"Ini apa-apaan Pika?" kencang Bapak bertanya."Pak, tap-tap-tapi ini gak seperti yang terjadi, kenapa perjanjiannya begini?""Sudah jelas kan sekarang? Jadi silakan kalian kosongkan hari ini juga!" kata pria itu lagi, lalu pergi dari hadapan kami.Aku menarik tangan ibu ke dalam, bapak mengekor."Ibu apa ini? Kok bisa rumah kita jadi dikuasai si Mimin begini? Sekarang sertifikatnya kemana?"Wajah ibu semakin cemas dan pucat."Jadi gini Hasan, Pak, sertifikat itu Ibu berikan sama Jasmin sebagai jaminan hutang piutang Ibu sama dia, tapi Ibu bener-bener gak tahu kalau Jasmin ternyata mau mengambil alih semuanya dengan membuat perjanjian yang gak Ibu ketahui isinya itu.""Hutang bekas apa sih Bu? Bapak kasih Ibu uang tiap bulan, dari gaji dan sewa kontrakan juga, apa itu masih kurang buat kita makan? Apalagi sekarang gak ada bibik, sudah pasti jatah gajinya pun masuk ke saku Ibu, sekarang tiba-tiba Ibu bilang punya hutang sampai harus menjaminkan sertifikat rumah begini, hutang buat apa e
Pov Author"Alfa! Kamu tuh jangan kurang ajar sama Ibu. Ibu kan bisa tidur di sofa kalau semua kamar di rumah kamu penuh," sentak Bu Pika tatkala anaknya itu menolak saat mendengar ia akan tinggal di rumahnya."Enggak Bu, Alfa gak enak sama suami Alfa, masa iya Alfa bawa-bawa Ibu tinggal di rumah kami, apa kata Mas Angga nanti?" jawab Alfa bersikukuh, anak tak tahu malu atau lebih tepatnya anak durhaka itu tak merasa iba sedikitpun walau ibunya sedang berada dalam situasi genting.Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah ia sangat merasa takut jika ibunya itu akan banyak mengatur dan berbuat ulah seperti yang sudah-sudah.Selama ini Bu Pika memang kerap mengatur semua kehidupan anak-anaknya, hingga tak jarang mereka terjerumus dalam kehidupan palsu dan gaya hidup yang tinggi akibat dorongan yang diberikan oleh ibunya itu.Sekarang, saat anak-anaknya itu sadar tindakan Bu Pika adalah salah dan membuat mereka justru sengsara, tak ada satupun di antara anak-anaknya, baik Alfa mau pun Fa
"Seenak jidat aja ngaku-ngaku," imbuh Andin lagi. Wajahnya semakin kecut dan dingin."Ya maaf kalau Ibu salah, udah kamu tolong bawa nih tas Ibu ke kamar tamu, pokoknya Ibu tinggal di sini selama rumah itu belum kembali," kata Bu Pika dengan entengnya.Andin mendelik tak suka."Gak bisa! Ibu gak bisa tinggal di sini, mau tidur di mana? Kamar kami cuma 3 udah dipakai anak-anak semua." Andin bersikukuh.Sementara Bu Pika yang semakin jengah karena tolakan dari anak-anaknya itu refleks bangkit."Jadi ini balasan kamu? Setelah Ibu bela mati-matian kamu, Ibu kurang apa sih? DP mobil Ibu kasih, kalian sering rental mobilpun Ibu dukung, sekarang Ibu hanya minta tinggal di rumah ini sementara aja kamu keberatan, kenapa sih?!" sentaknya."Ya terus yang minta DP mobil sama rental mobil tiap bulan itu siapa? Kami gak pernah minta tuh, apalagi Andin sadar betul gimana kondisi Mas Fatih, anak Ibu yang kere itu, sampai saat ini mana? Dia gak bisa kasih apa-apa ke Andin, malah selama hanya menumpang
Di atas lantai yang hanya beralaskan karpet dan selimut tipis, Bu Pika akhirnya melelapkan diri. Rasa dingin menyelusup hingga pori-pori kulitnya sebab entah mengapa Talita cucunya itu suka sekali tidur dalam keadaan AC menyala besar.Ingin pindah ke atas kasur tapi kasurnya memang cukup hanya untuk satu orang saja, lagipula meski cukup untuk berdua pun, Bu Pika tidak yakin Talita akan setuju jika ia tidur bersamanya, karena sejak tadi remaja itu benar-benar menunjukan ketidaksukaannya pada Bu Pika.Kendati demikian kondisi itu tidak lantas membuatnya ingin pergi ke rumah Hasan, baginya Asmi adalah seorang anak haram dan anak dari wanita yang dulu pernah mencoba menggoda suaminya, hingga rasa tak sukanya pada Asmi terus bertambah besar setiap hari.Malam pergi, azan subuh berkumandang, Bu Pika yang terlalu kelelahan tak kunjung bangun meski Talita sudah bangun sejak pukul 4 pagi karena akan menghapal materi ulangan."Litaaa!" teriak Andin di luar pintu."Ya Ma." "Udah bangun belum? B
Pov HasanPukul 10 pagi aku dan Asmi berniat pergi ke toko. Tadinya sih hari ini mau libur karena mau jemput ibu, tapi setelah tadi ditelepon ternyata ibu masih menolak tinggal di rumah kami, jadi ya udah mau gimana lagi?"Cinta ayo cepet!" Aku berteriak, istriku sayang si cinta bara-baraku itu semenjak langsing entah kenapa seneng banget dia dandan sampai aku kadang nunggu dia di mobil satu jam lebih.Katanya sih biar dia kelihatan cantik, dan setiap aku protes karena nunggu kelamaan dia selalu bilang, "sabar atuh Aa, kalau Neng cantik siapa yang bangga?" Jadi ya udah aku cuma bisa pasrah sambil geleng-geleng kepala.Tak lama Asmi datang, sejak ia berubah jadi langsing dan mirip sama Asmirandah si artis blasteran Belanda itu, entah kenapa emang setiap hari istriku itu penampilannya berubah-rubah, hari ini misalnya, penampilannya udah beda lagi aja.Asmi terlihat cantik pakai dres warna pink di bawah lutut dengan rambut keriting gantung yang diikat sebagian kebelakang. Duh pokoknya
Malam harinya."Loh ibu gak makan, Pak?" tanyaku saat kami semua sudah berkumpul di meja makan."Enggak katanya kepalanya pusing." "Biar saya lihat sebentar mungkin Bu Pika butuh obat," sahut Ibu mertua.Beliau bangkit menuju kamar tamu. Tapi tak lama balik lagi."Gimana, Bu?" tanya Asmi."Bu Pika gak mau buka pintunya."Duh perasaanku mulai gak enak, ibu pasti mau bikin ulah aneh-aneh lagi nih. Lagi apa ibu di dalem kamar? Apa jangan-jangan lagi rakit bom? Hah ngeri banget."Biar Hasan yang lihat," kataku.Aku bangkit menuju kamar tamu, Asmi ikut di belakangku. Kubuka pelan-pelan pintu kamar itu, saat di bibir pintu aku mulai memanggil-manggil."Bu, Bu." "Ish Aa mah, masuk kenapa sih?" kata Asmi di belakang."Aa takut, Neng.""Takut apa?""Takut Ibu di dalem lagi rakit bom, Neng.""Astagfirullah Aa, kalo ngomong teh bisa enggak jangan yang aneh-aneh?" Asmi mencubit tanganku kencang, nambah lagi aja tanda biru di tanganku ini.Kami akhirnya masuk kamar, kugoyang-goyangkan tubuh ibu
"Siapa kau? Gak usah sok belain Nenek tua ini," kata si Lia menyerang istriku.Sebagai suami yang selalu siap siaga aku pun maju."Dia istriku, jangan kurang ajar sama dia."Mendengarku bicara mata Kak Angga langsung meneliti penampilan Asmi, kulihat bibir seksinya yang mirip Rezky Aditya itu bermain-main nakal. Ini yang kukhawatirkan sejak tadi, hah gak bisa dibiarin, aku harus buru-buru bawa istriku pergi dari sini sebelum si buaya leasing modal kreditan itu main mata sama si cinta istri bara-baraku."Siapa tadi? Ini si Asmi istrimu?" tanya Kak Angga masih dengan tatapan nakal.Menyadari tatapan Kak Angga tak biasa pada istriku, ibu langsung menyemprotnya."Iya, kenapa? Jaga mata kamu! Dia istrinya Hasan, dasar kamu buaya kere!" sentak Ibu.Lah udah ganti lagi aja, sekarang malah buaya kere."Heh kamu, dasar cewek murah meriah sepuluh ribu dapet tiga, Angga itu laki-laki kere, mau-maunya sama dia, ambil tuh bekas anakku," kata Ibu lagi pada si Lia."Udah ayo Bu, Neng, kita pulang s
"Hasan, mungkin Asmi masuk angin, sana bawa ke kamar, kerok dan suruh istrimu istirahat, kasihan seminggu ngurusin Ibu di rumah sakit," sahut Ibu.Aku iya-kan dan cepat-cepat membawa Asmi ke kamar, kukerok pakai minyak tawon dan kuberi istriku itu puyer sakit kepala. Tapi bukannya sembuh, malam harinya Asmi malah semakin parah, ia tak henti-hentinya muntah sampai semua orang heboh."Udah bawa ke dokter aja, periksa, kasihan Asmi sampe lemes gitu," titah Bapak.Aku setuju segera kuambil kunci mobil dan membawa Asmi ke rumah sakit malam itu juga."Wah ini sih wajar ya Pak, sekarang istri Bapak sedang mengandung," tutur dokter itu sesaat setelah memeriksa Asmi.Asmi bangkit dari kasur periksa."Serius, Dok? Saya hamil?" "Iya Bu, diperkirakan usia kandungannya sudah 6 minggu."Saking senangnya refleks Asmi melompat dari tempat periksa dan cepat-cepat memelukku erat, aku yang tak kalah senangnya membalas pelukan Asmi."Alhamdulillah A, Neng reneuh, Neng reneuh, A," katanya."Heh tunggu."