Axel menyeringai. Dia berdiri dan berjalan mendekat ke arah Emily. Setelah itu, dia menatap Emily yang ada di hadapannya dan mendekatkan wajahnya pada wajah Emily.
Dengan reflek Emily menutup matanya, dia juga menahan napasnya ketika wajah Axel semakin dekat dan hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Dapat Emily rasakan deru napas Axel menerpa kulit wajahnya.Gluk ...Emily menelan salivanya dengan susah.Seringaian kembali muncul di bibir Axel ketika melihat Emily menutup matanya. Dia mengelus lengan bagian atas Emily hingga bawah dengan jari telunjuknya. "Aku tahu, kamu pasti akan menyetujui perjanjian itu. Karena perjanjian itu sangat menguntungkan untuk kamu," ucap Axel dengan suara sensual."Tapi maaf, aku tidak bernapsu dengan kamu," ucap Axel yang kemudian langsung menjauhkan dirinya dari Emily.Mendengar kalimat Axel membuat Emily langsung membuka matanya lebar-lebar. Dia menatap Axel yang berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan tatapan kesal."Hih, nyebelin banget sih jadi orang! Kalau bukan demi Opa aku juga nggak mau seperti ini.""Nyesel aku pakai baju kek gini," ucap Emily sambil menatap tubuhnya."Iiiihhh!! Dasar pria tua nyebelin! Awas aja nanti kalau udah jatuh cinta sama aku! Bakal aku kasih pelajaran."Dengan segera Emily berjalan ke arah tempat tidur dan mendudukkan dirinya di sana."Dia bilang apa tadi? Dia bilang nggak bernapsu sama aku?" ucap Emily dengan napas yang masih menggebu-gebu.Emily kembali menatap tubuhnya. Setelah itu, dia memikirkan apa yang harus dia lakukan setelah ini. Dan tidak lama sebuah ide melintas di benaknya."OK! Kita lihat saja, sampai kapan dia tidak bernapsu denganku," ucap Emily yang langsung membaringkan tubuhnya di tempat tidur.Emily menatap langit-langit kamar yang selama satu bulan ini dia tempati. Namun, Emily segera memejamkan matanya ketika mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka.Ceklek ...Axel keluar kamar dari dalam kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih segar. Mungkin dia habis mencuci wajahnya. Setelah itu, dia berjalan mendekat ke arah tempat tidur.Axel mendengkus ketika melihat Emily yang sudah berbaring di atas tempat tidur. Bahkan sepertinya Emily sudah tertidur dengan nyenyak."CK! Dasar anak kecil, dia berpikir aku akan mudah tergoda dengan tubuhnya itu, hah! Jika aku mau, aku bisa mendapatkan tubuh yang lebih dari dia.""Kenapa juga Maxime memilih dia menjadi istriku!" Maki Axel pada tangan kanannya.Emily mengepalkan tangannya yang berada di bawah bantal ketika mendengar kalimat Axel. Dia kembali dibuat kesal dengan kata-kata Axel yang selalu mencela tubuhnya, padahal tubuhnya itu lumayan berisi dari teman-teman kuliahnya yang lain. Bahkan menurut beberapa temannya tubuh Emily cukup seksi."Sepertinya Om Axel buta!" maki Emily di dalam hati. Ingin rasanya Emily memukul Axel saat itu juga tetapi dia tidak berani. Jika dia berani memukul Axel yang ada nanti dia tinggal nama saja.Tidak lama setelah Axel mengatakan hal yang membuat Emily kembali kesal. Emily dapat merasakan pergerakan di sebelahnya. Hingga beberapa saat kemudian Emily dapat mendengar deru napas Axel yang mulai teratur. Dengan perlahan Emily membuka matanya sedikit dan melirik ke arah Axel yang sudah memejamkan matanya."Cepat sekali dia tidurnya?" gumam Emily di dalam hati.Dia menatap wajah Axel yang sudah terlelap. "Wajah Om Axel ganteng banget seperti malaikat. Tapi kenapa kata-katanya sangat menyakitkan hati sih!""Aku penasaran gimana ya nanti kalau aku punya anak sama Om Axel ya, apa anak aku akan setampan Om Axel?" gumam Emily di dalam hati. Namun, dengan segera Emily menggelengkan kepalanya ketika pikiran seperti itu terlintas di benaknya."Kenapa aku mikirin hal seperti itu sih! Sadar Emily, sadar! Sekarang lebih baik kamu tidur, jangan sampai besok ketika dia bangun tapi kamu masih tidur!"Dengan segera Emily memejamkan matanya kembali dan memutuskan untuk tidur. Walau sebenarnya dia tidak tenang karena keberadaan Axel di sebelahnya.Pagi harinya.Axel membuka matanya ketika mendengar sering ponselnya. Dengan malas dia mengambil ponselnya yang dia letakkan di atas nakas yang berada di sebelah kanannya. Dia melihat siapa yang mengganggu tidurnya pagi-pagi sekali.Axel mendengkus ketika membaca nama yang tertera di layar ponselnya. Dia kemudian mengusap layar ponselnya. "Ada apa!" bentak Axel pada orang yang menelepon dirinya."Maaf, Tuan Muda. Saya hanya ingin mengingatkan jika nanti jam 10 ada pertemuan penting dengan salah satu klien dari Singapura.""Iya, aku ingat! Sudah jangan ganggu, aku masih mengantuk!""Ta-tapi Tuan Muda ...."Axel yang berniat mematikan sambungan telepon mengurungkan niatnya. "Tapi apa lagi!" ucap Axel geram."Ini sudah jam 7, saya takut jika Anda tidur lagi, nanti kita akan telat."Axel terdiam, dia kemudian menoleh ke arah jam yang ada di atas nakas. Matanya sontak melebar ketika jam sudah menunjukkan pukul 07.03 pagi."Bagaimana bisa aku tidur selelap ini?"Ceklek ... Axel yang sedang bingung kenapa dirinya bisa baru bangun tidur langsung mengalihkan pandangannya ke arah suara pintu kamar mandi yang terbuka. Dia bisa melihat Emily yang keluar dari dalam kamar mandi dengan pakaian yang sudah rapi. Axel penasaran ke mana Emily akan pergi tetapi dia tidak menanyakannya pada Emily dan memilih untuk diam dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. BLAM! Emily menoleh ke arah pintu kamar mandi yang sudah tertutup. Namun, dia langsung mengedikkan bahunya tidak peduli dan memilih melanjutkan menyisir rambutnya dan segera bersiap-siap karena sebentar lagi waktunya Tuan Del Piero sarapan. Axel yang sudah selesai keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk di pinggangnya. Dia menatap Emily yang sudah siap dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah itu, dia berjalan ke arah tempat tidur, dia menggeram kesal ketika tidak melihat baju di atas tempat tidur. "Di mana bajuku?" tanya Axel dengan nada kesal. Emily yang sedang merapikan berkas-berkasnya
Emily berjalan cukup cepat ke ruang tengah bersama Chrisa. Saat ini dia sudah hampir telat untuk pergi ke kampus. Ini semua gara-gara Chrisa yang terus saja bertanya ini itu kepada dirinya tadi. Seharusnya Emily tidak susah bercerita pada Chrisa, tetapi jika bukan pada dia lalu pada siapa Emily bercerita? Karena saat ini Emily tidak memiliki siapa-siapa. "Wah ... wah ... wah ... lihat Nona Muda kita, semakin hari semakin cantik saja."Emily yang sedang berjalan terkejut dengan kehadiran seorang pria cukup tampan, tinggi, dan bersetelan kantor sedang berdiri menghadang langkahnya dan menatap Emily dengan tatapan mesumnya. Dengan refleks Emily langsung mundur beberapa langkah menghindari pria itu. "Maaf, Tuan Muda Alfa. Sebaiknya Anda menyingkir, Nona Muda harus segera pergi ke kampus karena dia sudah telat," ucap Chrisa pada pria itu yang tidak lain adalah Alfa. "Siapa kamu, berani-bedaninya mengatur saya? Ingat! Kamu itu cuma pembantu di sini! Jadi jangan syok!" ucap Alfa sambil me
Axel menatap Maxime dengan tatapan datar. Setelah itu, dia tersenyum miring. "Apa kamu menyukai dia?" Mendengar pertanyaan dari Axel, membuat Maxime terkejut. Dia langsung mengangkat wajahnya dan menatap tuan mudanya itu. "Saya tidak mungkin menyukai Nona Muda, Tuan Muda. Saya melakukan itu karena Nona Muda memang pantas mendapatkannya. Bagaimanapun juga, Nona Muda adalah istri Anda. Jadi, sudah sepantasnya saya melayani istri Anda itu."Axel menatap Maxime dengan seksama, melihat apa asistennya itu mengatakan hal sebenarnya atau sedang berbohong. Namun, setelah dilihat-lihat sepertinya Maxime mengatakan hal sejujurnya."Jadi ... apa para klien dari Singapura sudah datang?" tanya Axel tidak mau membahas hal yang menurut dia tidak penting. "Belum, Tuan Muda. Tapi, tadi mereka memberi kabar jika saat ini mereka sedang dalam perjalanan kemari."Axel mengangguk. "Kalau begitu kamu boleh kembali ke ruanganmu."Maxime hanya diam. "Apa kamu tidak mendengarku, Maxime?" tanya Axel dengan sua
Emily menatap pria yang berdiri di sebelah mejanya. "Aku nggak apa-apa," jawab Emily sambil menundukkan kepalanya kembali. Pria itu tersenyum, dia kemudian langsung duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Angel dan Sherly. "Kamu kenapa sih, Emily? Perasaan, satu bulan ini kamu menghindar dari aku terus?" tanya pria itu sambil terus menatap Emily. Emily hanya diam tidak menghiraukan pria di depannya. Hal itu, membuat pria itu mengepalkan telapak tangannya. Setelah itu, dia menarik buku yang sedang dibaca oleh Emily. "Kamu apa-apaan sih, Raihan?" Emily menatap pria di depannya dengan tatapan kesal. "Kamu yang apa-apaan! Kenapa setiap aku ajak bicara selalu seperti itu? Apa kamu tahu sikap kamu itu membuat hati aku sakit, Mily!"Emily menghela napasnya. "Aku udah bilang, Rai. Tolong jauhi aku, aku ini sudah bersuami, jadi tolong jangan ganggu aku lagi."Raihan menatap Emily dengan tatapan sedih. "Kenapa, Mily? Kenapa kamu malah menikah dengan pria yang bahkan memiliki skandal jika pr
Maxime baru saja akan membuka berkas yang baru saja diberikan oleh manager personalia. Dia ingin mengecek data-data para calon karyawan yang mendaftarkan diri untuk bekerja di sana. Akan tetapi, tidak jadi karena telepon yang ada di sebelah kanannya berbunyi. Dengan segera, Maxime mengambil telepon itu untuk mengangkat telepon yang tidak lain dari Axel. "Saya, Tuan Muda.""Siapkan mobil sekarang!""Un—""Tut ... Tut ... Tut ..."Maxime mendengkus. "Tuan Muda Axel mah kebiasaan," ucap Maxime sambil menaruh telepon ke tempat semula."Tapi ngomong-ngomong mobil untuk apa ya? Bukannya tidak ada jadwal keluar? Atau jangan-jangan ada hal darurat?" ucap Maxime bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tidak ingin membuat Axel menunggu lebih lama, dengan segera Maxime menghubungi salah satu security untuk menyiapkan mobil untuk Axel. Setelah itu, dia baru beranjak dari tempat duduknya untuk menuju ruangan Axel. ***Sementara di ruangan Axel. Saat ini Axel tengah mengepalkan telapak tangannya d
Axel keluar dari dalam mobil, setelah Maxime membukakan pintu mobilnya. Dia menatap ke kampus Emily kuliah. "Sekarang dia ada di mana?" tanya Axel to the point. "Siapa, Tuan Muda?" tanya Maxime tidak paham. Axel menoleh menatap asisten pribadinya itu dengan tatapan tajam. "Siapa lagi kalau bukan gadis kecil itu!" geram Axel. "Ah, Nona Muda?""Menurut dari laporan Chrisa, saat ini Nona Muda Emily sudah keluar dari kelas dan mungkin Nona Muda saat ini sedang berada di kantin, Tuan Muda," jawab Maxime. "Tunjukan jalannya!" perintah Axel. "Baik, Tuan Muda." Maxime langsung berjalan lebih dahulu, menunjukkan jalan pada Axel. Sedangkan Axel, dia berjalan mengikuti Maxime tanpa peduli dengan jeritan para mahasiswi yang mengagumi dirinya. ***Sementara di kantin. Raihan terus menatap Chrisa yang berada di depan Emily. Dia sangat kesal dengan perempuan yang ada di hadapannya itu, kesal karena gara-gara perempuan itu, tangan Emily jadi terlepas. "Menyingkir kamu dari hadapan Emily!" ucap
Emily berjalan dengan tertatih-tatih di belakang Axel. Bagaimana dia tidak tertatih-tatih? Langkah Axel sungguh sangat lebar, berbeda dengan langkahnya. Apalagi Axel memiliki tubuh yang sangat tinggi, jadi itu membuat langkah dia semakin lebar. "Om, aku mau dibawa ke mana sih? Aku masih ada kelas lagi," tanya Emily ketika Axel tidak kunjung melepaskan genggaman pada pergelangan tangan Emily. Hening! Tidak ada jawaban. Axel benar-benar tidak memperdulikan pertanyaan Emily. Hingga membuat Emily mengembuskan napas kesal."Om, aku tanya ini loh! Kenapa nggak dijawab sih!" ucap Emily sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya. Axel masih saja diam dan terus menyeret Emily menuju di mana dia memarkirkan mobilnya tadi. "Om bisa nggak sih jawab pertanyaan aku dulu? Kalau Om nggak mau jawab pertanyaan aku, seenggaknya Om lepasin tangan aku. Aku bisa jalan sendiri. Lagian apa Om nggak sadar, kalau sedari tadi banyak mahasiswa yang ngeliatin kita," ucap Emily sambil menatap ke sisi kanan dan sisi
Emily melebarkan kedua bola matanya ketika mendapat satu kalimat pendek dari Axel tadi. Dia bilang apa? Emily harus membuktikan kalau Emily masih suci? Yang benar saja! Bahkan kemarin malam ketika dia mencoba menggoda Axel, Axel sama sekali tidak tertarik pada tubuhnya. Ini malah disuruh buktiin jika dirinya benar-benar masih suci. Apa iya dia harus bertingkah seperti wanita panggilan? Sungguh menyebalkan sekali laki-laki di hadapannya ini. "Om gila ya!" ucap Emily sambil menatap Axel dengan tatapan tidak percaya. Axel mengepalkan telapak tangannya marah hingga buku-buku jarinya memutih. Baru pertama kali ini, ada orang yang berani mengata-ngatai dirinya, bahkan orang itu adalah gadis kecil. Sungguh gadis di depannya ini sangat berani. Axel dengan segera menatap gadis kecil di hadapannya itu dengan tajam. "Berani kamu!" ucap Axel sambil menarik tengkuk Emily dan mencium bibir mungil itu dengan kasar. "Em mmhh lepm pas hhhh." Emily memberontak, ingin melepas bibirnya dari bibi