaca, memantulkan bayangan dirinya yang pudar.

“Aku tidak akan tinggal diam,” bisiknya perlahan. “Kalau ini permainanmu, Nayel Arvanden…”

Ia menatap keluar jendela, matanya memantulkan kilat yang menyambar di kejauhan.

“…aku akan mempelajari setiap aturannya. Dan pada akhirnya, aku yang akan menutup panggung ini.”

Petir kembali menyambar, mengguncang langit sore.

Hujan makin deras, seolah mengaburkan batas antara dunia nyata dan kutukan yang baru saja dimulai.

Dan di tengah badai itu, pernikahan mereka resmi dimulai — dengan kebencian sebagai saksi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   The Echo Signal

    Langit di atas Zurich berwarna abu-abu kelam. Sebuah helikopter tanpa tanda terbang rendah di atas atap gedung tua yang ditinggalkan, hembusan anginnya memecah kabut pagi. Di dalam ruangan di bawahnya, Alaire duduk bersandar di tembok, napas berat, luka di bahu kirinya masih basah oleh darah. Hening. Hanya suara detak jam tua yang masih berjalan di pojok ruangan. Vira masuk membawa perban dan segelas air. Wajahnya letih, tapi matanya tetap tajam. “Kau seharusnya tidak bergerak dulu,” katanya pelan. Alaire menatap keluar jendela retak, ke arah menara komunikasi di kejauhan yang memancarkan cahaya aneh. “Dunia berubah, Vira. Aku bisa merasakannya.” Vira menatapnya ragu. “Kau bicara tentang sinyal itu lagi?” Alaire mengangguk pelan. “Semenjak Helix Dawn hancur, frekuensi aneh muncul di seluruh dunia. Tidak bisa dideteksi oleh radar biasa. Tapi aku tahu pola itu. Itu bukan sekadar noise.” Ia menatap layar kecil di depannya gelombang sinyal berirama, tapi membentuk pola detak jan

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   The Second Pulse

    Basel, Swiss. Udara dingin musim gugur menggigit kulit, menyelusup di sela mantel hitam yang membungkus tubuh Alaire. Kota tua itu tampak damai di permukaan — jalan-jalan berbatu, kafe dengan lampu kuning hangat, dan sungai Rhine yang memantulkan cahaya bintang tapi di bawah tanahnya, sesuatu yang jauh dari damai sedang berdenyut. “Aku masih tidak percaya kita ada di sini,” gumam Vira pelan sambil menatap layar tablet kecil di tangannya. “Koordinat dari file Nayel menunjuk ke area penelitian Elysion Biotech, tapi tidak ada catatan publik tentang fasilitas bawah tanah di sana.” Alaire menatap bangunan besar di ujung jalan: menara kaca dengan logo heliks perak di atasnya. “Karena itu bukan fasilitas publik,” jawabnya datar. “Itu laboratorium rahasia yang bahkan pemerintah tidak tahu.” Vira menelan ludah. “Jadi apa rencanamu?” Alaire menatap jam tangannya. “Kita masuk malam ini.” Pukul 01.13 dini hari. Langit Basel gelap total ketika dua bayangan bergerak cepat di antara lorong

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Dawn Protocol

    Tiga hari setelah ledakan Arvanden, kota masih berbalut kabut dan abu. Media internasional menayangkan gambar reruntuhan gedung megah yang kini hanya tinggal rangka besi hangus. Nama Nayel Davina memenuhi setiap headline sebagian menyebutnya pahlawan, sebagian lagi mengutuknya sebagai dalang kehancuran. Di antara semua itu, hanya satu orang yang tahu kebenaran. Alaire. Ia duduk di kursi rumah sakit, menatap layar kecil di tangan rekaman terakhir dari kamera keamanan bawah tanah yang berhasil ia selamatkan. Dalam video itu, Nayel menatap kamera sambil berkata pelan, “Kalau kau menonton ini… berarti aku gagal kembali. Tapi aku tahu kau akan melanjutkan.” Suaranya tenang, tapi di matanya masih tersisa rasa takut bukan takut mati, tapi takut ia tak sempat menuntaskan apa yang telah dimulainya. Alaire menutup layar, air mata jatuh tanpa suara. Di meja di sebelahnya tergeletak flashdisk hitam dengan label tipis bertuliskan “A.DawnProtocol” — warisan terakhir Nayel. Ia memutar flas

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Api Dalam Darah

    Suara tembakan menggema di lorong bawah tanah, memantul di dinding baja dan menelan seluruh udara di sekitar. Nayel terhuyung mundur, tubuhnya membentur panel logam, sementara darah hangat mulai merembes dari sisi bahunya. Namun tangannya tetap menekan keyboard, menyelesaikan proses terakhir. “Sudah terlambat, Vin,” desisnya. “Semuanya sudah terkirim.” Vin Arvanden berdiri beberapa meter di depannya, pistol masih berasap. Wajahnya tampak menegang, tapi mata itu dingin, nyaris kosong tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun. “Kau pikir aku tidak siap untuk ini?” katanya pelan. “Aku yang menciptakan sistem itu, Nayel. Kau hanya memainkan permainan yang sudah kusiapkan.” Nayel tertawa kecil, getir. “Permainanmu baru saja berakhir.” Di layar di belakang mereka, data yang bocor terus mengalir laporan keuangan, rekaman percakapan, bahkan file rekayasa genetik rahasia yang menjadi inti proyek “Pulse”. Nama Vin Arvanden kini terpampang di setiap media dunia. Vin melangkah maju, pisto

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Sebelum Terbakar

    Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah dan langit kelabu. Rumah tua itu kembali sunyi, seolah tahu malam ini bukan sekadar malam biasa, tapi malam terakhir sebelum segalanya berubah. Alaire duduk di tepi tempat tidur, mantel gelapnya masih basah di ujung. Sementara Nayel berdiri di dekat jendela, menatap kota jauh di bawah bukit. Lampu-lampu gedung Arvanden tampak seperti bara yang siap meledak kapan saja. “Besok jam delapan konferensi dimulai,” ucapnya pelan. “Begitu data dari flashdisk Vira terkirim, semua media akan menerima salinannya secara otomatis. Vin tak akan sempat menutupi apa pun.” Alaire menatap punggungnya yang tegap tapi tampak tegang. “Dan kalau sistem mereka mendeteksi kirimanmu?” “Dia akan tahu aku masih hidup.” “Dan dia akan memburumu.” Nayel menoleh. Ada senyum samar di wajahnya bukan bahagia, tapi lelah. “Bukankah itu yang kita tunggu?” Alaire menggeleng pelan, matanya berkilat. “Aku tidak menunggumu mati, Nayel.” Kata-kata itu memecah udar

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Dalam Bayang Balas Dendam

    Hujan turun deras sejak subuh. Air menetes dari atap rumah tua itu, memantul di jendela dan menciptakan bayangan buram di lantai. Alaire berdiri di dekat perapian yang dingin, membungkus tubuhnya dengan jaket tipis. Matanya menatap api kecil yang baru menyala cahayanya menari di wajah pucatnya, memantulkan kelelahan yang tak sempat ia sembunyikan. Sudah dua hari sejak mereka bersembunyi di rumah peninggalan Clara Davina. Dua hari tanpa kabar dari dunia luar. Ponsel mereka dibungkam. Kamera pengintai di sekitar properti dicabut satu per satu oleh Nayel. Rumah itu menjadi tempat terakhir yang tidak tersentuh oleh Arvanden Corp atau setidaknya, belum. Di meja kayu tua, bertebaran dokumen, foto, dan potongan berita lama. Nayel duduk di kursi, membolak-balik berkas dengan mata yang menatap tajam, seperti seseorang yang berusaha menafsirkan masa lalunya sendiri. Ia terlihat letih, tapi di balik kelelahan itu ada sesuatu yang lain: amarah yang dingin. Alaire mendekat perlahan. “Ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status