Dua Hari Sebelumnya,
Hongkong sebenarnya juga terkenal dengan surganya hiburan malam dan para penghiburnya. Tapi Shawn tak pernah sembarangan memakai wanita untuk menjadi teman tidurnya.
Ia tahu resikonya menjalani seks bebas. Jadi, ia tak mau ambil resiko dengan tidur dengan sembarangan wanita. Sudah dua malam Shawn berada di Hongkong dan ia berusaha tak kelepasan untuk memesan wanita. Maka agar bisa mengalihkan pikirannya, ia berlatih menembak dan fisik di pangkalan militer US di Hongkong.
Shawn tak bisa pulang sebelum mendapatkan daftar rahasia itu dari Jayden Lin, pemimpin gengster Golden Dragon yang ia ajak bekerja sama. Dan ia baru mendapatkan kabar saat tengah berlatih menembak. Blue datang dengan sebuah ponsel dan menyampaikan pesan yang diberikan oleh Jayden Lin padanya.
"Aku sudah mendapatkan Lupen, kapan kita bertemu?" tanya Jayden tanpa mengucapkan salam apapun sama sekali.
"Sekarang, aku harus dapat daftar itu sekarang!" jawab Shawn memberikan senjata laras panjangnya untuk kemudian dikunci oleh Blue.
"Baik. Apa kamu mau melihat bunker milikku?" Shawn tersenyum pada tawaran Jayden yang menggiurkan.
"Tentu saja. Jayden, aku ingin membawa seseorang ke sana. Apa kamu mau menginterogasinya bersamaku?" tawar Shawn kemudian.
"Hhmm, aku suka daging segar!" jawaban Jayden sontak membuat Shawn terkekeh dan mengangguk.
"Baiklah, ayo bersenang-senang malam ini!" Shawn pun menutup sambungan teleponnya dan mengajak Blue keluar dari ruang tembak tempatnya berlatih.
Begitu mereka masuk ke dalam mobil, Blue mendapatkan laporan dari salah satu intel yang ditugaskan Shawn Miller untuk melacak pria yang bernama Josh Dubrey. Josh adalah ajudan Menteri Christopher Baker yang melarikan daftar rahasia asli tersebut.
Sekarang ia berada di dalam sebuah klub malam di Hongkong, usai menerima sejumlah uang dari Lupen yang membeli daftar itu.
"Dia di klub malam!" lapor Blue dan Shawn mengangguk.
"Ayo kita jemput dia!" jawab Shawn dan diberi anggukan oleh Blue.
Di dalam sebuah klub malam, Shawn dan Blue masuk berdua lalu membaur bersama para pengunjung lainnya. Seorang intel yang diminta Shawn untuk mencari Josh lantas menghampiri dan membisikkan sesuatu pada Shawn.
Shawn mengangguk mengerti lalu, intel tersebut menyelipkan sesuatu dibalik telapak tangan Shawn. Sebuah obat bius berbentuk ampul. Shawn berjalan bersama Blue dan naik ke lantai dua tempat Josh berada.
Ia menyewa sebuah kamar sendiri bersama beberapa wanita dan sedang berpesta di sana. Shawn memberikan ampul itu pada Blue sementara ia berdiri di dekat railing lantai tersebut dan menikmati pemandangan di lantai dansa di bawahnya.
Blue lalu mencegat seorang pelayan pria yang akan membawakan minuman ke kamar VIP tersebut. Ia memberikan sejumlah uang dan pelayan itu lalu mempersilahkan Blue untuk mengambil salah satu minumannya. Ia mematahkan botol ampul dan menuang isinya ke dalam sebuah gelas.
"Pastikan pria di dalam meminum minumannya!" perintah Blue pada pelayan tersebut. Pelayan itu mengangguk dan membuka pintu. Terliaht beberapa wanita bergantian duduk di atas tubuh seorang pria yang diketahui bernama Josh Dubrey itu.
Blue hanya menunggu di balik pintu sampai pelayan tersebut keluar dan mengangguk padanya. Blue lalu menoleh pada Shawn yang masih menekan kedua sikunya di railing klub tersebut.
Matanya memandang kosong pemandangan surga dunia itu tanpa selera sama sekali. Setelah lima menit, Blue menghampiri Shawn dan mengajaknya masuk ke dalam ruangan VIP.
"Sudah lima menit, Admiral!" Shawn mengangguk dan menegakkan tubuhnya. Ia berjalan masuk setelah dibukakan pintu oleh Blue. Josh sudah hampir tak sadarkan diri karena pengaruh obat yang diberikan oleh Blue pada pelayan tadi.
"Silahkan keluar, nona-nona!" ujar Blue mengejutkan pesta itu tiba-tiba. Para wanita yang menemani Josh perlahan berdiri dan meninggalkan sofa besar tempat mereka melayani dan menyentuh pria itu.
Dua orang wanita bahkan sempat melirik Shawn dan tersenyum padanya tapi hanya dibalas dengan tatapan dingin saja. Josh yang pusing dan mencoba meraih penglihatannya lalu menunjuk ke depan.
"K-kalian siapa?" tanya Josh dengan kepala berat dan terhuyung. Ia memegang kepalanya dan mencoba untuk tetap sadar. Blue lantas mendekat dan menarik sebelah lengan Josh untuk memapahnya.
"Ayo kita pulang!" ajak Blue sambil menarik sebelah lengan Josh dari kursi. Josh tak punya kuasa untuk menolak karena dia dalam keadaan mabuk. Ia terus menunjuk pada Shawn yang sepertinya dikenal. Sementara Shawn hanya diam saja mengikuti Blue yang separuh menyeret Josh.
Josh ditempatkan di jok belakang dan terus bergumam tak jelas. Shawn hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepalanya sementara Blue yang menyetir.
"Apa yang akan kamu lakukan pada dia, Admiral?" tanya Blue sambil menyetir dan tak menoleh pada Shawn yang duduk di sampingnya.
"Aku ingin melakukan sedikit eksperimen, bagaimana menurutmu?" Blue mengernyitkan keningnya dan sedikit menoleh Shawn.
"Eksperimen apa?" Blue balik bertanya.
"Entahlah, mutilasi mungkin. Aku dengar Jayden Lin suka melakukannya," jawab Shawn dengan santai. Blue hanya mengangguk biasa dan menaikkan alisnya.
"Admiral, kamu harus hati-hati. Kamu sudah mendapatkan surat peringatan kedua tentang kekerasan. Kemarin aku baru mendapatkan satu surat panggilan lagi, kurasa jaksa penuntutmu benar-benar tak sabaran." Shawn langsung mendecis kesal.
"Untuk apa mereka menggangguku dengan kasus seperti itu!" gerutu Shawn kesal. Blue hanya tersenyum saja dan melajukan mobilnya membelah jalanan Hongkong yang ramai menuju ke tempat yang sudah diberikan oleh Jayden Lin.
Sebelum bertemu depan Lupen, Shawn membawa Josh ke bunker milik Jayden. Tempat itu mirip seperti difilm horor, tak banyak perabotan dan di kelilingi dinding tanpa cat. Lembab karena berada di bawah tanah. Golden Dragon menjaga tempat itu sebagai tempat bersenang-senang sang Leader.
Josh diikatkan di sebuah meja lalu disiramkan air tiba-tiba. Rasa shock akibat siraman air membuat Josh sadar tiba-tiba. Ia terengah dan memandang seseorang yang ia kenal di dekatnya.
"Admiral!" ucapnya dengan napas terengah dan wajah ketakutan. Shawn tak tersenyum dan mendekatkan dirinya pada Josh.
"Apa kamu tahu kesalahanmu, Tuan Dubrey?" tanya Shawn dengan nada dingin dan pandangan mata tajam. Josh tak menjawab dan itu membuat Shawn mengangguk. Dengan cepat dan entah kapan ia menggenggam benda itu, sebelah tangan kiri Shawn lalu menikam lengan Josh.
"AAAAAHHHH!" teriak Josh kesakitan luar biasa karena ditusuk tiba-tiba. Tangannya tak bisa bergerak karena dua-duanya diikat.
"Jika di Afganistan seseorang yang mencuri akan dipotong tangannya. Aku rasa hukuman itu cocok untukmu, Tuan Dubrey," sambung Shawn makin menekan pisaunya sampai menyentuh tulang.
"HENTIKAN... AKU MOHON HENTIKAN. AAAHHH!" Josh menangis karena kesakitan dan ia hampir tak tahan lagi.
"Aku mengaku, aku mengaku!" Josh terus menangis dan meringis kesakitan.
"Mengaku apa?" tanya Shawn lagi dengan nada dingin yang sama.
"Aku yang mencuri daftar itu!" Shawn mengangguk.
"Aku ingin mendengar itu. Tapi aku juga ingin mendengar yang lain," ujar Shawn melepaskan pegangannya pada pisau tersebut.
Ares bahkan sempat mencegat Andrew tapi yang ditunjukkan sahabatnya itu hanyalah tatapan kebencian. Ia pergi tanpa ada siapa pun yang bisa mencegahnya. Andrew ternyata pulang ke Boston tapi The Seven Wolves terutama Jayden terus mengejar dirinya.Andrew pun tak lama menghabiskan waktunya di mansion sang Ayah, ia bahkan tak hadir saat pembacaan warisan yang memberikan seluruh harta milik Shawn Miller padanya. Andrew berhenti datang ke sekolah dan mulai menghilang. Ia lari dari asrama sekolah dan tak pernah kembali ke penthouse mewah di Belligers lagi.Andrew sempat menyelinap masuk ke dalam apartemen ayahnya yang dijaga oleh anggota Golden Dragon. Ia hanya ingin mengambil barang peninggalan ayahnya yaitu sebuah album lagu dalam bentuk vinil milik mendiang ibunya dan sebuah foto milik orang tuanya yang diambil oleh neneknya Kiriko Matsui.Setelah mendapatkan yang diinginkannya, Andrew hendak menyelinap lagi keluar sebelum ia melihat Nana Tantria ternyata tidur di
"Waktu kematian … " begitu sakralnya kalimat tersebut saat seorang dokter menyatakan kematian seseorang. Kalimat itulah yang tak ingin di dengar oleh siapa pun. Itu termasuk Arjoona yang hanya duduk menyaksikan jasad temannya Shawn dinaikkan ke dalam ambulans dan dibawa.Semuanya hancur dalam sehari. Semuanya tanpa terkecuali. Dengan tubuh basah kuyup serta masih meneteskan air, Rei lantas menyelimuti ayahnya."Dad ... Daddy bisa pneumonia dan mati jika seperti ini!" ucap Rei dengan suara beratnya pada sang Ayah. Arjoona tak menjawab dan malah menengadahkan kepala menatap langit yang masih mendung. Hujan sudah berhenti dan membawa jiwa Shawn terbang ke angkasa. Mungkin saat ini, ia tengah bertemu Kiran dan berkumpul bersama James juga Delilah.Mata Rei lantas menoleh pada ambulans yang membawa Andrew. Ia tak sadarkan diri setelah tak mampu menangkap ayahnya Shawn yang memilih melompat dari ketinggian 15 meter lebih langsung ke lantai beton bersama Rohan K
Jayden menggunakan tali pinggangnya sebagai alat bela diri dengan memanfaatkan tenaga lawan."Om Jay!" pekik Ares hendak menolong tapi ia salah jatuh dan hampir terjerembap ke lantai dua tempat dimana Jayden tengah dikeroyok. Andrew dengan cepat memegang tangan Ares sebelum ia terjatuh. Mata mereka saling menatap dengan ekspresi takut kehilangan. Punggung Andrew tiba-tiba dihantam oleh seseorang menggunakan kayu dan ia hampir saja melepaskan Ares.Mars yang berada di lantai satu melihat putranya bergelantung di lengan Andrew langsung membelalakkan matanya. Pertolongan bagi Andrew datang dari Aldrich dan Rei yang menghajar orang-orang yang memukul Andrew. Selagi Aldrich dan Rei sibuk berkelahi, Andrew menarik Ares kembali ke atas.Dengan mata terbelalak, Ares tak sempat bernapas selain memukul salah satu pria yang hendak memukul Andrew dari arah belakang. Mars di bawah sudah kalah telak karena kini dihajar oleh tiga orang bersenjata tajam. Salah satunya sudah men
Ares menatap horor ke arah Andrew yang hanya mendengus meliriknya sekilas."Ini bahaya!" gumam Ares lagi masih dengan pandangan horor yang sama."Dia Pamanku, Ares. Dia kakak dari ibuku!" gumam Andrew membuat Ares semakin membelalakkan matanya."Fuck!" kutuk Ares tanpa sadar. Ia lalu memandang dashboard mobil sport milik Andrew dan berpikir sementara Andrew terus mengebut dengan mobilnya. Ia memasukkan nama taman yang dimaksudkan oleh Elena pada mesin navigasi dan sebisa mungkin tiba lebih cepat. Ares lalu mengambil ponsel dan menghubungi Jupiter, Rei serta Aldrich bersamaan."Kamu mau apa?" tanya Andrew pada Ares yang menempelkan ponsel di telinganya."Menghubungi yang lain. Kita butuh bantuan!" aku Ares dengan jujur. Andrew menggelengkan kepalanya."Jangan ... mungkin tak akan terjadi apa pun!""Jangan gila kamu. Dia pria yang berbahaya!""Dia Pamanku, Ares!" bantah Andrew makin sengit."Tapi dia pembunuh Aunty Kiran.
Ares benar-benar menyebalkan. Ia terus menguntit Andrew bahkan sampai masuk ke dalam mobilnya. Ia hanya ingin Andrew bicara tentang apa yang membuatnya berubah tiba-tiba."Keluar!" sahut Andrew mengusir Ares yang ikut masuk ke dalam mobilnya."Tidak!" jawab Ares tak peduli. Andrew makin mendengus kesal lalu diam tak bicara maupun menekan pedal gas."Kenapa kamu pindah ke asrama sekolah? Memangnya kenapa jika tinggal di Bellingers?" tanya Ares begitu serius pada Andrew yang tiba-tiba memutuskan untuk masuk ke asrama sekolah dan tak mau lagi tinggal bersama ayahnya."Itu bukan urusanmu!""Aku temanmu, Andy!" Andrew terkekeh sinis dan menggelengkan kepalanya."Yang benar saja!" gumamnya makin sinis. Ares benar-benar mengernyitkan keningnya heran. Dalam satu hari ia bisa berubah drastis seperti seseorang yang tak pernah dikenal Ares sama sekali."Ada apa denganmu, Andy? Kenapa kamu bisa berubah seperti ini!" tukas Ares lagi dengan nada se
Shawn tak lagi masuk kerja usai pertengkarannya dengan Andrew tadi malam. Ia berdiri di depan jendela ruang kerjanya menunggu berita dari salah satu mata-matanya. Jemarinya terus menyentuh cincin pernikahan yang melingkari jemarinya.Alunan suara seorang wanita menyanyikan tembang Love Story mengisi relung ruangan yang sepi itu."With his first hello. He gave new meaning to this empty world of mine. There'd never be another love, another time. He came into my life and made the living fine. He fills my heart ... "Dengan merdunya rekaman suara nyanyian Kiran menggema ke seluruh penthouse tersebut. Seakan Kiran datang memeluk Shawn yang memejamkan matanya. Pipi Kiran dirasakan Shawn ditempelkannya dibalik pundaknya sambil terus menembangkan lirik lagu cinta yang dinyanyikan kembali olehnya.Dahulu, saat Andrew baru lahir dan masih berusia satu minggu, Andrew pernah mengalami sakit demam tinggi. Untuk menenangkan bayinya yang tengah sakit, Kiran ber