Share

Curi Start

last update Last Updated: 2023-06-24 16:55:10

Lelaki yang duduk manis diatas motor itu melambaikan tangan kepada Rena.

Rena yang masih belum sadar seratus persen itu, mengucek mata untuk melihat dengan jelas siapa orang yang melambaikan tangan kepadanya.

Setelah dilihat dengan seksama, Rena pun mengenalinya. Dia adalah Barra rekan kerjanya, yang kemarin sore sudah membuat harinya terasa hangat dan bahagia, serta sejenak Rena bisa melupakan masa lalunya itu.

Tapi mau apa Barra sepagi ini sudah datang ke sini?

Rena pun langsung menyambar jaket dari belakang pintu. Karena dia hanya menggunakan celana tidur panjang dan baju tangan lengan. Tidak mungkin dia menemui Barra dalam keadaan seperti itu.

Rena bergegas menemui Barra di luar. Dan menanyakan maksud tujuan Barra datang ke rumahnya, tanpa memberi kabar terlebih dahulu.

"Selamat pagi ..." sapa Barra.

Rena hanya tersenyum sambil menunjukkan barisan giginya yang tertata rapi dan berwarna putih bersih itu.

"Kenapa pagi-pagi sudah ada di sini? kenapa tidak menghubungiku dulu sih?" Rentetan pertanyaan diberikan Rena pada Barra.

"Sengaja, biar kamu terkejut." jawab Barra sambil cengengesan.

" Kamu ini, bisa aja. Aku kan jadi malu, padahal muka bantal baru bangun tidur. Buka jendela, eh ada kamu di sana." senyum Rena tetap menghiasi wajah indahnya.

Barra menahan nafas. Kali ini dia merasakan getaran aneh kembali mengalir hangat di hatinya. Dia memang sudah mengenal Rena sejak masuk ke perusahaan milik Alvin. Tapi, Barra tidak pernah sedekat ini dengan gadis cantik ini sebelumnya.

Biasanya Barra ketemu Rena di dalam perusahaan, dan pasti Rena menggunakan riasan, sehingga Barra belum pernah melihat Rena dengan wajah alaminya, seperti saat ini.

Cantik. Itu yang pertama muncul di benak Barra ketika menatap wajah Rena yang polos tanpa make up.

Baru kali ini Barra menemukan wanita yang cantik tanpa polesan apapun. Jadi tidak ada alasan apapun yang membuat Barra tidak mengagumi sosok cantik seperti Rena.

-Gila, masih ada wanita cantik alami seperti ini rupanya di dunia ini. Kemana saja dia selama ini? Kenapa bersembunyi dariku?- batin Barra, matanya tak lepas memandangi Rena.

"Sudah lama kamu duduk di sini?" tanya Rena.

Tapi Barra tidak mendengar apa yang dikatakan Rena barusan. Dia masih sibuk mengagumi wajah cantik Rena itu.

"Mas ... Halo ..." Rena mengibaskan tangannya di depan mata Barra yang tidak berkedip memandangnya.

Seketika Barra terkejut dan menyadari kalau Rena tahu dia memperhatikannya. Sedangkan Rena tersenyum malu.

"Sorry ... Tadi bilang apa ya?" kata Barra ingin Rena mengulang pertanyaannya tadi.

"Mas sudah lama disini? Pakai acara menghayal sih."

"Lumayan, sejak malam tadi. Aku tidur di sini." jawab Barra, sambil menunjukkan wajah seriusnya.

"Apa? Mau ngapain tidur di sini semalaman? Mau ronda?" Rena terkejut mendengar jawaban Barra.

"Mau jagain kamu, biar tidak diculik penjahat," Barra terkekeh.

Rena pun akhirnya menyadari kalau omongan Barra tadi hanya candaan saja.

"Becanda terus," Rena memajukan bibirnya, seakan-akan ngambek.

Tapi tetap tidak menghilangkan kesan kecantikan ya dimiliki wanita pemilik mata indah itu.

"Hahaha ... Mau jemput kamu dong, terus mau apa lagi aku kesini, coba?"

"Mandilah biar ku tunggu di sini. Lalu kita berangkat bersama-sama." Barra meminta Rena segera mandi.

"Sepagi ini? Mau ngapain kita ke kantor pagi-pagi? Mau buka gerbang?" Rena terkejut mendengar omongan Barra.

Barra pun menyeringai sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kalau begitu, kita pergi sarapan di luar." Barra tidak menemukan alasan yang tepat. Akhirnya dia menjawab sekedarnya saja.

"Oke. Tapi aku belum puas rasanya kalau kamu tidak menjelaskan maksudmu kemari sepagi ini." Rena melipat tangannya di dada. Gadis ini menunggu jawaban dari Barra.

"Haruskah?" Barra membelalakkan mata menatap Rena.

Segera Rena menganggukkan kepalanya.

Rena adanya wanita keras, dia tidak mudah percaya begitu saja. Jadi dia harus yakin dulu apa sebenarnya niat Barra datang ke rumahnya sepagi ini.

"Aku datang ingin menjemputmu. Tapi aku takut nanti kamu keburu pergi menggunakan taksi. Jadi sebelum kamu berangkat duluan, lebih baik aku menunggumu di sini. Karena tidak ingin terjadi seperti kemarin, taksi dulu yang datang baru aku. Nanti semua sopir taksi memusuhiku. Karena aku sudah punya menyerobot penumpangnya." Barra mengungkapkan niatnya.

Mereka pun tertawa kembali.

Rena sepertinya sangat terhibur dengan semua guyonan Barra. Walaupun dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan lelaki itu barusan.

"Kocak ... Ya sudah masuklah dulu. Tidak mungkin kamu tetap di luar menungguku. Aku itu kalau sia-sia itu lama. Bisa-bisa sampai lebaran dan sudah lumutan, kamu tetap di luar menungguku." Rena juga memberikan candaan untuk Barra.

"Waduh, bisa jadi hijau dong, kalau sampai lumutan menunggumu selesai."

"Memangnya rumahmu sudah menerima tamu pagi-pagi begini? Nanti ibumu marah?" Barra meragukan hal itu.

"Jelas ibuku akan marah. Lalu dia akan memotong-motongmu dan menjadikanmu sarapan pagi kami." Rena tampak serius menanggapi guyonan lelaki tampan itu.

Barra berubah ekspresi.

Rena pun tertawa melihatnya.

"Memangnya kamu kira keluarga kami pemarah. Kamu kan sudah lihat aku seperti apa, tidak akan jauh berbeda dengan ibuku. Malahan bisa-bisa kamu jatuh cinta dengan ibuku. Ngomong-ngomong beliau janda loh. Baru ditinggal meninggal ayahku seminggu ini." Rena bergurau sambil berbisik. Dia tidak ingin gurauannya didengar oleh ibunya.

"Dasar anak durhaka." ujar Barra sambil menyugar rambut ke belakang. Barra pun mengikuti Rena masuk kedalam rumah.

Barra menunggu Rena di ruang tamu. Sedangkan Rena menyiapkan diri untuk berangkat kerja. Karena tidak ingin Barra menunggu lama, Rena meminimalkan dandannya. Biasanya Rena membutuhkan waktu yang lama untuk membuat wajahnya tampil dengan riasan yang indah. Tapi kali ini dia hanya menggunakan tampilan seadanya dengan bibir dipoles lipstik warna senada.

Tapi tetap saja menampilkan wajah cantiknya.

Barra udah bertemu dengan sang ibu. Dalam hati mengakui kalau Rena memang mirip dengan ibunya. Sama-sama lembut dan juga cantik luar dalam.

Rupanya ibunya sudah membuat sarapan untuk mereka. Akhirnya Barra menghabiskan sepiring nasi goreng buatan ibunya Rena.

Barra mengagumi keluarga ini. Karena sudah lama tidak mendapat kehangatan keluarga lagi. Barra hidup sendiri di kota ini. Jauh dari keluarga. Di sini dia bisa merasakan bagaimana mempunyai seorang ibu yang perhatian dan serasa di layani seperti anak sendiri.

Ah, betapa beruntungnya Rena memiliki keluarga seperti ini. Mungkin ayahnya ketika hidup adalah lelaki yang sangat bahagia, karena di kelilingi oleh dua wanita yang cantik nan lembut. Pikir Barra.

Akhirnya berangkat kerja bersama. Tidak ada lagi kecanggungan di antara mereka. Sepertinya mereka sudah bisa saling beradaptasi dengan baik.

Didalam kantor pun, mereka sudah bisa bekerja sama. Hari ini pekerjaan mereka berjalan dengan lancar. Rena dengan sabar mau mendampingi Barra mengerjakan pekerjaan yang seharusnya Alvin yang melakukannya.

Tentu saja kedekatan mereka menimbulkan gosip baru yang menyebar di antara para karyawan yang lain. Banyak yang mendukung dua sejoli ini untuk ke jenjang yang lebih baik.

Rena si cantik, sangat cocok dengan Barra yang tampan.

Pulang kerja, Barra sudah menunggu di lobi. Sama seperti tadi pagi, Barra sudah lebih dulu curi start, takut Rena pergi dengan supir taksi lagi.

Rena pun tersenyum mengetahui Barra sudah menunggunya. Mereka berjalan beriringan keluar.

Tiba-tiba Rena menghentikan langkah kakinya. Di luar sudah ada orang yang menunggunya. Dan dia sangat mengenal orang tersebut.

Siapa dia? Dan mau apa dia kesini?

⭐⭐⭐

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Hadiah Taruhan    Akhirnya

    "Mas Barra, tolong ...." Rena berteriak sekuat tenaga. Ternyata Rena bermimpi. Saat ini dia berada di atas tempat tidurnya di rumah ibunya.Sejak tragedi opor beracun itu, Rena dan Barra mengungsi ke rumah Bu Diana. Hal ini sebagai antisipasi dari serangan lain yang ditujukan untuk menghancurkan mereka.'Astaghfirullah ... Ternyata aku bermimpi. Tapi kenapa semua tampak nyata? Silvia memegang pisau berlumuran darah seperti itu. Apa artinya dia juga yang sudah mengirim opor beracun itu ke rumah dan menyebabkan Imah dan ibu meninggal?' Rena bicara dalam hati.Rena bangun dan langsung mencuci mukanya ke kamar mandi."Hai, Ren ... Sini duduk, kita sarapan pagi dulu, ya?" Bu Diana yang sudah bersiap di atas meja makan memanggil Rena yang baru turun dari kamarnya."Iya, Bu.""Mana Barra?" tanya Bu Diana. "Tadi pagi berangkat dinas ke luar kota, Bu," jawab Rena."Oh, begitu. Bagaimana dengan kandunganmu? Apakah sudah periksa dan USG ke dokter?" tanya Ibu lagi."Belum, Bu. Karena rencanan

  • Istri Hadiah Taruhan    Musibah Datang Beruntun

    Ternyata setelah penyelidikan polisi, diketahui kalau Imah meninggal karena keracunan.Yang paling membuat Rena syok dan menyalahkan diri sendiri adalah Imah dan mertuanya keracunan makanan yang diberikannya.Ya ... Seporsi opor ayam yang Rena terima dari seorang ojek online yang mengatasnamakan suaminya. Rena kira makanan itu benar-benar dikirim oleh suaminya, Barra. Karena Barra yang tahu kalau Rena sangat menyukai opor ayam di saat kehamilannya ini.Tapi sekarang polisi sedang menyelidiki siapa pengirim paket beracun itu. Termasuk memeriksa semua CCTV yang berada di kompleks perumahan ini.Kabar baik yang diterima mereka hari ini adalah polisi sudah mengetahui sopir ojek online yang mengantarkan paket itu ke rumah Rena.Dan sekarang orang tersebut sedang dalam pengajaran.Rena dan Barra berharap polisi segera menangkapnya dan juga mengetahui apa motifnya mengantarkan makanan itu ke rumah mereka."Bagaimana ini, Mas? Ibu belum sadar sampai sekarang malahan dokter baru saja mengat

  • Istri Hadiah Taruhan    Apa Yang Terjadi Pada Imah Dan Ibu?

    "Imah ... Imah ...."Tak ada sahutan dari orang yang dipanggil. Rena kembali memutari dapur, tak ada juga sosok Imah disana. Setelah menghabiskan air satu gelas air, Rena kembali ke ruang tamu, tapi rumah tampak lengang seperti tidak ada penghuninya.'Kemana Imah? Apa mungkin dia membawa ibu jalan-jalan keluar? Tapi rasanya tidak mungkin hari masih siang dan cuaca panas menyengat seperti ini,' batin Rena.Akhirnya Rena menuju kamar Imah. Rena pikir Imah dan Bu Asih tidur siang.Sekilas Rena melihat pintu terbuka sedikit. Ada kaki Imah di depan pintu. Rena pun tidak habis pikir, kenapa Imah harus tidur di lantai.Perlahan-lahan Rena mendorong pintu tapi sepertinya berat, karena terhalang badan Imah yang melintang di depan pintu.Akhirnya Rena berinisiatif memegang kaki Imah untuk membangunnya."Imah ... Bangun ... Kenapa kamu tidur di depan pintu?"Tapi Imah tak kunjung bangun. Rena juga mendengar suara dengkuran yang sangat kasar. Sebelumnya Rena belum pernah mendengar Imah atau Bu As

  • Istri Hadiah Taruhan    Ancaman Silvia

    "Kamu jangan khawatir. Aku sudah tidak berhubungan dengan Silvia lagi. Aku sudah menutup komunikasi dengannya. Tapi Kamu jangan marah, karena aku tetap harus memenuhi tanggung jawabku pada anak yang sekarang dalam pengasuhan orang tua Silvia," ucap Barra."Lalu kenapa kamu tidak mengambil anak itu saja, Mas. Dia bisa hidup bersama kita di sini," saran Rena. "Keluarganya tidak akan memberikan Randi untuk kuambil. Karena Silvia itu anak satu-satunya. Jadi bagi neneknya, cucunya itu adalah harapan satu-satunya untuk menjadi teman mereka di hari tua." "Kadang aku merasa sedih. Waktu aku susah, aku benar-benar tidak bisa berjumpa dengan Randi. Tapi kalau aku datang membawa uang yang banyak, mereka mau mempertemukan aku dengan anakku itu."Huft ... Ternyata berliku-liku juga jalan hidup yang dialami suamiku ini. sebagai istri aku harus mendukungnya untuk tetap menafkahi anak dari istri pertamanya itu' batin Rena.Meskipun mereka tidak bersama lagi, tapi kebutuhan anak tetap harus ditanggu

  • Istri Hadiah Taruhan    Pekerjaan Baru Bram

    'Astaga ... aku tidak salah baca. ini alamat rumah Rena. apa aku harus tetap mengantar paket itu ke sana? Lalu kalau Rena sendiri yang menerimanya, aku harus bagaimana?' batin Bram.Ini masih hari pertamanya menjalani training bekerja sebagai kurir. Tapi dia harus mengalami cobaan berat seperti ini. Sudah setengah hari Bram bekerja dan semuanya aman-aman saja. Tiba saat mengantarkan salah satu paket yang ternyata itu beralamat di rumah Rena. Rumah yang seharusnya menjadi miliknya dan Rena.Tapi karena Bram yang sudah berkhianat akhirnya rumah itu menjadi milik Rena seutuhnya. Dan di rumah itu juga Bram melakukan penghianatan bersama istrinya Lila. Wanita yang sekarang tidak tahu di mana rimbanya.Bram berhenti di ujung jalan. Dari tempatnya sekarang, Bram sudah bisa melihat bentuk rumah itu. Lelaki ini tampak ragu meneruskan atau putar balik. Kalau dia putar balik itu artinya Bram gagal menjalankan pekerjaannya hari ini. Tapi kalau dia tetap meneruskan dan menyampaikan paket itu kep

  • Istri Hadiah Taruhan    Berbeda Nasib

    Hari ini Rena sepertinya mendapatkan hidup yang baru. Rena melihat keseriusan Barra untuk memulai lembaran baru dihidup mereka. Untuk membuktikan keseriusannya itu, Barra mengajak Rena untuk tinggal sendiri terpisah dari Bu Diana. Pilihannya adalah ke rumah Rena yang disana ada Bu Asih, mertua Rena yang diurus oleh Imah. Malam itu juga mereka langsung pindah kesana.Bu Asih sangat bahagia melihat anak dan menantunya rujuk kembali. Hal ini terlihat dari raut wajah beliau. Meskipun beliau tidak bisa bicara, tapi beliau tahu dan bisa mendengar apa yang disampaikan keduanya.Barra juga menceritakan kalau dirinya sudah berpisah dari Silvia dan lebih memilih Rena. Dari cerita Barra itu, Rena tahu kalau Silvia tidak menyayangi dan tidak pernah mengurus mertuanya. Silvia tidak mau hidup susah. Dia hanya mau dengan Barra ketika Barra sudah kaya, punya uang dan jabatan bagus. Makanya tidak heran Silvia mau menerima Rena saat itu menjadi madunya.Tapi karena dulu Barra cinta mati pada Silvia, m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status