Share

4. Permulaan

Yuna Azalea benar-benar bersyukur bisa kembali ke kehidupan sekarang. Walaupun dengan perasaan sakit hati, tetapi ia yakin bisa mengubah masa depannya. Setelah pulang rumah sakit dan berhasil mengusir Vina, ia mengurung diri di dalam kamar.

Di depan meja belajarnya, ia membuat rangkaian catatan urutan kejadian hingga momentum apa saja yang harus dihindari agar dirinya tidak terjebak lagi dalam pernikahan dengan Ryan dan persahabatan munafik bersama Vina. 

Akan tetapi saat catatannya belum usai, ia kembali ingat jika saat ini ia masih berduka setelah kehilangan ayahnya. “Maafkan aku, Ayah.”

Ia menangis, tetapi kali ini Yuna merasa bersalah sebab tidak merasakan kehilangan mendalam seperti pertama kalinya ia kehilangan sang ayah.  Namun, ia yakin … ayahnya pasti mengerti. Dan jikalau ayahnya bisa melihat dari langit sana, Yuna jamin … ayahnya akan tersenyum bangga dengan pilihannya.

Dulu, Yuna begitu sembrono dan mudah percaya hanya modal cinta palsu Ryan, hingga ia kehilangan seluruh peninggalan dari ayahnya. “Kali ini Yuna janji, Yuna akan jaga peninggalan Ayah! Nggak ada seorang pun yang bisa merebutnya lagi seperti dulu, Yah.”

Kemudian gadis itu menghapus air matanya seraya mengukir senyuman. 

Tiba-tiba, terdengar sebuah ketukan pintu dan disusul suara panggilan dari luar kamarnya. 

“Yuna, kamu di dalam?” Yuna panik, itu adalah suaranya Ryan. 

‘Ngapain dia ke sini malam-malam gini,’ batinnya sedikit kesal.

Namun, seketika ia ingat. Saat itu, lelaki itulah yang selalu menemani dan menghiburnya. Hal itu jugalah yang membuat Yuna tersentuh hingga akhirnya melabuhkan cinta dan menyerahkan hidupnya pada Ryan. 

Cepat-cepat, ia merapikan meja belajarnya dan menyembunyikan buku catatan tadi. Kemudian ia langsung berlari dalam keadaan berjinjit menuju ranjang tidurnya dan memasukkan kakinya ke dalam selimut. Ia akan pura-pura tertidur pulas.

Sesuai dugaan Yuna, Ryan masuk ke kamarnya setelah tidak mendapatkan sahutan apa pun darinya. Alasan yang selalu lelaki itu gunakan adalah mencemaskan keadaannya. 

Dulu ia akan tersentuh dengan perhatian kecil seperti itu, tapi … bisa dipastikan kali ini tidak akan lagi.

“Ternyata kamu sudah tidur ... syukurlah.” Ryan terus berjalan mendekati ranjang yang ditiduri Yuna. “Aku sangat mencemaskanmu. Sampai-sampai, setelah lembur pun aku belain ke sini untuk lihat kamu.”

Lelaki itu mengusap lembut rambut panjangnya Yuna. Kemudian ia mendekatkan bibirnya pada kening wanita  yang tengah pura-pura tertidur itu. Tentu saja gadis itu menyadari tindakan Ryan, walaupun dalam keadaan terpejam.

Aroma napasnya tercium tajam. Yuna panik, tak sudi disentuh oleh lelaki berengsek itu. Otak dan akalnya kemudian bekerja keras untuk menjauhkan tubuh lelaki itu darinya.

“Eum ....” Yuna bergumam tak jelas seraya pura-pura menggeliat dan merentangkan kedua tangannya sebelum membalikkan tubuh.

Bahkan ia sengaja mendorong tubuh Ryan saat merentangkan tangannya tadi. Karena tidak menyadari gerakan tersebut, tubuh lelaki itu mundur beberapa langkah hingga menabrak rak buku yang ada di belakangnya.

Bunyi benturan tubuh Ryan, disusul buku-buku yang terjatuh dan mengenai kepala lelaki itu terdengar cukup keras. Saat itulah, Yuna membuka matanya.

“Ryan?!” Gadis itu terkejut berujar panik seraya menutupi mulutnya dengan kedua tangan.

Yuna tentu saja berpura-pura. Di balik tangannya yang menutupi mulut, bibirnya tersenyum puas. Melihat lelaki itu kesakitan, membuatnya senang. 

Cepat-cepat ia turun dari ranjangnya dan menghampiri lelaki itu. “Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa terjatuh dan tertimpa buku bacaanku?”

“Ah, a—aku tadi hanya sedang melihat keadaanmu. Kamu sudah tidur, lalu tiba-tiba kamu menggeliat dan mendorongku hingga terjatuh,” jawab Ryan terdengar gugup.

 “Benarkah aku yang melakukannya?” Yuna pura-pura terkejut lagi, lalu memasang wajah bersalah. “Maafkan aku, Ryan. Sepertinya aku tidak sadar karena baru tertidur pulas.” Tentunya ia hanya pura-pura.

Alih-alih marah, Ryan langsung membalasnya dengan senyuman bijak. Ia bahkan membelai wajah gadis di hadapannya, membuat Yuna merasa jijik. Akan tetapi, ia harus bisa menahannya.

“Jangan pedulikan aku! Aku senang kamu sekarang terlihat baik-baik saja, Yuna,” ucap Ryan terdengar tulus. “Sebaiknya kamu lanjutkan tidurmu. Biarkan aku yang membereskan rak buku itu,” imbuhnya seraya membawa tubuh gadis itu bangkit.

“Tapi, sepertinya kamu kelelahan, Ryan. Kamu juga baru pulang kerja, ‘kan?” Yuna mempertahankan wajah bersalahnya.

Ryan kembali mengukir senyuman tulus. “Tidak apa-apa. Yang penting kamu baik-baik saja, aku sudah seneng,” sahutnya seraya membelai lembut pipi gadis itu dan menatapnya penuh cinta.

Dahulu, hati Yuna akan luluh lantak dengan perlakuan seperti ini. Ia akan  merasa begitu tersanjung karena merasa Ryan begitu mencintainya hingga menjadikan dirinya sebagai prioritas. 

Namun, kali ini hatinya mengumpat jijik, sebab ia sudah tahu perlakuan lelaki itu padanya hanyalah kedok palsu.

“Terima kasih, Ryan,” ucap Yuna memasang wajah terharu.

Ya, ia harus pandai berpura-pura sebelum menghindari lelaki itu. Ia tahu betul, Ryan adalah lelaki yang pantang menyerah. Semakin ia menghindar, lelaki itu akan semakin merasa tertantang dan terus mengejarnya. Tentunya, itu akan menyulitkannya jika sampai ia gegabah mengambil sikap.

“Tidur yang nyenyak dan mimpi indah, ya!” ucap Ryan hangat seraya membawa tubuh Yuna berbaring dan menutupinya dengan selimut hingga sebatas dada.

Yuna hanya mengangguk dan tersenyum. Tiba-tiba lelaki itu mendekatkan bibirnya pada kening Yuna. Sontak saja gadis cantik itu refleks menghindar.

“A—aku belum mandi,” seru Yuna langsung menyadari bibir lelaki itu meleset dari keningnya.

Wajah Ryan sedikit melongo. Ada garis kekesalan pada wajahnya. Lelaki itu memiliki sifat posesif dan tak suka dibantah.

Melihat hal itu, cepat-cepat Yuna memasang wajah menyesal dan sedih. “Maaf, Ryan. Aku tak bermaksud untuk—“ 

“Tidak apa-apa, Sayang. Kamu pasti masih bersedih, belum lagi kondisi tubuhmu pasti masih lemas.”

Lelaki itu lantas merapikan bantal di samping kepala Yuna, lalu menepuknya lembut. Isyarat agar Yuna berpindah pada bantal tersebut. Gadis itu tersenyum canggung, tetapi memilih menurut.

‘Biasanya Ryan akan merajuk dengan hal-hal sepele seperti ini,’ batin Yuna bingung.

Ya, dahulu Yuna pernah pura-pura merajuk dan menolak ciuman Ryan. Lelaki itu balik merajuk, hingga akhirnya Yuna lah yang membujuknya.Sangat berbeda dengan sikap lelaki itu kali ini.

“Tidurlah. Jangan takut, aku akan selalu ada di sisimu dan menjagamu, selamanya.” Ryan seolah menegaskan kalimat terakhirnya hingga membuat wajah Yuna tertegun sebentar.

Ia seolah tersadar. Kalimat manis itu seperti jerat belenggu untuknya yang saat itu membuatnya terlena. 

Ryan memang menjaganya selamanya, tetapi hanya sampai pada saat lelaki itu mendapatkan seluruh yang diingainkan. Sebelum akhirnya menjelma menjadi malaikat maut untuknya.

“Terima kasih, Ryan,” sahut Yuna cepat menyadari lelaki itu menunggu jawabannya.

Kemudian Ryan langsung berbalik setelah gadis itu memejamkan kedua bola matanya. Yuna mengintip sebentar dan memperhatikan punggung Ryan yang tengah merapikan buku-buku miliknya dengan sangat hati-hati.  

‘Setelah ini, aku tidak akan mau bersikap baik denganmu, Ryan.’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status