Beberapa jam yang lalu ketika di ruang kerja Tuan Del Piero.
"Bantu Opa agar Axel segera menyentuh kamu dan memberikan Opa penerus."Emily melebarkan kedua matanya. "I-itu tidak mungkin Opa," ucap Emily sambil menundukkan wajahnya."Tidak mungkin kenapa? Opa yakin kamu bisa, Emily. Opa mohon sama kamu tolong penuhi permintaan Opa. Dan Opa mohon tolong buat Axel jatuh cinta sama kamu juga."Emily menatap Tuan Del Piero sejenak. Setelah itu, dia menundukkan kepalanya. "Aku tidak yakin apa aku bisa melakukan itu, Opa. Bahkan sepertinya Om Axel tidak menyukai aku."Tuan Del Piero tersenyum tipis mendengar panggilan Emily ke cucunya. Namun, tidak lama wajahnya kembali biasa. Dia mengenggam tangan Emily dengan erat. "Opa yakin kamu bisa, Sayang. Sekeras-kerasnya batu, pasti bisa hancur juga dengan tetesan air yang terus menerus jatuh di atas batu itu."Emily mengembuskan napasnya dengan berat ketika mengingat permintaan Tuan Del Piero. Apalagi saat ini di tangannya ada sebuah kertas, kertas yang berisi sebuah perjanjian yang diberikan oleh Axel tadi.Tok ... Tok ... Tok ...Emily yang sedang menatap surat perjanjian di tangannya beralih menatap pintu kamar yang diketuk seseorang dari luar. "Masuk," ucap Emily mempersilakan orang di luar kamarnya untuk masuk.Ceklek ...Pintu kamar terbuka dan terlihat Chrisa di sana. Chrisa menatap Emily yang sedang duduk sambil menatap dirinya. Setelah itu, Chrisa berjalan mendekat. "Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya Chrisa."Duduklah!" Perintah Emily.Chrisa diam menatap sofa di mana Emily duduk. "Tapi Nona, tidak pantas untuk saya duduk di sebelah Anda," ucap Chrisa.Emily mendengkus kesal. "Sudah berapa kali aku bilang sama Kakak, tolong jangan bersikap formal ketika kita hanya berdua, Kak Chrisa!"Chrisa menunduk. "Maafkan saya Nona Muda, saya hanya takut jika ada maid atau orang lain yang melihat. Jika ada yang melihat dan melaporkan saya pada Tuan Besar atau Tuan Muda, saya yakin saya akan langsung dipecat."Emily mengembuskan napasnya dengan kasar. Selama satu bulan tinggal di mansion Tuan Del Piero, memang para maid dan penjaga di sana yang memperlakukan Emily dengan baik. Akan tetapi, Emily hanya dekat dengan satu orang yaitu Chrisa. Emily merasa nyaman jika bersama Chrisa dan dia sudah menganggap Chrisa sebagai kakak dia sendiri."Ini 'kan kamarku, Kak. Jadi tidak akan ada orang yang melihat, sekarang aku minta Kakak duduk di sampingku," ucap Emily sambil menepuk sofa di sisinya."Baik, Nona," jawab Chrisa yang kemudian segera berjalan ke sebelah Emily dan duduk di sana.Setelah Chrisa duduk, suasana menjadi hening. Baik Emily maupun Chrisa tidak ada yang berbicara. Sampai akhirnya Chrisa menatap Emily yang terlihat sedang melamun. Setelah itu, tatapannya terhenti pada sebuah kertas yang ada di tangan Emily. Karena merasa penasaran akhirnya Chrisa memutuskan untuk bertanya lebih dulu."Nona, sebenarnya ada apa? Kenapa saya dipanggil ke sini?"Emily mengembuskan napasnya dan sedikit meremas kertas yang ada di tangannya. Dia menundukkan kepalanya, bingung harus mulai berbicara dari mana."Apa Tuan Muda Axel menyakiti Anda?" tanya Chrisa hati-hati.Emily menggeleng. "Tidak, Om Axel tidak menyakiti aku. Aku hanya sedang bingung, Kak.""Bingung kenapa, Nona?"Emily kembali mengembuskan napas kasar. "Opa meminta aku untuk membuat Om Axel jatuh cinta padaku. Tapi aku merasa tidak bisa melakukan itu.""Memangnya kenapa Nona merasa tidak bisa melakukan hal itu?""Bagaimana aku tidak berpikiran seperti itu. Bahkan tadi saat Om Axel ada di dalam kamar, dia menatapku dengan tatapan jijik dan malah memberiku surat perjanjian ini," ucap Emily sambil menunduk menatap surat di tangannya.Chrisa diam dan menatap gadis yang selama satu bulan ini menjadi nonanya. Jujur saja, Chrisa merasa kasihan pada Emily. Karena Chrisa tahu alasan sebenarnya Tuan Muda Axel menikahi Emily. Akan tetapi, dia tidak mungkin mengatakan hal itu pada Emily karena Chrisa juga berperan penting dalam pernikahan yang Emily jalani saat ini."Memangnya itu surat perjanjian apa, Nona?" tanya Chrisa. Emily hanya diam dan menyerahkan surat yang dia pegang pada Chrisa.Chrisa menatap surat di tangannya dan membaca isi surat itu. Dia sangat terkejut ketika membaca isi dari surat di tangannya. Akan tetapi, dengan cepat Chrisa merubah ekspresi wajahnya menjadi biasa kembali."Bukankah surat ini malah menguntungkan Anda, Nona? Dengan begini Anda bisa memenuhi permintaan Tuan Besar.""Bagaimana aku bisa memenuhi permintaan Opa, Kak Chrisa? Bahkan Om Axel saja membuat perjanjian jika aku sudah memberikan dia anak, maka pernikahan ini akan selesai.""Justru itu, Nona. Saya yakin, dengan berjalannya waktu Tuan Muda Axel pasti akan mencintai Nona," ucap Chrisa menyemangati Emily. Ya, walaupun sebenarnya dia juga tidak yakin jika Tuan Mudanya akan mencintai Emily karena kabar yang selama ini beredar."Jadi menurut Kakak, aku harus menerima ini?" tanya Emily dengan menatap Chrisa.Chrisa mengangguk. "Tapi ... bagaimana caraku supaya Om Axel mau menyentuhku?"Chrisa diam, tetapi beberapa detik kemudian dia menjentikkan jarinya. Dia mendekatkan wajahnya ke telinga Emily, lalu setelahnya membisikkan sesuatu."Apa Kakak yakin dengan cara itu?" Emily terlihat ragu dengan usulan Chrisa."Saya yakin, Nona. Apa Nona memiliki apa yang tadi saya katakan tadi? Jika Nona tidak memilikinya, saya akan segera mencarikannya," ucap Chrisa yang segera beranjak dari duduknya."Tidak usah, Kak. Aku memiliki apa yang Kakak katakan tadi," ucap Emily malu-malu.Chrisa tersenyum. "Kalau begitu, Nona segera lakukan rencana tadi. Saya yakin tidak lama lagi Tuan Muda Axel akan kembali."Emily mengembuskan napasnya dengan perlahan. "Aku tidak yakin.""Anda harus yakin, Nona. Atau mau saya bantu?" ucap Chrisa menawarkan diri."Ti-tidak usah, aku bisa sendiri," tolak Emily dengan cepat."Ya sudah kalau begitu, saya akan segera keluar. Dan saya akan segera memberitahu Nona jika Tuan Muda Axel kembali."Emily menganggukkan kepalanya. Setelah itu, Chrisa pergi dari kamar Emily dan Tuan Mudanya itu.***Emily menatap pantulan dirinya di depan cermin besar di hadapannya. Dia merasa tidak nyaman, tetapi dia harus melakukan ini. Mungkin benar yang dikatakan Chrisa kalau cara ini akan berhasil.Tidak lama ponsel yang ada di tangannya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Emily membuka dan membaca pesan yang ternyata dari Chrisa. Setelah itu, Emily menghirup napasnya dalam-dalam."Kamu pasti bisa Emily!" ucap Emily menyemangati dirinya sendiri. Setelah itu, dia keluar dari ruang ganti dan duduk di atas tempat tidur.Ceklek ...Pintu kamar terbuka. Emily dengan segera berdiri. Dia menatap seseorang yang masuk ke dalam kamar dengan wajah terkejut.Gluk ...Emily menelan salivanya dengan susah ketika mendapati penampilan Axel yang berantakan. Dari cara berjalan Axel, sepertinya pria yang sudah menjadi suaminya itu terlihat sedang mabuk.Emily dengan perlahan mendekat ke arah Axel yang sudah duduk di sofa dengan menyandarkan punggung dan kepalanya di sandaran sofa. Sebenarnya Emily takut dengan keadaan Axel yang seperti itu. Akan tetapi, dia harus memberanikan diri."Om," panggil Emily ketika sudah berada di depan Axel.Axel membuka matanya dan menatap wajah Emily. "Ada apa?" tanya Axel dingin. Namun, walau terdengar dingin entah kenapa suara Axel terdengar sangat seksi."Saya menyetujui perjanjian yang Om buat. Sa-saya akan memberi Om anak," ucap Emily sambil menatap Axel.Axel menyeringai. Dia berdiri dan berjalan mendekat ke arah Emily. Setelah itu, dia ...Axel menyeringai. Dia berdiri dan berjalan mendekat ke arah Emily. Setelah itu, dia menatap Emily yang ada di hadapannya dan mendekatkan wajahnya pada wajah Emily. Dengan reflek Emily menutup matanya, dia juga menahan napasnya ketika wajah Axel semakin dekat dan hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Dapat Emily rasakan deru napas Axel menerpa kulit wajahnya. Gluk ... Emily menelan salivanya dengan susah. Seringaian kembali muncul di bibir Axel ketika melihat Emily menutup matanya. Dia mengelus lengan bagian atas Emily hingga bawah dengan jari telunjuknya. "Aku tahu, kamu pasti akan menyetujui perjanjian itu. Karena perjanjian itu sangat menguntungkan untuk kamu," ucap Axel dengan suara sensual. "Tapi maaf, aku tidak bernapsu dengan kamu," ucap Axel yang kemudian langsung menjauhkan dirinya dari Emily. Mendengar kalimat Axel membuat Emily langsung membuka matanya lebar-lebar. Dia menatap Axel yang berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan tatapan kesal. "Hih, nyebelin ban
Ceklek ... Axel yang sedang bingung kenapa dirinya bisa baru bangun tidur langsung mengalihkan pandangannya ke arah suara pintu kamar mandi yang terbuka. Dia bisa melihat Emily yang keluar dari dalam kamar mandi dengan pakaian yang sudah rapi. Axel penasaran ke mana Emily akan pergi tetapi dia tidak menanyakannya pada Emily dan memilih untuk diam dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. BLAM! Emily menoleh ke arah pintu kamar mandi yang sudah tertutup. Namun, dia langsung mengedikkan bahunya tidak peduli dan memilih melanjutkan menyisir rambutnya dan segera bersiap-siap karena sebentar lagi waktunya Tuan Del Piero sarapan. Axel yang sudah selesai keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk di pinggangnya. Dia menatap Emily yang sudah siap dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah itu, dia berjalan ke arah tempat tidur, dia menggeram kesal ketika tidak melihat baju di atas tempat tidur. "Di mana bajuku?" tanya Axel dengan nada kesal. Emily yang sedang merapikan berkas-berkasnya
Emily berjalan cukup cepat ke ruang tengah bersama Chrisa. Saat ini dia sudah hampir telat untuk pergi ke kampus. Ini semua gara-gara Chrisa yang terus saja bertanya ini itu kepada dirinya tadi. Seharusnya Emily tidak susah bercerita pada Chrisa, tetapi jika bukan pada dia lalu pada siapa Emily bercerita? Karena saat ini Emily tidak memiliki siapa-siapa. "Wah ... wah ... wah ... lihat Nona Muda kita, semakin hari semakin cantik saja."Emily yang sedang berjalan terkejut dengan kehadiran seorang pria cukup tampan, tinggi, dan bersetelan kantor sedang berdiri menghadang langkahnya dan menatap Emily dengan tatapan mesumnya. Dengan refleks Emily langsung mundur beberapa langkah menghindari pria itu. "Maaf, Tuan Muda Alfa. Sebaiknya Anda menyingkir, Nona Muda harus segera pergi ke kampus karena dia sudah telat," ucap Chrisa pada pria itu yang tidak lain adalah Alfa. "Siapa kamu, berani-bedaninya mengatur saya? Ingat! Kamu itu cuma pembantu di sini! Jadi jangan syok!" ucap Alfa sambil me
Axel menatap Maxime dengan tatapan datar. Setelah itu, dia tersenyum miring. "Apa kamu menyukai dia?" Mendengar pertanyaan dari Axel, membuat Maxime terkejut. Dia langsung mengangkat wajahnya dan menatap tuan mudanya itu. "Saya tidak mungkin menyukai Nona Muda, Tuan Muda. Saya melakukan itu karena Nona Muda memang pantas mendapatkannya. Bagaimanapun juga, Nona Muda adalah istri Anda. Jadi, sudah sepantasnya saya melayani istri Anda itu."Axel menatap Maxime dengan seksama, melihat apa asistennya itu mengatakan hal sebenarnya atau sedang berbohong. Namun, setelah dilihat-lihat sepertinya Maxime mengatakan hal sejujurnya."Jadi ... apa para klien dari Singapura sudah datang?" tanya Axel tidak mau membahas hal yang menurut dia tidak penting. "Belum, Tuan Muda. Tapi, tadi mereka memberi kabar jika saat ini mereka sedang dalam perjalanan kemari."Axel mengangguk. "Kalau begitu kamu boleh kembali ke ruanganmu."Maxime hanya diam. "Apa kamu tidak mendengarku, Maxime?" tanya Axel dengan sua
Emily menatap pria yang berdiri di sebelah mejanya. "Aku nggak apa-apa," jawab Emily sambil menundukkan kepalanya kembali. Pria itu tersenyum, dia kemudian langsung duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Angel dan Sherly. "Kamu kenapa sih, Emily? Perasaan, satu bulan ini kamu menghindar dari aku terus?" tanya pria itu sambil terus menatap Emily. Emily hanya diam tidak menghiraukan pria di depannya. Hal itu, membuat pria itu mengepalkan telapak tangannya. Setelah itu, dia menarik buku yang sedang dibaca oleh Emily. "Kamu apa-apaan sih, Raihan?" Emily menatap pria di depannya dengan tatapan kesal. "Kamu yang apa-apaan! Kenapa setiap aku ajak bicara selalu seperti itu? Apa kamu tahu sikap kamu itu membuat hati aku sakit, Mily!"Emily menghela napasnya. "Aku udah bilang, Rai. Tolong jauhi aku, aku ini sudah bersuami, jadi tolong jangan ganggu aku lagi."Raihan menatap Emily dengan tatapan sedih. "Kenapa, Mily? Kenapa kamu malah menikah dengan pria yang bahkan memiliki skandal jika pr
Maxime baru saja akan membuka berkas yang baru saja diberikan oleh manager personalia. Dia ingin mengecek data-data para calon karyawan yang mendaftarkan diri untuk bekerja di sana. Akan tetapi, tidak jadi karena telepon yang ada di sebelah kanannya berbunyi. Dengan segera, Maxime mengambil telepon itu untuk mengangkat telepon yang tidak lain dari Axel. "Saya, Tuan Muda.""Siapkan mobil sekarang!""Un—""Tut ... Tut ... Tut ..."Maxime mendengkus. "Tuan Muda Axel mah kebiasaan," ucap Maxime sambil menaruh telepon ke tempat semula."Tapi ngomong-ngomong mobil untuk apa ya? Bukannya tidak ada jadwal keluar? Atau jangan-jangan ada hal darurat?" ucap Maxime bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tidak ingin membuat Axel menunggu lebih lama, dengan segera Maxime menghubungi salah satu security untuk menyiapkan mobil untuk Axel. Setelah itu, dia baru beranjak dari tempat duduknya untuk menuju ruangan Axel. ***Sementara di ruangan Axel. Saat ini Axel tengah mengepalkan telapak tangannya d
Axel keluar dari dalam mobil, setelah Maxime membukakan pintu mobilnya. Dia menatap ke kampus Emily kuliah. "Sekarang dia ada di mana?" tanya Axel to the point. "Siapa, Tuan Muda?" tanya Maxime tidak paham. Axel menoleh menatap asisten pribadinya itu dengan tatapan tajam. "Siapa lagi kalau bukan gadis kecil itu!" geram Axel. "Ah, Nona Muda?""Menurut dari laporan Chrisa, saat ini Nona Muda Emily sudah keluar dari kelas dan mungkin Nona Muda saat ini sedang berada di kantin, Tuan Muda," jawab Maxime. "Tunjukan jalannya!" perintah Axel. "Baik, Tuan Muda." Maxime langsung berjalan lebih dahulu, menunjukkan jalan pada Axel. Sedangkan Axel, dia berjalan mengikuti Maxime tanpa peduli dengan jeritan para mahasiswi yang mengagumi dirinya. ***Sementara di kantin. Raihan terus menatap Chrisa yang berada di depan Emily. Dia sangat kesal dengan perempuan yang ada di hadapannya itu, kesal karena gara-gara perempuan itu, tangan Emily jadi terlepas. "Menyingkir kamu dari hadapan Emily!" ucap
Emily berjalan dengan tertatih-tatih di belakang Axel. Bagaimana dia tidak tertatih-tatih? Langkah Axel sungguh sangat lebar, berbeda dengan langkahnya. Apalagi Axel memiliki tubuh yang sangat tinggi, jadi itu membuat langkah dia semakin lebar. "Om, aku mau dibawa ke mana sih? Aku masih ada kelas lagi," tanya Emily ketika Axel tidak kunjung melepaskan genggaman pada pergelangan tangan Emily. Hening! Tidak ada jawaban. Axel benar-benar tidak memperdulikan pertanyaan Emily. Hingga membuat Emily mengembuskan napas kesal."Om, aku tanya ini loh! Kenapa nggak dijawab sih!" ucap Emily sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya. Axel masih saja diam dan terus menyeret Emily menuju di mana dia memarkirkan mobilnya tadi. "Om bisa nggak sih jawab pertanyaan aku dulu? Kalau Om nggak mau jawab pertanyaan aku, seenggaknya Om lepasin tangan aku. Aku bisa jalan sendiri. Lagian apa Om nggak sadar, kalau sedari tadi banyak mahasiswa yang ngeliatin kita," ucap Emily sambil menatap ke sisi kanan dan sisi