“Ah, aku kesiangan!”
Bunyi alarm jam dari ponsel Yuna berbunyi. Gadis itu membuka matanya dengan panik. Setelahnya, ia langsung bergegas menuju kamar mandi.Untunglah Ryan sudah pulang. Dulu, lelaki itu menemaninya siang dan malam selagi ia masih bersedih. Ia bahkan disuapi bubur yang lelaki itu buat sendiri.Ya, kulit yang ditampilkannya memang benar-benar mulus hingga berhasil mengelabui Yuna. Hati gadis mana yang tak akan luluh dengan perhatian seperti itu.Setelah selesai dengan mandi pagi, juga memoles wajahnya dengan make up tipis, Yuna bercermin sebentar untuk melihat penampilannya. Ia tersenyum penuh percaya diri.Hari ini adalah awal perubahan hidupnya dimulai.“Let’s go, Yuna Azalea!” teriaknya penuh semangat.Yuna langsung menyambar tas tangannya dan memasukkan ponselnya, lalu bergegas keluar. Langkahnya cepat, tetapi hati-hati saat menuruni tangga. Ia tak sabar untuk menjalani harinya menjadi dokter kembali.“Yuna!” Panggilan suara menghentikan langkah kakinya.Gadis itu tertegun dan menoleh ke arah sumber suara. Kedua bola matanya berbinar menyadari pemilik suara, seorang lelaki yang berdiri di depan meja pantry dapur.Cepat-cepat gadis itu berlari dan memeluk lelaki itu. “Paman Dimas,” ucap Yuna terharu.Lelaki paruh baya bernama Dimas itu sedikit terkejut, tetapi ia membalas pelukan Yuna yang merupakan keponakan satu-satunya.Yuna hampir melupakan lelaki itu. Pamannya yang sangat perhatian dan menyayanginya, pengganti Damar—ayahnya setelah meninggal.Di kehidupannya yang lalu, lelaki itu difitnah oleh ibu mertuanya. Ia dituduh menggelapkan keuangan rumah makan Damar yang Yuna percayakan pengurusannya pada Dimas usai ayahnya meninggal.Bodohnya, saat itu Yuna percaya ucapan mertuanya. Itulah sebabnya ia terharu dan merasa bersalah. Gadis itu berjanji akan mempercayai Dimas, apalagi lelaki itu adalah pengganti ayahnya.“Sudah, sudah. Kamu harus bisa mengikhlaskan ayahmu, Yuna! Ayahmu pasti akan sedih kalau melihatmu terus bersedih,” ucap Dimas seraya melepaskan pelukannya.“Maafkan aku, Paman kalau aku menyusahkanmu,” sahut Yuna seraya menghapus air matanya.Dimas tersenyum simpul. “Kamu memang selalu menyusahkanku, tetapi aku tak pernah keberatan.” Pamannya lantas tertawa kecil.Tentu saja Yuna ikut tertawa. Pamannya memang humoris. Kemudian gadis itu memilih langsung berpamitan saat Dimas menawarinya sarapan.“Tunggu sebentar, aku bungkuskan roti ... kamu selalu melewatkan sarapan, padahal kamu seorang dokter sibuk,” ucap Dimas segera berlalu ke arah kabinet dapur. “Kamu bisa mengunyahnya sembari menyetir mobil ke rumah sakit!”Yuna hanya mengangguk. Beruntungnya ia memiliki paman yang perhatian. Mungkin karena lelaki itu terpisah dengan anak-anaknya setelah bercerai, sehingga perhatiannya pada keponakan terasa seperti perhatian ayah pada anaknya.Saat keduanya sama-sama melangkah ke depan pintu, gadis itu tersentak, lelaki yang paling ia hindari sudah muncul di depan rumahnya.“R—ryan?” ucap Yuna gagap. “Sedang apa kamu di sini?”Lagi-lagi Yuna lupa. Tentulah Ryan tengah menjalankan aksinya untuk bersikap perhatian, menjadi sosok kekasih idaman seperti dulu.Ryan yang berada di hadapannya melongo menatap pakaiannya yang tampak rapi. “Kamu mau ke mana?” tanya Ryan curiga, tetapi ditutupinya dengan tatapan cemas.“A—aku mau berangkat kerja. Bosan kalau terus di rumah.” Ryan hendak membuka mulutnya untuk melayangkan protes, tetapi Yuna langsung memotongnya. “Aku akan terus kepikiran ayahku jika terus berdiam di rumah. Setidaknya … kalau aku bekerja, aku bisa menghilangkan rasa sedihku.”Bibir Ryan yang sudah akan menyahut itu kembali tertutup. Terlebih, kala Yuna memberikan tatapan memohonnya.Ya, dengan cara inilah ia membujuk Ryan, memberikan tatapan permohonan. Lelaki itu lantas menatap Dimas yang masih berdiri di samping Yuna. Ada tatapan tak suka yang diarahkan pamannya pada Ryan.“Biarkan Yuna menjalani hidupnya!” ujar Paman Dimas tegas, tetapi pandangannya langsung melembut saat lelaki itu membelai lembut rambut keponakannya. “Dia adalah gadis yang ceria dan penuh semangat. Jadi, biarkan Yuna menghibur hatinya dengan hal yang dia suka.”Merasa didukung, Yuna tersenyum lega. “Terima kasih, Paman.”Tergambar jelas garis kekesalan pada wajah Ryan, tetapi cepat-cepat lelaki itu memberikan senyuman tipis. “Kalau begitu aku biar aku yang anter, ya! Aku juga sudah bawakan sarapan untukmu.”“Maaf, Ryan. Paman Dimas sudah membawakanku bekal dan ...,” ucap Yuna terhenti. Gadis cantik itu menatap jam tangannya. “..., sepertinya aku sudah terlambat.”Tanpa menunggu jawaban dari kedua lelaki tersebut, Yuna langsung bergegas menuju garasi mobilnya. Dimas tak tinggal diam, lelaki itu berjalan menuju gerbang depan untuk membukanya lebar-lebar.Sementara Ryan tengah berusaha menahan kekesalannya. “Kenapa aku merasa Yuna seperti gadis yang berbeda. Biasanya dia akan girang jika kuantar kerja, apalagi ketika kubawakan makanan,” geramnya.Yuna menoleh sebentar pada Ryan yang masih mematung di depan pintu rumahnya. Gadis itu tersenyum lega bisa terhindar dari Ryan. Kemudian ia langsung bergegas memasuki mobil dan meninggalkan rumah.Gadis itu menancap gas secepatnya sebelum Ryan kembali mendekat. Setelah yakin lelaki itu tak mengejarnya, Yuna langsung mengikuti saran pamannya–mengunyah bekalnya sembari menyetir.Dimas benar, ia butuh tenaga sebelum memulai tugasnya menjadi seorang dokter dan juga memulihkan rasa was-wasnya setelah berhadapan dengan (mantan) suami pengkhianatnya.Tak membutuhkan waktu lama, gadis itu sudah tiba di parkiran rumah sakit dan bekalnya pun sudah habis. Yuna menatap wajahnya sebentar pada cermin, memastikan tak ada sisa makanan, kemudian keluar dan melangkah dengan penuh percaya diri.dr. Yuna Azalea Sp.RM.Papan nama itu tertera di pintu ruangannya. Yuna masuk dan langsung memakai jas kebanggaannya yang menggantung. Senyumnya begitu lebar, kerinduannya mengenakan jas putih ini begitu besar. Lama berhenti menjadi dokter kala ia menikah dengan Ryan, membuat Yuna begitu tak sabar menunggu pasien pertamanya hari ini.Tak lama, pintu ruang kerjanya diketuk dan langsung terbuka. “Selamat pagi, Dokter Yuna,” sapa seseorang yang masuk itu dengan nada ramah.“Selamat pagi, Rina,” balas Yuna santun dan semangat.Rina, asisten perawatnya, memberikan map padanya. “Ini pasien VIP pertama, Dokter Yuna.”“Terima kasih, Rina.”Setelahnya, Rina langsung keluar dan Yuna langsung membuka berkas tersebut. Kedua bola mata gadis itu berbinar kala menatap identitas pasien pertamanya itu.“Jason Abraham.” Tak lama kemudian, senyumnya mengembang. Lelaki itu adalah CEO yang menawari Yuna bekerja sebagai dokter pribadinya, tetapi … dulu ia menolak karena Ryan sudah lebih dulu melamarnya. “Bagaimana kalau kali ini aku menerima tawarannya?”“Selamat pagi, Tuan Jason Abraham. Perkenalkan saya dokter Yuna Azalea, spesialis rehabitasi medik yang akan menangani kondisi, Tuan.” Yuna memperkenalkan dirinya dengan sangat sopan.Dokter muda nan cantik itu bahkan membungkukkan kepalanya beberapa derajat. CEO muda tampan di hadapannya tampak tak acuh dan terkesan memasang wajah datar, hingga Yuna sedikit menggerundel dalam hati. Akan tetapi demi misinya, dokter cantik itu mempertahankan wajah ramah dan sopannya.Tak berapa lama, Jason berdeham pelan. Isyarat bahwa ia menerima sapaan Yuna. Asisten pribadi CEO muda lumpuh itu langsung memberikan isyarat pada Yuna untuk menceritakan kondisi atasannya.“Setelah menjalani pemeriksaan, saya menyimpulkan jika Tuan Jason mengalami kelumpuhan Paraplegik ... Kelumpuhan pada kedua kaki, karena cedera pada sumsum tulang belakang di bagian bawah yang disebabkan kecelakaan mobil. Untungnya tingkat keparahan cederanya termasuk dalam kategori kelumpuhan parsial—“ “Bisa langsung ke intinya! Saya
Setelah memastikan tak ada lagi pasien yang menjalani terapi di rumah sakit, Yuna terkadang mendapatkan panggilan untuk melakukan terapi dan latihan fisik dari beberapa pasien VIP. Dokter cantik itu bergegas menuju kantor Jason dengan hati yang berdebar. Ia menatap gedung yang menjulang tinggi di antara bangunan pencakar langit di sampingnya. ABR Group Company … nama yang terukir di paling atas gedung di hadapan Yuna. Ia menghela napas panjang sebelum membawa masuk kendaraannya dalam parkiran basement gedung tersebut. Hatinya tiba-tiba terasa panas, mengingat parkiran yang tengah ia tuju sekarang adalah tempat dirinya mengetahui kebusukan mantan suami dan mantan sahabatnya. “Sial, kenapa parkiran di luar gedung penuh dan aku harus melewati tempat paling menyakitkan dalam sejarah hidupku,” umpat Yuna kesal, seraya mencengkram erat stir mobilnya. Sebisa mungkin Yuna menghindari lantai dua ... tempat kejadian tersebut. Akan tetapi lantai dasar basement tempat parkir itu sudah penuh, te
“Saya menerimanya, Tuan Jason.”Yuna menerima tawaran itu dengan yakin, pada akhirnya. Bagaimana pun, ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Di luar ruangan itu ada Ryan dan Vina yang menjadi pasangan munafik. Gadis itu harus berada di atas mereka untuk menunjukkan jika kali ini ia bukan lagi Yuna yang lemah dan bisa dengan mudah dikelabui mereka. Alis Jason naik, lelaki itu terlihat kebingungan dengan penerimaan Yuna yang terkesan terburu-buru.“Tolong jangan salah paham, Tuan. Saya adalah anak perempuan tunggal yang tinggal dengan ayah dan paman. Minggu lalu ayah saya baru saja meninggal.” Yuna mencoba memberikan alasan yang menurutnya masuk akal. “Jadi, saya memikirkan, apakah paman saya bisa memberikan izin untuk saya tinggal di rumah Tuan Jason?” Jason mengubah ekspresinya menjadi lebih lembut. Lelaki itu memandang Yuna dengan tatapan sendunya kali ini. “Saya turut berduka atas meninggalnya ayahmu. Maafkan saya,” ucapnya hati-hati.“Tidak apa-apa, Tuan. Saya sudah te
"Kenapa aku merasa Tuan Jason seolah memaksa?" tanya Yuna dalam hatinya.Pikiran Yuna seolah bercabang. Ocehan Vina dan Ryan tentang keburukan Jason saat dulu terngiang. Akan tetapi, segera ditepisnya.Yuna harus ingat, tujuannya saat ini merubah nasibnya di masa lalu. Ia harus mengambil keputusan yang berlawan dengan dulu. Perlahan Yuna mengukir senyuman pada Jason yang masih menunggu tanggapannya.“Terima kasih atas perhatiannya, Tuan Jason. Saya akan berusaha agar diberikan izin oleh paman saya,” ucap Yuna lugas mempertahankan senyumannya.“Baiklah kalau begitu. Tapi, jika kamu kesulitan jangan sungkan menghubungi saya,” sahut Jason lugas.Sorot matanya memancarkan ketulusan. Yuna semakin melebarkan senyumannya, lalu mengangguk dan mengatakan terima kasih kembali. Hatinya tiba-tiba saja terasa teduh.“Aku yakin Tuan Jason tak seburuk yang dikatakan Vina dan Ryan. Dia memang terlihat dingin dan angkuh, tetapi senyuman serta tatapannya tampak tulus,” batin Yuna, ikuti suara sorakan d
Belum selesai Yuna dengan rasa terkejutnya, Ryan sudah menarik tangannya kasar. Yuna bahkan tak diberi kesempatan untuk berontak. Ingin teriak, tetapi ia tak ingin membuat malu.“Ryan, lepasin! Tangan aku sakit,” pinta Yuna memohon.Sepertinya Ryan tuli. Lelaki itu terus menarik tangan Yuna berbelok melewati lorong menuju lift. Akan tetapi, Ryan masih membawa Yuna berbelok ke arah lain. Kakinya melangkah lebih cepat mengimbangi langkah Ryan agar dirinya tak terjatuh.“Mau ke mana, Ryan? Lepasin tangan aku, sakit!” Yuna merintih.Cengkraman tangan Ryan benar-benar kuat. Semakin Yuna berontak, semakin kencang mencengkeram. Hingga akhirnya Yuna Ryan membuka pintu tangga darurat, barulah ia melepaskan tangan kekasihnya sembari memberikan sedikit dorongan pada tubuhnya.“Argh!” pekik Yuna kesakitan.Hampir saja Yuna terhuyung ke belakang, jika ia tak pandai menjaga keseimbangan tubuhnya. Untungnya juga, ia mengenakan heels yang tak terlalu tinggi. Dokter cantik itu mengusap-usap tangannya
“Apa yang dilakukan pak Ryan pada Dokter?” tanya Adam menyadarkan pemikiran Yuna. “Ah, Ryan? Tidak ada, Pak Adam. Jangan pedulikan itu! Aku dan dia kebetulan dekat ... hanya perbincangan kecil saja, tapi tadi aku dapat pesan dari rumah sakit. Makanya aku langsung meninggalkannya,” jawab Yuna berbohong. Ya, dia tak ingin melibatkan orang lain dengan urusan pribadinya. Tadi, Yuna hanya syok dan terkejut hingga tak berani melawan. Akan tetapi, Adam tampaknya tak percaya dengan jawaban Yuna. “Dokter Yuna yakin? Sepertinya Dokter tadi ketakutan,” selidik Adam dengan tatapan tegas. “Tentu, Pak Adam. Sebenarnya tadi aku sedang buru-buru bukan ketakutan,” jawab Yuna cepat disusul senyuman ragu-ragu. Yuna kembali berbohong. Otaknya terus bekerja keras mencari jawaban yang menurutnya masuk akal. Akan tetapi, tatapan Adam masih tak percaya. “Tadi liftnya sedang penuh, jadi aku lewat tangga. Karena buru-buru aku hampir terjatuh dan pak Ryan yang menolongku, itulah sebabnya aku seperti orang
Yuna menghela napas panjang. Ia bisa memahami cecaran pertanyaan dari Rina karena berat melepas dirinya. Ia lantas menarik kursinya dan duduk dengan santai lalu mengukir senyuman tipis sebelum menjawab pertanyaan Rina. “Ingat nggak, tahun kedua kamu bekerja denganku ... ada bapak paruh baya yang menjual seluruh kebun gandumnya di kampung setelah mengalami kelumpuhan, lalu menjalani pengobatan di sini. Padahal uang tabungannya hasil panennya saja cukup untuk biaya pengobatan serta rawat inapnya,” tanya Yuna hati-hati. “Tentu saja aku ingat, Dok,” sahut Rina cepat tanpa berpikir lagi, bahkan perawat yang usianya lebih muda satu tahun darinya tampak bergidik. “Pak Dirman kalau nggak salah namanya, setiap aku temui selalu memanggakan hasil kebun dan seluruh hartanya ... kalau ditanya baik-baik, jawabnya ketus minta ampun. Sampe nggak ada yang tahan dengannya,” sambungnya. Yuna tersenyum tipis. “Tapi, akhirnya
“Ah, Yuna. Kamu sudah pulang,” sapa Dimas menyadari kehadiran keponakan tercintanya.“Perkenalkan, dia Jason,” sambung Dimas menyadari Yuna terus menatap lelaki di hadapannya tanpa berkedip. “Kamu ingat … dulu aku pernah bercerita pemuda tampan yang membantuku dan ayahmu hampir dirampok saat baru saja pulang tengah malam, setelah meninjau rumah makan baru di luar kota. Jason inilah orangnya,” jelasnya.Sayangnya bukan itu yang ingin Yuna dengar dari penjelasan pamannya. Ia menatap penuh selidik pada Jason. Lelaki yang duduk di kursi rodanya tampak santai, tanpa rasa bersalah padanya.Jason justru tersenyum ramah saat Dimas menatapnya. Bahkan kedua bola mata Yuna hampir terlepas saat melihat Jason mengangguk sopan pada pamannya. Hatinya menaruh curiga besar, hingga jantungny