Emily berjalan cukup cepat ke ruang tengah bersama Chrisa. Saat ini dia sudah hampir telat untuk pergi ke kampus. Ini semua gara-gara Chrisa yang terus saja bertanya ini itu kepada dirinya tadi. Seharusnya Emily tidak susah bercerita pada Chrisa, tetapi jika bukan pada dia lalu pada siapa Emily bercerita? Karena saat ini Emily tidak memiliki siapa-siapa.
"Wah ... wah ... wah ... lihat Nona Muda kita, semakin hari semakin cantik saja."Emily yang sedang berjalan terkejut dengan kehadiran seorang pria cukup tampan, tinggi, dan bersetelan kantor sedang berdiri menghadang langkahnya dan menatap Emily dengan tatapan mesumnya. Dengan refleks Emily langsung mundur beberapa langkah menghindari pria itu."Maaf, Tuan Muda Alfa. Sebaiknya Anda menyingkir, Nona Muda harus segera pergi ke kampus karena dia sudah telat," ucap Chrisa pada pria itu yang tidak lain adalah Alfa."Siapa kamu, berani-bedaninya mengatur saya? Ingat! Kamu itu cuma pembantu di sini! Jadi jangan syok!" ucap Alfa sambil menunjuk wajah Chrisa dengan jari telunjuknya.Chrisa menatap Alfa. "Saya memang pembantu di sini! Tapi saya di sini sudah dipercaya oleh Tuan Besar untuk menjaga Nona Muda.""Cih! Gitu aja belagu," cibir Alfa.Setelah itu, Alfa beralih ke Emily yang saat ini berharak lima langkah darinya. Sudut bibir Alfa tertarik ke belakang ketika menatap ketakutan di wajah Emily. Ya, bagaimana Emily tidak takut sebelum dia menikah dengan Axel, dia mendapat pelecehan dari Marcel dan hal itu berhasil membuat Emily takut, jika ada seorang pria yang menatap dia dengan tatapan mesum kepadanya.Sementara Alfa sendiri ada rasa puas di hatinya ketika melihat Emily yang ketakutan. Dan hal itu, membuat Alfa semakin suka untuk menggoda Emily, apalagi jika dia sampai mendapatkan tubuh Emily pasti itu akan semakin menyenangkan.Alfa berjalan mendekat ke arah Emily. "Baiklah Cantik, bagaimana malammu bersama Axel? Apa dia memuaskanmu?" tanya Alfa dengan seringaian di bibinya.Emily hanya diam dan hal itu membuat Alfa semakin melebarkan senyumannya. "Pasti Axel sama sekali tidak menyentuhmu bukan?""Dengar Emily, Axel itu memiliki kelainan. Daripada kamu menjadi istri Axel lebih baik kamu menjadi teman ranjangku saja. Akan aku pastikan kamu merasa puas menjadi teman ranjangku.""Jaga bicara Anda, Tuan Muda Alfa! Saya bisa saja melaporkan Anda pada Tuan Besar, jika Anda keterlaluan," ucap Chrisa memperingati Alfa.Alfa menatap Chrisa tajam. "Sebaiknya kamu jangan ikut campur. Saya sedang bicara dengan Emily bukan dengan kamu!" ucap Alfa. Setelah itu, dia mengalihkan pandangannya pada Emily. Dia menatap Emily dengan seringaian di bibirnya.Emily terlihat ketakutan ketika melihat seringaian Alfa. Alfa saat ini seperti seekor singa yang sedang menatap mangsanya. Bahkan, saking takutnya tangan Emily mulai bergetar saat Alfa mulai mengangkat tangannya, berniat menyentuh tubuh Emily.Chrisa yang melihat nona mudanya ketakutan hendak menghentikan Alfa. Namun, tindakan Chrisa terhenti ketika terdengar suara berat yang berhasil menghentikan pergerakan tangan Alfa."Hentikan, Tuan Muda Alfa. Apa Anda sudah tidak menyayangi hidup Anda? Hingga mengganggu bahkan hendak menyentuh istri dari Tuan Muda Axel?"Tiga pasang mata menoleh saat mendengar suara berat itu. Emily dapat bernapas lega ketika dapat melihat sosok laki-laki yang satu bulan lalu menjemput Emily dari rumah tantenya dan membawa dia ke mansion ini."Selamat pagi, Nona Muda Emily," sapa laki-laki itu dengan senyum di bibirnya.Emily membalas senyum laki-laki yang saat ini sudah berada di hadapannya. "Selamat pagi, Kak Maxime.""Apa Nona mau berangkat ke kampus?" tanya Maxime."Iya, Kak.""Kalau begitu, mari saya antar Nona ke kampus," tutur Maxime.Emily menatap Maxime yang saat ini sedang memegang sebuah berkas di tangannya. "Tidak susah, Kak. Aku bisa pergi sama Kak Chrisa kok.""Lagi pula, Kak Maxime pasti kembali karena disuruh Om Axel untuk ambil berkas 'kan? Lebih baik Kakak anterin berkas itu saja ke Om Axel, takutnya nanti dia marah," ucap Emily menebak apa yang dilakukan Maxime dan tebakannya memang benar adanya.Tadi setelah sampai di kantor, Axel menanyakan berkas yang akan digunakan untuk meeting dengan klien dari Singapura tetapi Maxime malah membawa berkas yang salah karena itu dia harus kembali ke mansion untuk mengambil berkas yang benar."Tuan Muda Axel bisa menunggu, Nona. Mari, saya antar," tutur Maxime sambil mempersilakan Emily untuk jalan terlebih dulu meninggalkan Alfa yang sedang mengepalkan telapak tangannya karena kesal.***Suasana hati Axel sedang tidak baik-baik saja. Mau baik bagaimana? Dia menyuruh Maxime untuk mengambil berkas di rumah, tetapi sampai sekarang dia tidak kunjung kembali. Padahal pertemuan dengan klien dari Singapura tinggal tiga puluh menit lagi."Sedang apa dia, kenapa dia lama sekali!" geram Axel sambil mengepalkan tangannya.Ceklek ....Pintu ruangan Axel terbuka dan menampilkan Maxime yang masuk dengan berkas di tangannya. "Dari mana saja kamu?" tanya Axel dengan suara tegasnya."Maaf Tuan Muda, saya habis mengantar Nona Muda ke kampus.""Siapa yang menyuruh kamu mengantar dia?"Maxime langsung menundukkan kepalanya pada Axel. "Maaf, Tuan Muda. Tidak ada yang menyuruh saya. Saya melakukan itu semua atas dasar keinginan saya saja, Tuan Muda," jawab Maxime.Axel menatap Maxime dengan tatapan datar. Setelah itu, dia tersenyum miring. "Apa kamu menyukai dia?"Axel menatap Maxime dengan tatapan datar. Setelah itu, dia tersenyum miring. "Apa kamu menyukai dia?" Mendengar pertanyaan dari Axel, membuat Maxime terkejut. Dia langsung mengangkat wajahnya dan menatap tuan mudanya itu. "Saya tidak mungkin menyukai Nona Muda, Tuan Muda. Saya melakukan itu karena Nona Muda memang pantas mendapatkannya. Bagaimanapun juga, Nona Muda adalah istri Anda. Jadi, sudah sepantasnya saya melayani istri Anda itu."Axel menatap Maxime dengan seksama, melihat apa asistennya itu mengatakan hal sebenarnya atau sedang berbohong. Namun, setelah dilihat-lihat sepertinya Maxime mengatakan hal sejujurnya."Jadi ... apa para klien dari Singapura sudah datang?" tanya Axel tidak mau membahas hal yang menurut dia tidak penting. "Belum, Tuan Muda. Tapi, tadi mereka memberi kabar jika saat ini mereka sedang dalam perjalanan kemari."Axel mengangguk. "Kalau begitu kamu boleh kembali ke ruanganmu."Maxime hanya diam. "Apa kamu tidak mendengarku, Maxime?" tanya Axel dengan sua
Emily menatap pria yang berdiri di sebelah mejanya. "Aku nggak apa-apa," jawab Emily sambil menundukkan kepalanya kembali. Pria itu tersenyum, dia kemudian langsung duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Angel dan Sherly. "Kamu kenapa sih, Emily? Perasaan, satu bulan ini kamu menghindar dari aku terus?" tanya pria itu sambil terus menatap Emily. Emily hanya diam tidak menghiraukan pria di depannya. Hal itu, membuat pria itu mengepalkan telapak tangannya. Setelah itu, dia menarik buku yang sedang dibaca oleh Emily. "Kamu apa-apaan sih, Raihan?" Emily menatap pria di depannya dengan tatapan kesal. "Kamu yang apa-apaan! Kenapa setiap aku ajak bicara selalu seperti itu? Apa kamu tahu sikap kamu itu membuat hati aku sakit, Mily!"Emily menghela napasnya. "Aku udah bilang, Rai. Tolong jauhi aku, aku ini sudah bersuami, jadi tolong jangan ganggu aku lagi."Raihan menatap Emily dengan tatapan sedih. "Kenapa, Mily? Kenapa kamu malah menikah dengan pria yang bahkan memiliki skandal jika pr
Maxime baru saja akan membuka berkas yang baru saja diberikan oleh manager personalia. Dia ingin mengecek data-data para calon karyawan yang mendaftarkan diri untuk bekerja di sana. Akan tetapi, tidak jadi karena telepon yang ada di sebelah kanannya berbunyi. Dengan segera, Maxime mengambil telepon itu untuk mengangkat telepon yang tidak lain dari Axel. "Saya, Tuan Muda.""Siapkan mobil sekarang!""Un—""Tut ... Tut ... Tut ..."Maxime mendengkus. "Tuan Muda Axel mah kebiasaan," ucap Maxime sambil menaruh telepon ke tempat semula."Tapi ngomong-ngomong mobil untuk apa ya? Bukannya tidak ada jadwal keluar? Atau jangan-jangan ada hal darurat?" ucap Maxime bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tidak ingin membuat Axel menunggu lebih lama, dengan segera Maxime menghubungi salah satu security untuk menyiapkan mobil untuk Axel. Setelah itu, dia baru beranjak dari tempat duduknya untuk menuju ruangan Axel. ***Sementara di ruangan Axel. Saat ini Axel tengah mengepalkan telapak tangannya d
Axel keluar dari dalam mobil, setelah Maxime membukakan pintu mobilnya. Dia menatap ke kampus Emily kuliah. "Sekarang dia ada di mana?" tanya Axel to the point. "Siapa, Tuan Muda?" tanya Maxime tidak paham. Axel menoleh menatap asisten pribadinya itu dengan tatapan tajam. "Siapa lagi kalau bukan gadis kecil itu!" geram Axel. "Ah, Nona Muda?""Menurut dari laporan Chrisa, saat ini Nona Muda Emily sudah keluar dari kelas dan mungkin Nona Muda saat ini sedang berada di kantin, Tuan Muda," jawab Maxime. "Tunjukan jalannya!" perintah Axel. "Baik, Tuan Muda." Maxime langsung berjalan lebih dahulu, menunjukkan jalan pada Axel. Sedangkan Axel, dia berjalan mengikuti Maxime tanpa peduli dengan jeritan para mahasiswi yang mengagumi dirinya. ***Sementara di kantin. Raihan terus menatap Chrisa yang berada di depan Emily. Dia sangat kesal dengan perempuan yang ada di hadapannya itu, kesal karena gara-gara perempuan itu, tangan Emily jadi terlepas. "Menyingkir kamu dari hadapan Emily!" ucap
Emily berjalan dengan tertatih-tatih di belakang Axel. Bagaimana dia tidak tertatih-tatih? Langkah Axel sungguh sangat lebar, berbeda dengan langkahnya. Apalagi Axel memiliki tubuh yang sangat tinggi, jadi itu membuat langkah dia semakin lebar. "Om, aku mau dibawa ke mana sih? Aku masih ada kelas lagi," tanya Emily ketika Axel tidak kunjung melepaskan genggaman pada pergelangan tangan Emily. Hening! Tidak ada jawaban. Axel benar-benar tidak memperdulikan pertanyaan Emily. Hingga membuat Emily mengembuskan napas kesal."Om, aku tanya ini loh! Kenapa nggak dijawab sih!" ucap Emily sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya. Axel masih saja diam dan terus menyeret Emily menuju di mana dia memarkirkan mobilnya tadi. "Om bisa nggak sih jawab pertanyaan aku dulu? Kalau Om nggak mau jawab pertanyaan aku, seenggaknya Om lepasin tangan aku. Aku bisa jalan sendiri. Lagian apa Om nggak sadar, kalau sedari tadi banyak mahasiswa yang ngeliatin kita," ucap Emily sambil menatap ke sisi kanan dan sisi
Emily melebarkan kedua bola matanya ketika mendapat satu kalimat pendek dari Axel tadi. Dia bilang apa? Emily harus membuktikan kalau Emily masih suci? Yang benar saja! Bahkan kemarin malam ketika dia mencoba menggoda Axel, Axel sama sekali tidak tertarik pada tubuhnya. Ini malah disuruh buktiin jika dirinya benar-benar masih suci. Apa iya dia harus bertingkah seperti wanita panggilan? Sungguh menyebalkan sekali laki-laki di hadapannya ini. "Om gila ya!" ucap Emily sambil menatap Axel dengan tatapan tidak percaya. Axel mengepalkan telapak tangannya marah hingga buku-buku jarinya memutih. Baru pertama kali ini, ada orang yang berani mengata-ngatai dirinya, bahkan orang itu adalah gadis kecil. Sungguh gadis di depannya ini sangat berani. Axel dengan segera menatap gadis kecil di hadapannya itu dengan tajam. "Berani kamu!" ucap Axel sambil menarik tengkuk Emily dan mencium bibir mungil itu dengan kasar. "Em mmhh lepm pas hhhh." Emily memberontak, ingin melepas bibirnya dari bibi
Axel terus menatap wajah Emily yang hanya berjarak satu jengkal dari wajahnya. Dia kemudian menarik satu sudut bibirnya membentuk seringaian. Entah kenapa, hati Axel sungguh bahagia melihat gadis kecil di bawahnya ini. Padahal baru tadi malam, Axel menolak mentah-mentah gadis di bawah kunkungannya itu. Namun, saat ini dia seakan tidak rela jika harus melepaskan gadis kecil ini. Melihat wajah Emily saja, sudah membuat Axel ingin merasakan kembali bibir mungil milik gadis kecil itu. Sebenarnya apa yang dimiliki gadis ini? Kenapa dia bisa menginginkan dia terus? Tidak dapat menahan keinginannya, Axel segera memiringkan dan mendekatkan wajahnya pada wajah Emily. Sementara Emily yang melihat Axel mendekatkan wajahnya kembali langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia tidak ingin kembali dicium, bibirnya masih terasa kebas akibat ciuman Axel tadi. Akan tetapi, dengan segera Axel mengambil kedua tangan Emily dan menaruhnya tepat di atas kepala Emily. "Sudah aku katakan! Kamu
"Eeenngghh ...." Emily meringis ketika merasakan seluruh tubuhnya seakan remuk redam. Emily mengerjapkan kedua bola matanya ketika merasa terganggu dengan sinar lampu yang menyinari kedua matanya. Dengan perlahan dia membuka kelopak mata indah miliknya. Setelah beberapa jam yang lalu Axel kembali masuk ke dalam kamar dan melanjutkan aktifitas dia kembali. Emily yang sudah tidak punya tenaga untuk melawan tidak punya pilihan lain, selain menuruti apa yang diinginkan oleh Axel. Hingga akhirnya Emily tertidur tidak lama setelah Axel menyelesaikan permainannya. "Nona sudah bangun?" Terdengar suara seorang wanita bertanya tidak jauh dari tempat dia tidur. Tunggu! Sejak kapan ada wanita lain di kamar yang Emily tempati. Kamar yang telah menjadi saksi bisu, di mana Axel dan Emily untuk pertama kalinya melakukan hubungan suami istri. Emily yang sudah membuka kedua matanya sontak menoleh ke sumber suara dan langsung bangun dari tidurnya, melupakan rasa sakit pada sekujur tubuhnya. Namun,