Seorang gadis tengah menatap pantulan dirinya di depan cermin. Gaun mewah nan mahal tersebut membelut tubuh rampingnya dengan tinggi diatas rata-rata orang Indonesia.
"Aku tidak mau menikah," ucapnya menangis segugukan sambil mengelap ingus yang keluar dari lobang hidungnya."Nona, jangan menangis nanti make-up Anda luntur," tegur sang MUA yang masih sibuk menyapu-nyapu wajah gadis itu dengan alat riasnya."Ck, bagaimana aku tak menangis, Kak? Lelaki itu seenaknya mengajakku menikah. Aku saja tidak tahu siapa dia," sahutnya."Anda tidak kenal siapa Tuan, Nona?" tanya sang MUA setengah tak percaya."Tidak tahu dan aku tidak mau tahu," jawabnya ketus dan masih menangis seraya mengelap air mata yang keluar dari pelupuk matanya hingga membuat make-up tersebut luntur.Entah kesialan apa yang menimpa dirinya, baru saja dia menerima amplop kelulusan sebagai salah satu siswa dengan nilai tertinggi. Namun, setiba kejap impian yang dia ukir hancur hanya karena pertemuan tidak sengaja nya bersama seorang pria yang tidak dia kenal sama sekali. Pria itu tiba-tiba menculiknya dan membawanya kesini lalu meminta menikah dengannya. Siapa yang takkan terkejut dengan kenyataan tersebut?"Nona, Tuan adalah pemilik Schweinsteiger Group salah satu perusahaan besar di sini. Kenapa Anda bisa tidak tahu?" tanya sang MUA.Cukup lama sang MUA merias wajah cantik gadis tersebut karena harus meredakan tangisnya."Nona, Anda cantik sekali," puji sang MUA sambil berdecak kagum.Gadis cantik berusia 19 tahun itu menatap dirinya. Dia akui, malam ini dia memang cantik dengan polesan make-up yang menempel membuatnya tampak lebih dewasa dari usianya."Selamat malam, Nona. Mari ikut saya Tuan sudah menunggu," ajak seorang pria tampan dengan jas rapi yang membungkus tubuh kekarnya"Anda siapa?" tanya gadis itu heran. Dia memegang ujung gaunnya yang kepanjangan."Saya asisten Tuan, Nona. Mari!" Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk menggandeng tangan sang gadis.Keduanya keluar dari ruangan rias. Gadis tersebut berusaha menahan tangisnya karena dia takut make-upnya luntur terkena air mata...Disebuah gereja sederhana. Tampak dua orang tengah menatap pendeta untuk saling mengucapkan janji suci di hadapan Allah dan di hadapan seluruh jemaat yang hadir."Silahkan saling mengucapkan janji suci," ucap sang pendeta.“Saya Bastian Schweinsteiger menerima engkau Bianca Emmanuela Santoso menjadi istriku dan setia selalu baik dalam suka maupun duka, dalam susah mau pun senang, dalam sakit maupun sehat. Saya akan mencintai dan menjaga engkau dengan segenap hati dan jiwa saya berjanji dihadapan Tuhan, amin," ucap sang lelaki membacakan janji suci yang dituntun oleh seorang pendeta.“Saya Bianca Emmanuela Santoso menerima engkau Bastian Schweinsteiger menjadi suamiku dan setia selalu baik dalam suka maupun duka, dalam susah mau pun senang, dalam sakit maupun sehat. Saya akan mencintai dan menjaga engkau dengan segenap hati dan jiwa saya berjanji dihadapan Tuhan, amin," ucap sang wanita yang tak kalah gugupnya dari suaminya."Sekarang kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri. Tuan Muda Bastian, silakan cium kening istri Anda!" ucap sang pendeta setelah selesai menasbihkan pernikahan anak sultan tersebut.Pernikahan sederhana itu hanya dihadiri oleh beberapa orang saja. Tidak ada ayah dan ibu. Tidak ada saudara kandung. Tidak ada teman dekat. Tidak ada acara makan-makan atau sekedar mengambil foto untuk kenangan. Pernikahan dadakan dan hambar tersebut seperti memasukkannya ke dalam kandang buaya.Di hari pernikahan orang-orang akan bahagia karena setelah ini dia harus mengikut sang suami serta memasrahkan seluruh hidupnya pada lelaki yang akan menemaninya hingga nanti. Tetapi tidak dengan gadis kecil tersebut, dia sama sekali tak bahagia. Dia justru merasa inilah awal dari penderitaan hidupnya.Lagi-lagi gadis kecil itu merasa hidupnya tak berharga sama sekali. Namun, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima takdir yang sudah membawanya sejauh ini. Dia yakin jika pria itu adalah jodoh yang sudah Tuhan pilihkan untuk dirinya. Dia hanya perlu menjadi istri dan Ibu terbaik untuk suami dan anak-anaknya kelak."Maaf, Nona. Anda tidak bisa satu mobil dengan Tuan," cegah asisten suaminya ketika dia hendak masuk kedalam mobil yang sama dengan sang suami."Kenapa?" tanyanya dengan kedua alis saling bertaut satu sama lain."Tuan tidak ingin satu mobil dengan Anda." Gadis itu terdiam mendengar jawaban asisten suaminya."Lalu bagaimana denganku? Aku harus kemana?" tanyanya bingung."Nanti akan ada anak buah Tuan yang menjemput Anda.""Baiklah." Dia menjauh dari mobil suaminya.Tidak lama kemudian datang mobil berwarna hitam dengan merk Lamborghini. Beberapa pria berbaju hitam keluar dari mobil dan langsung menghampirinya."Silahkan masuk, Nona!""Terima kasih, Paman." Dia tersenyum hangat.Gadis itu masuk kedalam mobil mewah yang harganya milyaran rupiah. Dia menatap kearah jendela menikmati pemandangan malam kota Jakarta. Dia masih merasa tak percaya jika sekarang dia adalah seorang istri dari pria yang tidak dia kenal apalagi mencintainya.Gadis itu adalah Bianca, atau Bee. Baru menikmati indahnya masa kelulusan dan ingin mempersiapkan diri untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, dia dihadapkan dengan kenyataan pahit. Dirinya harus menjadi sasaran dari pria kejam dan terikat dalam sebuah pernikahan.Kedua orang tua nya tak peduli. Kesibukan mereka seakan membuatnya seperti dianaktirikan. Bee sempat berpikir jika dia bukan anak kandung kedua orang tua nya. Dia diperlakukan seperti anak tiri dan selalu disalahkan serta menjadi korban. Selama 19 hidup, dia tidak pernah merasakan kasih sayang dari ayah dan ibunya. Mereka hanya sibuk mencari harta dan mengumpulkan uang sebanyak mungkin tanpa memikirkan perasaan sang anak.Bee adalah gadis periang dan juga ceria. Dia sangat cantik dengan rambut poni yang membuatnya terlihat imut dan menggemaskan. Di sekolah dia menjadi salah satu siswi yang banyak digilai oleh kaum adam.Namun, takdir berkata lain dia yang belum pernah pacaran harus menikah di usia yang masih sangat muda yang seharusnya masih fokus mengejar cita-citanya.Saking lamanya melamun Bee tidak sadar jika mobil yang membawanya berhenti didepan sebuah villa mewah yang cukup jauh dari kota. Villa itu didesain dengan dekorasi ala-ala orang barat. Suasananya dingin dan juga sejuk."Selamat datang, Nona Muda," sapa para pelayan menyambutnya"Terima kasih, Bik," sahutnya memberi hormat kepada yang lebih tua darinya."Mari, Nona. Saya antar ke kamar Anda. Tuan sudah menunggu di sana," ajak asisten sang suami"Baik, Kak."Bee mengikuti langkah kaki asisten suaminya itu. Dia terkagum-kagum melihat interior mewah villa milik suaminya. Sungguh bangunan indah yang baru pertama kali dia lihat selama hidup. Apakah suaminya benar-benar kaya?"Silakan masuk, Nona.""Terima kasih, Kak."Bee masuk kedalam kamar suaminya. Lagi-lagi dia dibuat kagum ketika masuk kedalam kamar mewah sang suami. Kamar yang memiliki interior permandangan laut itu membuatnya lupa berkedip."Apa kau akan terus berdiri di situ?" sindir seorang pria melihat gadis itu dengan tatapan dingin."Maaf, Tuan." Bee menunduk ketika tatapan sang suami terarah padanya."Baca." Pria itu melemparkan map yang diyakini berisi kertas.Untung Bee segera menyambar map itu jika tidak sudah dipastikan kertas-kertas itu akan berserakan di lantai.Mata Bee membulat sempurna saat membaca isi dari surat itu, di depannya tertulis surat perjanjian."Apa maksudnya, Tuan?""Kalau kau bisa membaca pasti kau paham apa isinya."Bee menghela nafas pelan, "Tapi aku istrimu aku bukan pembantumu, Tuan," sanggah Bee tak terima."Aku tidak ingin mendengar penolakan mu. Kau mau atau tidak. itu bukan urusanku. Tugasmu adalah merawatku dan mengikuti semua kemauanku," bantah lelaki itu."Baiklah." Bee pasrah terhadap hidupnya."Bagus." Pria itu tersenyum smirk. Dia akan melihat sekuat apa gadis kecil yang ada di depan ini menghadapi sifatnya.Bersambung...Bee bangun pagi sekali. Dia semalam kedinginan karena AC yang dingin dan tidur di atas lantai yang banyak beralaskan selimut tipis. Dia menatap sang suami yang terlelap nyaman di atas ranjang. Masih terngiang di kepalanya saat lelaki itu membentaknya berulang kali. "Dia saja menolakku, apalagi orang tua ku," ujarnya tersenyum kecut. "Sudahlah, sepertinya mulai sekarang aku harus menerima diriku yang menjadi seorang istri dan melupakan cita-citaku untuk kuliah." Gadis cantik itu melipat selimut yang dia pakai dan menyimpannya di atas ranjang sang suami. "Dia benar-benar tampan, tapi sayang tidak punya perasaan." Bee menghela nafas panjang.Gadis itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Bahkan jam tidurnya saja sudah diatur oleh sang suami dan tidak boleh bangun terlambat dari lelaki itu. Bee menatap pantulan dirinya di depan cermin. Air mata gadis tersebut leleh begitu saja ketika mengingat dirinya yang dalam sekejap mata menjadi istri dari pria yang tidak dia kenal.
Bee masih menggosok-gosok punggung Bastian dengan jantung berdebar kencang. Sesekali gadis itu menelan salivanya susah payah apalagi mengingat ciuman mereka tadi. "Ck, kenapa kau melamun? Cepat gosok badanku lebih kencang lagi!" perintah Bastian melirik gadis yang berada di belakangnya itu. "B-baik, Tu-an," jawab Bee gugup. Cukup lama gadis tersebut memandikan suaminya. Wajahnya merah merona membayangkan hal-hal lain di kepalanya yang sudah berfantasi duluan. Bastian tersenyum licik, dia menatap gadis itu dari ujung kaki sampai ujung rambut, terlihat sekali jika gadis ini masih muda yang jelas usianya jauh di bawah Bastian. "Ke-ken-apa, T-uan?" tanya Bee gugup ketika melihat tatapan Bastian seperti ingin melahapnya hidup-hidup. "Duduk di pangkuanku!" perintahnya. "Tapi, Tu_"Bastian langsung menatap gadis itu dengan tatapan horor sehingga membuat Bee bergidik ngeri dan mau tak mau harus mengikuti perintah sang suami. Bastian menarik Bee agar gadis itu mendekat dan masuk ke dal
"Selamat bekerja, Tuan. Hati-hati di jalan yang di hati jangan jalan-jalan," ucap Bee melambaikan tangannya saat Bastian masuk ke dalam mobil. Lelaki itu tak peduli dengan ucapan istrinya. Dia duduk dengan tenang. Julio menjalankan mobilnya meninggalkan vila mewah tersebut. Gadis itu menghela nafas panjang saat suaminya sudah berangkat bekerja dan dia bisa bebas dari tatapan tajam Bastian. "Huh, seandainya aku tidak menikah, aku pasti sudah masuk kuliah," ucap Bee menghembuskan nafasnya kasar. Bee berjalan masuk ke dalam vila mewah tersebut. Tampak para pelayan berbaris rapi serta membungkuk hormat. "Apa Anda ingin sarapan, Nona? Biar kami siapkan?" tanya kepala pelayan. "Tidak perlu, Bik. Aku belum lapar," jawabnya tersenyum. Gadis itu berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia menelisik kamar sang suami. Kamar ini akan menjadi kisah perjalanan cinta dan rumah tangganya. Entah bagaimana nanti akhir dari pernikahan tanpa cinta ini? Apakah akan berakhir bahagia atau meninggalkan luka
"Selamat datang, Tuan Suami," sambut Bee berdiri dengan senyuman dan siap menyambut suaminya yang baru datang itu. Bastian turun dari mobil, sejenak dia melihat istrinya lalu melangkah masuk. "Eh Tuan, tunggu," panggil Bee setengah mengejar lelaki itu. Langkah Bastian terhenti. Pria itu menghela nafas panjang lalu menoleh kearah istri kecilnya. "Ada apa?" tanyanya ketus. "Suami pulang itu tangannya harus di cium." Bee mengambil punggung tangan Bastian dan mengecupnya. Seketika Bastian terdiam membeku ketika benda kenyal dan lembut itu menempel di punggung tangannya. Sentuhan singkat tersebut berhasil membuat tubuhnya panas dingin. "Ck, jangan pegang-pegang," ketus lelaki itu menarik tangannya. "Cih, dasar pelit," cibir Bee. Bastian menatap istri kecilnya dengan tatapan membunuh. Tetapi yang di tatap malah santai tanpa dosa. Sementara para pelayan sudah ketar-ketir termasuk Julio. Bee sangat berani pada suaminya, dia belum tahu saja seperti apa lelaki itu jika mengamuk. Basti
Bee menatap dengan senyum amplop yang diberikan Julio tadi. Rasanya seperti bermimpi jika sang suami memberinya kesempatan untuk melanjutkan kuliah. "Tuan Suami, terima kasih." Tubuh Bastian seketika menegang ketika wanita itu memeluk dirinya. Jujur saja dia terkejut dan seperti kehilangan kesadaran. "Ck, jangan peluk-peluk." Bastian mendorong kening gadis itu menjauh. Bulan karena dia jijik tetapi tidak baik untuk kesehatan jantungnya. "Cih, dasar pelit," cibir Bee kesal. Lalu gadis itu senyam-senyum tdiak jelas saat mengingat ternyata suaminya baik juga. Walau dingin dan kejam tetapi sesungguhnya lelaki ini tak sejahat yang dia pikirkan. "Tuan Suami, sekali lagi terima kasih, ya. Kau sudah mengizinkan aku kuliah. Aku berjanji akan menjadi mahasiswa terbaik dan mendapatkan nilai tertinggi untuk menyenangkan hatimu," ucap Bee dengan senyuman sumringah dan bahagianya. Bastian tak merespon dia masih menyibukkan dirinya dengan berkas di atas mejanya. Tanpa Bes sadari lelaki yang be
"Apa kau akan terus berdiam di situ?" sindir Bastian melirik istrinya yang masih bingung. "Eh iya, Tuan." Bee mengekor Bastian. Gadis itu berjalan dengan mulut komat-kamit seperti dukun baca mantra atau lebih tepatnya merapalkan doa. Perjalanan dari vila menuju kota cukup jauh artinya selama itu juga dia akan duduk di samping suaminya. "Hem, bagaimana kalau dia tiba-tiba dia mengamuk? Lalu menerkamku." Gadis itu bergidik ngeri. Pikirannya sudah berkelana kemana-mana membayangkan sang suami yang kemasukan lalu menerkam dirinya. Keasyikan melamun hingga Bee tak sadar jika suaminya berhenti dan alhasil gadis itu menabrak dada bidang suaminya. "Aduh, ampun deh." Bee mengusap keningnya. "Itu dada apa batu sih, Tuan? Keras sekali." Dia menekan-nekan dada Bastian yang terasa keras. "Ck, jangan pegang-pegang," ketus Bastian menyingkirkan tangan istrinya. "Hehe, maaf, Tuan Suami. Sengaja." Dia cenggesan sambil mengerjabkan matanya berkali-kali. "Berjalan sejajar denganku!" perintah Bas
Bee berjalan masuk ke dalam gerbang kampus. Gadis itu celingak-celinguk mencari wajah-wajah di antara ratusan mahasiswa baru tersebut. Siapa tahu ada yang dia kenal atau teman SMA-nya yang juga berkuliah di kampus yang sama. "Bee." Gadis itu menoleh ketika ada yang memanggil namanya. "Aaaaa, Tata, Chaca." Bee berhambur kearah dua gadis yang juga berjalan menghampirinya. "Bee, astaga. Ini benar-benar dirimu? Kami mencarimu kemana-mana?" ujar salah satunya sambil memeluk Bee dengan erat. "Ck, kau ingin membunuhku?" protes Bee melepaskan pelukan kedua sahabatnya. "Malah ingin melemparmu ke laut," sahut Tata ketus. Bee terkekeh. Dia merindukan kedua sahabatnya tersebut. Memang tidak ada yang tahu tentang pernikahannya. Setelah menerima amplop kelulusan dirinya hilang bak di telan bumi. Baru menampilkan wujudnya sekarang. "Bagaimana ceritanya kalian bisa ada di sini?" tanya Bee menatap kedua sahabatnya. "Ceritanya ya kita kuliah di sini," jawab Chaca memutar bola matanya malas me
"Alena," gumam Bastian menghembuskan nafasnya kasar. "Iya, Tuan. Selama ini Nona Alena ternyata sudah kembali ke Indonesia," jelas Julio di bangku belakang kemudi. "Apa dia tahu jika adiknya bersamaku?" tanya Bastian dengan tangan yang mengepal erat. "Tidak, Tuan. Keluarga Nona Muda tidak ada yang tahu jika Nona bersama Anda," sahut Julio. Bastian tak menanggapi lagi. Lelaki itu kembali pada lamunannya. Semua rekaman ingatan di masa lalu seperti membawanya berkelana menjelajahi masa lalu. Rasa sakit, kecewa dan patah hati telah merubah dirinya menjadi pria dingin seratus delapan puluh derajat. "Apa Anda ingin bertemu dengan dia, Tuan?" tanya Julio melirik tuan-nya tersebut. Bastian memejamkan matanya. Tangan yang mengepal kuat pertanda bahwa dia sedang menahan emosi dan amarah. "Apa dia bisa di temui?" "Saya akan atur waktu, Tuan," jawab Julio. "Tetapi sepertinya ada sesuatu yang terjadi sebelum pertunangan Anda dengan Nona Alena," sambung Julio. "Sesuatu?" ulang Bastian. "M