Ceklek ...
Axel yang sedang bingung kenapa dirinya bisa baru bangun tidur langsung mengalihkan pandangannya ke arah suara pintu kamar mandi yang terbuka. Dia bisa melihat Emily yang keluar dari dalam kamar mandi dengan pakaian yang sudah rapi. Axel penasaran ke mana Emily akan pergi tetapi dia tidak menanyakannya pada Emily dan memilih untuk diam dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.BLAM!Emily menoleh ke arah pintu kamar mandi yang sudah tertutup. Namun, dia langsung mengedikkan bahunya tidak peduli dan memilih melanjutkan menyisir rambutnya dan segera bersiap-siap karena sebentar lagi waktunya Tuan Del Piero sarapan.Axel yang sudah selesai keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk di pinggangnya. Dia menatap Emily yang sudah siap dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah itu, dia berjalan ke arah tempat tidur, dia menggeram kesal ketika tidak melihat baju di atas tempat tidur. "Di mana bajuku?" tanya Axel dengan nada kesal.Emily yang sedang merapikan berkas-berkasnya menoleh ke arah Axel. "Om bicara sama aku?" tanya Emily."Kalau bukan sama kamu, sama siapa lagi, HAH! Di sini itu hanya ada kita berdua." Axel dibuat tambah kesal."Ya kirain Om lagi bicara sama siapa gitu," sahut Emily dengan wajah yang membuat Axel semakin marah.Axel mendengkus kesal. "Bisa-bisanya aku mempunyai istri seperti dia. Padahal aku minta sama Maxime untuk mencarikan gadis yang penurut!" gumam Axel di dalam hati. Sebenarnya Emily itu gadis yang penurut hanya saja entah kenapa setiap bersama Axel, dia menjadi seperti itu."Cepat siapkan baju untukku. Aku akan segera pergi ke kantor." Terdengar dengan jelas dari nada suara Axel dia suka mengatur dan tidak suka dibantah."Iya," jawab Emily yang langsung meninggalkan berkas-berkasnya dan menyiapkan baju untuk Axel."Ini bajunya, Om."Emily berjalan ke arah Axel yang sedang berdiri menunggunya. Namun, di saat Emily sudah dekat dengan Axel untuk memberikan baju untuk Axel, tanpa sengaja Emily tersandung karpet bulu yang ada di kamar mereka. Hingga membuat tubuh Emily oleng.Emily memejamkan matanya ketika tahu akan jatuh dan akan merasakan dingin dan kerasnya lantai kamarnya.BRUKK!Emily yang jatuh hanya diam ketika tidak merasakan lantai kamarnya. Yang dia rasakan adalah sesuatu yang hangat dan lembut. "Tunggu, aku kok nggak sakit ya? Dan lagi, sejak kapan lantai kamar jadi halus dan hangat seperti kulit bayi?" tanya Emily di dalam hati.Emily membuka matanya dan dapat dia lihat jika di bawahnya saat ini bukanlah lantai kamar tetapi yang ada di bawahnya adalah tubuh Axel.Gluk!Emily menelan salivanya dengan susah ketika merasakan tangannya menyentuh dada bidang milik Axel. Dengan takut-takut Emily menaikkan pandangannya ke wajah Axel. Untuk sesaat pandangan mereka bertemu. Emily yang tadinya begitu takut tiba-tiba rasa takut di dirinya hilang dan berganti dengan rasa kagum pada pahatan wajah yang ada di depan wajahnya."Apa sudah puas memandangi wajahku?" tanya Axel dengan dingin. "Kalau sudah, cepat bangun! Aku sudah telat!"Emily mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah itu, dia dengan segera bangun dari atas tubuh Axel dan memalingkan wajahnya ke arah lain."Mana bajunya?" tanya Axel ketika sudah duduk."Ini." Emily menyerahkan satu setel baju yang dia ambil tadi kepada Axel."CK! Ini sudah kusut!" Axel segera bangun untuk mengambil baju sendiri, tetapi tanpa dia sadari jika tautan handuk yang dia pakai sudah terlepas dan membuat handuk itu merosot."Aaahh!" Emily berteriak sambil menutup wajahnya karena tanpa sengaja melihat hal yang tidak sepantasnya untuk dia lihat."Astaga mataku ternodai," pekik Emily.Axel mendengkus, dia kemudian mengambil handuk dan dengan segera melilitkan handuk itu ke pinggangnya lagi. Setelah itu, dia pergi mengambil baju dan masuk ke dalam kamar mandi.***Axel langsung berangkat ke kantor tanpa sarapan dan berpamitan pada Emily yang saat ini sedang berada di kamar Tuan Del Piero. "Bagaimana, Nona Muda?" tanya Chrisa saat Emily sudah keluar dari dalam kamar Tuan Del Piero."Bagaimana apanya?" tanya Emily sambil menyerahkan nampan berisi piring dan gelas kosong pada salah satu maid yang bersama Chrisa."Bagaimana semalam? Apa rencana tadi malam berhasil dengan lancar?" tanya Chrisa berbisik.Emily mendengkus kesal saat mengingat kejadian semalam. "Lancar apanya! Orang dia malah menghina aku! Dia bilang aku ini cuma anak kecil jadi jangan harap dia akan mudah tergoda sama tubuh aku."Chrisa menghentikan langahnya, dia menarik nona mudanya dan menatap tubuh nona mudanya dengan seksama. "Tuan Muda Axel bilang seperti itu?" tanya Chrisa tidak percaya."Iya!" jawab Emily sambil melanjutkan langkahnya untuk kembali ke kamar, bersiap-siap untuk berangkat kuliah."Kok saya tidak percaya ya, Nona Muda. Masa Tuan Muda bilang seperti itu? Maaf sebelumnya, Nona Muda. Padahal menurut saya tubuh Nona Muda cukup seksi, tidak mungkin jika Tuan Muda Axel tidak tergoda." Chrisa menjeda kalimatnya sebentar. "Apa baju yang Nona Muda pakai semalam kurang seksi? Makanya Tuan Muda tidak tergoda."Emily yang sudah kesal menjadi semakin kesal. "Kurang seksi apanya, coba liat ini!" Emily yang sudah masuk ke dalam kamar langsung mengambil baju yang semalam dia pakai dan memberikan baju itu pada Chrisa.Chrisa menerima baju yang disodorkan oleh Nona Mudanya. "Kok bisa ya? Padahal bajunya sudah seksi banget," ucap Chrisa bingung sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Nah itu dia! Aku rasa Om Axel memang punya kelainan deh. Masa aku udah pakai baju seperti itu dia nggak tergoda. Dia malah bilang kalau aku tidak menggoda. Apa aku harus nggak pakai baju sekalian, biar Om Axel tergoda.""Diibaratkan Om Axel itu kucing, nah kucing dikasih ikan itu seharusnya langsung dimakan. Nah ini malah enggak, 'kan aneh.""Pantas saja ada rumor kalau Om Axel itu penyuka sesama jenis. Atau jangan-jangan Om Axel itu memang penyuka sesama jenis dan punya hubungan spesial sama Kak Maxime ya?"Chrisa hanya geleng-geleng kepala mendengar apa yang dikatakan nona mudanya itu. Dia tidak menyangka jika Nona Mudanya itu ternyata cukup cerewet juga padahal selama satu bulan ini dia menjadi pelayannya, nona mudanya itu tidak terlalu banyak bicara."Ekhem, Nona. Ngomong-ngomong Nona dapet baju ini dari mana?" tanya Chrisa penasaran mengalihkan pembicaraan."Dari Oppa. Kemarin Opa yang ngasih itu. Opa bilang, Om Axel pasti akan suka kalau aku pakai itu. Tapi nyatanya apa? Ternyata Om Axel sama sekali nggak suka."Chrisa berpikir sejenak. "Nona, apa tidak sebaiknya Nona bilang ke Tuan Besar saja kalau Tuan Muda Axel bilang seperti itu pada Nona?" ucap Chrisa memberi usulan.Emily langsung menoleh dan menatap Chrisa. "Kalau aku bilang sama Opa, yang ada nanti Opa malah jadi kepikiran. Aku nggak mau kalau ppa tahu dan jatuh sakit.""Sudah sebaiknya untuk masalah ini biar aku aja yang pikirin. Kamu jangan bilang apa-apa ke Opa!" ucap Emily sambil menatap Chrisa.Chrisa mengembuskan napas pelan. "Ya sudah kalau menurut Nona seperti itu. Terserah Nona Muda saja.""Tapi maafkan saya Nona, jika saya yang akan mengambil tindakan," lanjut Chrisa di dalam hati.Emily berjalan cukup cepat ke ruang tengah bersama Chrisa. Saat ini dia sudah hampir telat untuk pergi ke kampus. Ini semua gara-gara Chrisa yang terus saja bertanya ini itu kepada dirinya tadi. Seharusnya Emily tidak susah bercerita pada Chrisa, tetapi jika bukan pada dia lalu pada siapa Emily bercerita? Karena saat ini Emily tidak memiliki siapa-siapa. "Wah ... wah ... wah ... lihat Nona Muda kita, semakin hari semakin cantik saja."Emily yang sedang berjalan terkejut dengan kehadiran seorang pria cukup tampan, tinggi, dan bersetelan kantor sedang berdiri menghadang langkahnya dan menatap Emily dengan tatapan mesumnya. Dengan refleks Emily langsung mundur beberapa langkah menghindari pria itu. "Maaf, Tuan Muda Alfa. Sebaiknya Anda menyingkir, Nona Muda harus segera pergi ke kampus karena dia sudah telat," ucap Chrisa pada pria itu yang tidak lain adalah Alfa. "Siapa kamu, berani-bedaninya mengatur saya? Ingat! Kamu itu cuma pembantu di sini! Jadi jangan syok!" ucap Alfa sambil me
Axel menatap Maxime dengan tatapan datar. Setelah itu, dia tersenyum miring. "Apa kamu menyukai dia?" Mendengar pertanyaan dari Axel, membuat Maxime terkejut. Dia langsung mengangkat wajahnya dan menatap tuan mudanya itu. "Saya tidak mungkin menyukai Nona Muda, Tuan Muda. Saya melakukan itu karena Nona Muda memang pantas mendapatkannya. Bagaimanapun juga, Nona Muda adalah istri Anda. Jadi, sudah sepantasnya saya melayani istri Anda itu."Axel menatap Maxime dengan seksama, melihat apa asistennya itu mengatakan hal sebenarnya atau sedang berbohong. Namun, setelah dilihat-lihat sepertinya Maxime mengatakan hal sejujurnya."Jadi ... apa para klien dari Singapura sudah datang?" tanya Axel tidak mau membahas hal yang menurut dia tidak penting. "Belum, Tuan Muda. Tapi, tadi mereka memberi kabar jika saat ini mereka sedang dalam perjalanan kemari."Axel mengangguk. "Kalau begitu kamu boleh kembali ke ruanganmu."Maxime hanya diam. "Apa kamu tidak mendengarku, Maxime?" tanya Axel dengan sua
Emily menatap pria yang berdiri di sebelah mejanya. "Aku nggak apa-apa," jawab Emily sambil menundukkan kepalanya kembali. Pria itu tersenyum, dia kemudian langsung duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Angel dan Sherly. "Kamu kenapa sih, Emily? Perasaan, satu bulan ini kamu menghindar dari aku terus?" tanya pria itu sambil terus menatap Emily. Emily hanya diam tidak menghiraukan pria di depannya. Hal itu, membuat pria itu mengepalkan telapak tangannya. Setelah itu, dia menarik buku yang sedang dibaca oleh Emily. "Kamu apa-apaan sih, Raihan?" Emily menatap pria di depannya dengan tatapan kesal. "Kamu yang apa-apaan! Kenapa setiap aku ajak bicara selalu seperti itu? Apa kamu tahu sikap kamu itu membuat hati aku sakit, Mily!"Emily menghela napasnya. "Aku udah bilang, Rai. Tolong jauhi aku, aku ini sudah bersuami, jadi tolong jangan ganggu aku lagi."Raihan menatap Emily dengan tatapan sedih. "Kenapa, Mily? Kenapa kamu malah menikah dengan pria yang bahkan memiliki skandal jika pr
Maxime baru saja akan membuka berkas yang baru saja diberikan oleh manager personalia. Dia ingin mengecek data-data para calon karyawan yang mendaftarkan diri untuk bekerja di sana. Akan tetapi, tidak jadi karena telepon yang ada di sebelah kanannya berbunyi. Dengan segera, Maxime mengambil telepon itu untuk mengangkat telepon yang tidak lain dari Axel. "Saya, Tuan Muda.""Siapkan mobil sekarang!""Un—""Tut ... Tut ... Tut ..."Maxime mendengkus. "Tuan Muda Axel mah kebiasaan," ucap Maxime sambil menaruh telepon ke tempat semula."Tapi ngomong-ngomong mobil untuk apa ya? Bukannya tidak ada jadwal keluar? Atau jangan-jangan ada hal darurat?" ucap Maxime bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tidak ingin membuat Axel menunggu lebih lama, dengan segera Maxime menghubungi salah satu security untuk menyiapkan mobil untuk Axel. Setelah itu, dia baru beranjak dari tempat duduknya untuk menuju ruangan Axel. ***Sementara di ruangan Axel. Saat ini Axel tengah mengepalkan telapak tangannya d
Axel keluar dari dalam mobil, setelah Maxime membukakan pintu mobilnya. Dia menatap ke kampus Emily kuliah. "Sekarang dia ada di mana?" tanya Axel to the point. "Siapa, Tuan Muda?" tanya Maxime tidak paham. Axel menoleh menatap asisten pribadinya itu dengan tatapan tajam. "Siapa lagi kalau bukan gadis kecil itu!" geram Axel. "Ah, Nona Muda?""Menurut dari laporan Chrisa, saat ini Nona Muda Emily sudah keluar dari kelas dan mungkin Nona Muda saat ini sedang berada di kantin, Tuan Muda," jawab Maxime. "Tunjukan jalannya!" perintah Axel. "Baik, Tuan Muda." Maxime langsung berjalan lebih dahulu, menunjukkan jalan pada Axel. Sedangkan Axel, dia berjalan mengikuti Maxime tanpa peduli dengan jeritan para mahasiswi yang mengagumi dirinya. ***Sementara di kantin. Raihan terus menatap Chrisa yang berada di depan Emily. Dia sangat kesal dengan perempuan yang ada di hadapannya itu, kesal karena gara-gara perempuan itu, tangan Emily jadi terlepas. "Menyingkir kamu dari hadapan Emily!" ucap
Emily berjalan dengan tertatih-tatih di belakang Axel. Bagaimana dia tidak tertatih-tatih? Langkah Axel sungguh sangat lebar, berbeda dengan langkahnya. Apalagi Axel memiliki tubuh yang sangat tinggi, jadi itu membuat langkah dia semakin lebar. "Om, aku mau dibawa ke mana sih? Aku masih ada kelas lagi," tanya Emily ketika Axel tidak kunjung melepaskan genggaman pada pergelangan tangan Emily. Hening! Tidak ada jawaban. Axel benar-benar tidak memperdulikan pertanyaan Emily. Hingga membuat Emily mengembuskan napas kesal."Om, aku tanya ini loh! Kenapa nggak dijawab sih!" ucap Emily sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya. Axel masih saja diam dan terus menyeret Emily menuju di mana dia memarkirkan mobilnya tadi. "Om bisa nggak sih jawab pertanyaan aku dulu? Kalau Om nggak mau jawab pertanyaan aku, seenggaknya Om lepasin tangan aku. Aku bisa jalan sendiri. Lagian apa Om nggak sadar, kalau sedari tadi banyak mahasiswa yang ngeliatin kita," ucap Emily sambil menatap ke sisi kanan dan sisi
Emily melebarkan kedua bola matanya ketika mendapat satu kalimat pendek dari Axel tadi. Dia bilang apa? Emily harus membuktikan kalau Emily masih suci? Yang benar saja! Bahkan kemarin malam ketika dia mencoba menggoda Axel, Axel sama sekali tidak tertarik pada tubuhnya. Ini malah disuruh buktiin jika dirinya benar-benar masih suci. Apa iya dia harus bertingkah seperti wanita panggilan? Sungguh menyebalkan sekali laki-laki di hadapannya ini. "Om gila ya!" ucap Emily sambil menatap Axel dengan tatapan tidak percaya. Axel mengepalkan telapak tangannya marah hingga buku-buku jarinya memutih. Baru pertama kali ini, ada orang yang berani mengata-ngatai dirinya, bahkan orang itu adalah gadis kecil. Sungguh gadis di depannya ini sangat berani. Axel dengan segera menatap gadis kecil di hadapannya itu dengan tajam. "Berani kamu!" ucap Axel sambil menarik tengkuk Emily dan mencium bibir mungil itu dengan kasar. "Em mmhh lepm pas hhhh." Emily memberontak, ingin melepas bibirnya dari bibi
Axel terus menatap wajah Emily yang hanya berjarak satu jengkal dari wajahnya. Dia kemudian menarik satu sudut bibirnya membentuk seringaian. Entah kenapa, hati Axel sungguh bahagia melihat gadis kecil di bawahnya ini. Padahal baru tadi malam, Axel menolak mentah-mentah gadis di bawah kunkungannya itu. Namun, saat ini dia seakan tidak rela jika harus melepaskan gadis kecil ini. Melihat wajah Emily saja, sudah membuat Axel ingin merasakan kembali bibir mungil milik gadis kecil itu. Sebenarnya apa yang dimiliki gadis ini? Kenapa dia bisa menginginkan dia terus? Tidak dapat menahan keinginannya, Axel segera memiringkan dan mendekatkan wajahnya pada wajah Emily. Sementara Emily yang melihat Axel mendekatkan wajahnya kembali langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia tidak ingin kembali dicium, bibirnya masih terasa kebas akibat ciuman Axel tadi. Akan tetapi, dengan segera Axel mengambil kedua tangan Emily dan menaruhnya tepat di atas kepala Emily. "Sudah aku katakan! Kamu