Share

Menyakitkan

"Dari mana, Kak?" tanya Qeera.

"Bukan urusanmu!"

Axzel melangkah menuju ruangannya. Qeera yang kembali mendapat perlakuan seperti ini hanya bisa diam. Matanya berkaca-kaca menahan air mata supaya tak turun.

Hatinya sakit kembali tak dipedulikan sang suami. Axzel baru pulang, menemuinya hanya untuk mengejek, lalu kembali pergi berjam-jam. Saat Qeera bertanya ke mana perginya, kembali jawaban menyakitkan yang Axzel katakan.

Mau sampai kapan perlakuan Axzel seperti ini. Tak bisakah dia menganggap Qeera istri yang pantas dihargai, disayang, dan dimanja. Apalagi saat tengah hamil sekarang ini.

Jika melihat di media sosial, banyak wanita hamil yang begitu di manja suaminya, tetapi lain halnya dengan Qeera. Jangankan dimanja dan di perhatikan, ia saja tak yakin suaminya menyayanginya. Sejak menikah sikap Axzel selalu dingin. Menyakitkan rasanya ketika suami lebih nyaman bersama wanita lain daripada istri sendiri. Meski mengaku sebagai sepupu.

Qeera keluar dari ruang olah raga. Semenjak hamil ada jadwal senam ibu hamil yang dilakukan di rumah. Semua atas permintaan Axzel serta persetujuan kakek nenek Axzel.

“Ah, istri Axzel tercinta baru selesai olahraga. Bagaimana kondisinya, sehat?” tanya Bella sarat ejekan. Dia berdiri tak jauh dari pintu ruang olahraga.

Qeera mencoba mengabaikannya, tetapi memang kedatangan Bella berniat menganggunya. Ia melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi. Namun, Bella menahan tangannya, sebal karena sentuhan Bella, Qeera buru-buru mengibaskan tangannya.

“Jangan pernah menyentuhku, jika ingin bertemu dengan Axzel cari saja di ruang kerjanya.” Qeera kembali  melangkah.

“Tapi aku mencarimu.”

“Kita tak ada urusan, Bella.”

Kesal tak ditanggapi, Bella mendesak mengejar langkah perlahan Qeera. Dengan kondisi kehamilannya, langkah Qeera lebih pelan.

“Apa kamu tak ingin tau apa saja yang kami lakukan selama di Semarang kemarin?” tanya Bella.

Lelah dengan sikap Axzel serta niat wanita ini menghancurkan hidupnya, Qeera berbalik. Wajahnya tak berekspresi.

“Aku tak peduli. Apa pun yang kamu lakukan dan sengaja kamu kirimkan, sama sekali tak berpengaruh.”

Qeera pergi meninggalkan Bella yang meremas tangannya karena gagal membuat wanita hamil itu pergi dari hidupnya. Sekian lama Bella bersabar menghadapi kakek nenek Axzel serta Axzel sendiri, mengetahui pernikahan Axzel karena perjodohan tentu saja membuat Bella murka.

“Tolong siapkan air, saya ingin berendam,” perintah Qeera pada ART yang membantunya.

Tubuhnya kelelahan setelah olahraga, ditambah menghadapi Bella semakin membuatnya lelah. Dengan berendam ia berharap bisa menghilangkan rasa lelahnya.

Hubungan Qeera dan Axzel semakin berjarak. Semenjak Qeera hamil dengan perubahan hormon dan perasaannya yang semakin sensitif, Qeera terus protes karena dia membutuhkan perhatian lebih dari Axzel. Namun, sayangnya Axzel tak sadar, bahkan permintaannya supaya Axzel menggantikan posisi Bella sebagai sekretaris dengan seorang pria tidak digubris oleh suaminya sama sekali. Axzel hanya terus menganggap permintaan tersebut sebagai kecemburuan Qeera yang berlebihan.

Qeera sebetulnya serinh berkeinginan berpisah dari suaminya. Namun, mengingat kandungannya serta nasibnya bersama ibu tiri yang menderita, membuat Qeera berusaha bertahan. Ia yakin, Axzel tak akan membiarkannya membawa anaknya, mengingat Qeera tak memiliki penghasilan untuk menopang hidup dia sendiri beserta anak yang berada di dalam perutnya.

***

Hari ini adalah jadwalnya memeriksakan kandungannya yang menginjak empat bulan. Meskipun dia sudah merasa cukup kuat jika dibandingkan dengan trimester awal kehamilan. Qeera tetap ingin mengajak Axzel menemaninya, sebab selama ini suaminya sulit meluangkan waktunya.

"Kak," panggil Qeera saat sarapan membuat Axzel mendongak. "Nanti temani aku ke dokter. Hari ini USG untuk mengetahui jenis kelaminnya."

"Saya atur jadwal dulu. Jam berapa?"

"Setelah makan siang. Dokternya hanya ada jadwal di jam itu."

Axzel mengangguk. "Oke. Jam makan siang saya pulang."

"Terima kasih, Kak."

Qeera bahagia akhirnya suaminya mau meluangkan waktu untuk memeriksakan kandungannya. Selama ini Qeera periksa sendiri seperti tak memiliki suami. Ada saja alasannya, yang meeting, ada tamu yang tak bisa ditinggal, dan alasan kesibukan lain.

Axzel memeluknya sebelum pergi membuat Qeera semakin senang. Sebetulnya, terkadang dia merasa dibingungkan dengan sikap suaminya itu. Satu waktu sang suami membentaknya, dan selanjutnya dia memeluknya. 

"Kenapa senyum-senyum sendiri, Non?" Lamunan Qeera dipecahkan oleh ucapan sang ART yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

"Bibi mengagetkan saja. Itu, Bi, nanti saya mau periksa kandungan. Kak Axzel janji akan menemani."

Bibi mengangguk sembari membereskan ruangan tengah. Qeera kembali ke kamar dan mulai bersiap-siap sambil menunggu jam makan siang.

Tepat jam dua belas siang, ART memberi tahu mobil sudah menjemput. Meski kesal karena Axzel tak turun, Qeera tetap keluar dengan bahagia. Namun, begitu masuk, di dalam mobil hanya ada sopir pribadi suaminya.

"Maaf, Nyonya, Tuan tak bisa ikut. Ada kejadian tak menyenangkan baru saja terjadi di kantor. Tuan bilang akan menyusul jika sempat."

"Kejadian apa, Mang?" tanya Qeera. Meski kecewa, tetapi mendengar Axzel akan menyusul Qeera masih lega.

"Kurang tau, Nyonya. Tadi Jajang yang memberi tahu saya begitu."

Qeera mengangguk, Jajang OB kantor pasti hanya membawa pesan saja. Ia meminta Mamang membawanya ke tempat Dokter biasanya praktik. Qeera sampai dan masih harus menunggu, banyak ibu hamil bersama pasangannya yang tersenyum bahagia sembari mengusap perutnya mesra karena tahu di dalam perut istrinya ada anaknya.

Mata Qeera sontak berkaca-kaca. Sakit sekali karena di antara ibu-ibu hamil yang menunggu dipanggil, hanya dirinya yang tak ditemani. Qeera tetap menunggu hingga sampai gilirannya untuk masuk ke ruangan dokter.

Lagi-lagi, dokter menanyakan ketiadaan suaminya. Qeera hanya bisa mengatakan suaminya sibuk dengan mata berkaca-kaca. Ternyata jenis kelamin dari kandungannya berjenis kelamin perempuan. Meski sedih harus sendirian, Qeera bahagia melihat ada anak dalam perutnya yang tetap sehat. Bunyi detak jantung sang putri membuat Qeera menangis bahagia.

Dokter meresepkan vitamin penguat janin. Qeera menuju apotik sekalian di rumah sakit. Ia duduk menunggu sampai netra matanya melihat pandangan yang membuatnya sakit hati.

Suaminya yang telah berjanji akan menemaninya dan kembali ingkar saat tak juga menyusulnya di tempatnya periksa. Namun, hal menyakitkan kembali harus Qeera telah karena sekarang Axzel tengah berjalan bersama Bella sambil tertawa bersama.

Rasanya untuk memanggil suaminya bibirnya kelu, apalagi untuk memaki mereka berdua.

"Axzel, kamu memang keterlaluan!"

***

Axzel pulang tengah malam dan mendapati Qeera masih belum tidur.

"Maaf tadi ada yang tak bisa ditinggalkan, apa jenis kelamin anak kita?"

Qeera menatapnya sinis. "Oh, jadi, menemani istri sendiri untuk mengetahui jenis kelamin anakmu sendiri itu hal yang bisa ditinggalkan? Tapi, sepupu kamu tidak bisa ditinggalkan?"

Tubuh Axzel mematung. Apa Qeera melihatnya bersama Bella di rumah sakit?

Qeera beranjak menuju kamarnya dan langsung mengunci dirinya sendiri. Mendengar bantingan pintu membuat Axzel tersadar dan mengejar istrinya. Namun, saat membuka pintu telah terkunci di dalam.

Axzel baru merasakan penyesalan sekarang. Mengapa dia tidak meminta orang lain untuk mengantarkan Bella? Siapa sangka tempat Axzel membawa Bella adalah rumah sakit tempat istrinya memeriksakan kandungannya.

"Qeera! Buka pintunya! Dengarkan aku terlebih dahulu!"

Teriakan Axzel tak digubris oleh Qeera. Axzel hanya mendengar isakan samar dari istrinya.

"Bodoh," makinya dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status