Liora memang tidak tinggi, tidak berwajah dewasa dan pertemuannya hingga terikat dengan Liora pun sangat tidak di sengaja. Namun Kevin lah orang yang membuat Liora terpaksa menikah, jika bukan karenanya, Liora pasti masih jadi gadis yang bebas tanpa terikan oleh suami dan harus membesarkan anak.
“Kamu kenapa? Mau aku buatin teh? Kopi? Atau minuman yang lain?” ucap Liora menawarkan.
Kevin menghembuskan nafas. “Ini sudah malam, kamu ke kamar dan tidur. Aku harus selesain kerjaan dulu.”
“Kamu yakin gak kenapa-napa? Wajah kamu pucat loh, badan kamu juga agak hangat.”
“Aku gak papa.” Kevin lagi-lagi berbohong, nyatanya ia sedang tidak baik-baik sa
Pukul selapan pagi, Kevin mengintip di kamar mandi melihat Liora memandikan Varka sebelum Kevin pun ikut masuk ke dalam kamar mandi. Varka mengedip kedipkan mata, tangannya mengepal seperti mau meninju, mulutnya bergerak menggemaskan di saat bagian tubuh yang lain di penuhi busa sabun.Liora dengan penuh hati-hati memandikan Varka seperti yang Sandra ajarkan. Air hangat yang sudah di atur kadar panasnya, sabun dan peralatan mandi untuk Varka pun sudah Liora ingat dengan jelas.“Awas kena mata.” Kevin segera menyeka busa di kening Varka, Liora hanya tersenyum.Kevin berjongkok, bola mata Varka melihat ke arah Kevin sembari menggerakkan tangannya. “Ih anak papi, pinter banget di mandiin sama mami gak nangis. Tambah ganteng deh.” Kevin menoel hidung Varka, bayi itu sepertinya memprotes karena yang tadinya diam kini Varka seolah sedang mengoceh lewat bibir mungilnya.“Kamu keluar aja sana.”“Nanti ah. Aku penge
Hujan turun cukup deras, Varka pun tidak berhenti menangis. Tangisnya sangat kencang berbaur dengan hujan yang turun. Kevin dan Liora kebingungan mendiamkan Varka, bayi itu juga menolak di susui, sedangkan Sandra sedang di rumah Karin jadi tidak ada yang membantu mendiamkan Varka.“Aduh-duh anak papi, jangan nangis dong.” Kevin menggendong Varka kesana kemari, tapi Varka bahkan bukannya berhenti menangis, justru tangisnya semakin keras.Liora mengecek suhu badan Varka yang hangat. Liora mencoba mengingat obat apa yang dulu ibunya pakai untuk mengobati bayi yang demam. Tapi Liora dulu tidak begitu peduli tentang mengurus bayi, jadi ia tidak begitu ingat tentang obat bayi yang sedang demam.“Aku panggilin dokter ya?” saran Kevin.“Yaudah. Varka biar aku yang gendong. Badannya anget, aku jadi khawatir.” Liora menyetuh kening Varka, bayinya masih tidak mau berhenti menangis dan itu membuat Liora sedih. Liora duduk men
Pagi hari Varka kembali rewel, tangisnya kembali seperti semalam yang membuat Liora serta Kevin jadi cemas lagi. Lima menit kemudian Sandra datang, wanita itu di beritahu beberapa saat lalu jika Varka masuk rumah sakit.“Kevin, Liora, Varka kenapa?”“Demamnya Varka sejak semalam gak turun, Ma. Semalam Varka sempat mau di susui, tapi pagi ini gak mau lagi. Nangis terus kayak gini, Liora harus bagaimana, Ma? Kasian Varka.”Sandra melihat tangan cucunya yang di infus, Liora menggedong Varka berusaha menenangkan tangis anaknya. Wajah Varka merah, tangannya mengepal dan matanya terpejam erat.“Apa kata dokter?” tanya Sandra.“Dokter bilang Varka punya sedikit masalah di bagian perut, tapi hasil tes belum keluar.”“Varka gak masuk angin, kan?”Liora dan Kevin saling tatap kemudian menggeleng bersamaan. Sandra menghela nafas, dua orang itu belum lama jadi orang tua, jadi mana
Varka sudah pulang dengan kondisi yang jauh lebih baik, Kevin membawa barang Varka sedangkan Liora sudah turun dari mobil menggendong Varka yang tertidur. Di rumah tersebut ada Karin dan Altar yang juga sedang menjaga Saga.“Dari tadi, Rin?” tanya Kevin, tas yang ia bawa di letakkan di meja.“Aku dengar Varka sakit, keadannya bagaimana?” Karin balik bertanya.“Sudah baikan.” Kevin melihat Liora, duduk di samping Karin sembari membaringkan Varka di samping Saga yang anteng meski tidak tidur.Karin menatap Varka, mau di lihat dari manapun, semakin bertambahnya usia Varka, bayi itu semakin terlihat sangat mirip dengan Kevin, tak ada yang mirip dengan Liora kecuali pipinya yang gembul, mungkin kalau besar nanti Varka tidak akan mirip dengan Liora sama sekali.Tangan Karin terulur, menyentuh pipi Varka, memastikan jika bayi itu tidak sedang kondisi demam. Varka sendiri tetap tidur dengan nyaman, di selimuti oleh selim
Kevin terlonjak kaget, segera melihat ponsel yang masih kehabisan daya. “Sialan. Aku lupa cas hape.” Kevin buru-buru ke kamar mandi yang dekat dengan dapur, membasuh wajahnya dan buru-buru mencari Wirdan yang ternyata masih tidur.Kevin melihat jam menunjukkan pukul enam. Liora pasti cemas, Kevin kesana kemari mencari cas hape Wirdan di kamar lelaki itu, sementara ponsel di cas, Kevin berusaha untuk mencari driver ojek online, semoga saja ada yang sudah mangkal di pagi hari begini.Butuh lima menit sampai ponsel Kevin terisi sepuluh persen, ojek juga sudah di pesan. Kevin menepuk bahu Wirdan yang tidur tengkurap. “Aku pulang duluan.” pamit Kevin, Wirdan hanya bergumam tidak jelas.Kevin meraih jas, tak peduli jika kondisinya masih acak-acakan karena bangun tidur tak sempat merapikan diri, apalagi mandi. Di luar rumah, Kevin di sodori helm oleh tukang ojek lalu berkendaralah si tukang ojek ke rumah Kevin.Jalanan yang masih sepi mem
“Keadaan istri kamu bagaimana, Vin?”“Masih proses penyembuhan, Ma. Luka yang Liora terima saat terjatuh sebelum melahirkan Varka belum sembuh, jadi butuh waktu yang belum pasti agar luka yang Liora alami bisa cepat membaik.”“Kevin. Sebenarnya Mama masih bertanya-tanya, Liora bukan anak yang ceroboh, tapi kenapa dia bisa jatuh? Apa kamu gak tanya alasan Liora jatuh? Atau dia gak mau cerita?”Kevin diam, ia sudah membahas itu pada Liora tapi istrinya mungilnya itu tidak menjawab, setelah Liora mulai membaik sepertinya Kevin harus membahas hal itu lagi. Jika memang Liora jatuh karena ceroboh, pasti ada alasan kenapa Liora memaksakan diri untuk berjalan di saat Liora sendiri tau kakinya tidak bisa di pakai untuk berjalan saat bengkak.“Nanti biar Kevin tanya lagi sama Liora, kemarin saat Kevin tanya, Liora tidak jawab.”Sandra mengangguk kemudian melihat Varka yang tertidur di pelukannya, “K
Hembusan nafas di hela kasar oleh Almira. Tak terasa ini adalah hari terakhir ia menjadi pembantu di rumah Kevin, dan selama satu bulan itu ia hanya memberi beberapa hal kecil untuk hubungan Liora dan Kevin, tapi tak sedikitpun usaha itu berhasil.Mereka terlihat semakin harmonis setiap harinya, rekaman dan juga panggilan malam itu tak berlaku untuk Liora.“Aw!”“Tuh kan, ngelamun aja sih dari tadi.” Mbak husni segera mengambilkan tissu untuk membersihkan darah di jari Almira yang tergores pisau. Almira tersenyum sekilas pada teman sesama pekerja ini, mengambil tissu yang di bawakan mbak Husni untuk menghentikan darah yang tergores dari pisau dapur.“Kamu hobinya ngelamun terus ya. Sebenarnya ada apa sih? Apa karena ini hari terakhir kamu kerja di sini?” Mbak Husni memberikan plester luka, di terima oleh Almira dengan senang hati.Almira tersenyum tipis, mengangguk samar sampai matanya melihat Kevin dan kel
Perjalanan dari pemakaman menuju rumah Karin membutuhkan waktu hampir satu jam, dari dalam rumah Karin terdengar suara tangis bayi, Liora dan Kevin bergegas masuk, di sana Saga menangis kencang di gendongan Altar. Sedangkan Varka asik menikmati ayunan elektrik sambil ngemut mpeng bayi dengan model bibir merah. Terlihat lucu. “Saga kenapa?” tanya Liora. “Biasa anak bayi, tadi habis buang air tapi nangisnya keterusan sampai sekarang.” jawab Altar yang berusaha menenangkan bayinya, menjadi orang tua baru ternyata tidak mudah. “Karin mana? Mama juga kok gak kelihatan?” Kevin bergerak ke dapur untuk mencuci tangan, rasanya lengket saat tadi belum sempat cuci tangan setelah menyantap es krim. “Karin ada tuh di dalam, kalau mama tadi ada panggilan mendadak jadi dia pergi. Aku bersyukur banget anak kalian anteng, kalau rewel juga siapa coba yang diemin.” Altar menghela nafas, tak lama Karin datang membawakan dot untuk Saga yang berisi cairan asi dari