Share

4. Gagal malam pertama

Laura tidak tahu harus bereaksi seperti apa, dia senang, sangat senang malah, saat Noa memuji masakannya. Waktu itu Laura merasa dia sudah satu langkah lebih dekat menjadi istri yang baik, meski yang dia lakukan hanya memasak.

Namun, yang membuat Laura bimbang adalah, dia harus memasak setiap hari untuk Noa. Dia sudah meminta pelayan untuk tidak memasak lagi, meski itu saat sarapan.

Bukannya Laura tidak mau, tapi dia cemas, banyak hal yang dia takutkan. Bagaimana jika dia tidak bisa bangun pagi untuk memasak? Bagaimana jika masakannya tidak sesuai selera Noa lagi? Bagaimana jika Laura terlambat memasak lalu Noa marah?

Laura sangat cemas.

Selain itu, yang membuat Laura semakin cemas adalah, Noa mengatakan dia akan menyentuh Laura malam ini. Itulah kenapa Laura saat ini sudah bersiap-siap, dia memakai gaun tidur yang cantik. Dia bahkan mandi lagi agar bau bawang dan asap tidak menempel di tubuhnya.

Laura berdebar-debar, ada rasa cemas, ada rasa takut, ada pula rasa tidak sabar, yang pasti, dadanya kini berdebar-debar aneh, perutnya terasa aneh juga, seperti ada kupu-kupu yang beterbangan menggelitiknya.

Laura terperanjat saat pintu kamarnya terbuka, Noa masuk ke kamarnya, masih mengenakan topeng putihnya, topeng yang bagian mulutnya terbuka.

“Kamu sudah siap?” tanya Noa dengan suara beratnya, membuat Laura refleks menganggukkan kepalanya.

Noa terlihat menyeringai, Laura merinding melihatnya, debaran jantungnya kian bertambah kencang. Namun, itu seperti debaran yang menyenangkan, yang membuat Laura penasaran dan tidak sabaran.

Noa berjalan mendekati Laura, hingga sampai di depan Laura, dia meraih dagu Laura, memaksa istrinya itu untuk menatap pada wajahnya yang bertopeng putih.

“Kamu cantik, aku suka, sangat suka, sayang sekali kamu memiliki suami sepertiku” gumam Noa.

Laura menggeleng kecil, “aku senang memiliki suami seperti anda, jadi anda tidak perlu berbicara seperti itu” ucap Laura.

“Kau suka aku atau hartaku?”

Laura terkejut mendengar pertanyaan menyakitkan tersebut, senyumnya pun luntur, digantikan dengan tatapan terluka.

“Aku tidak bermaksud menyakitimu, aku serius penasaran, aku tidak akan marah sama sekali jika kau lebih jujur. Justru jika kau berbohong dan menyembunyikan sesuatu, aku akan marah padamu” ucap Noa.

Laura kembali mendongak menatap Noa, “Jadi saya boleh jujur?”

Noa mengangguk, “iya, katakan saja apa yang ingin kau katakan, aku akan mendengarkan mu.”

Laura menolehkan wajahnya ke arah lain, “sebenarnya, saya menyukai anda, bukan harta anda, tapi tidak bisa dipungkiri, saya bahagia karena mendapat fasilitas dari anda juga, yang membuat saya menyukai anda adalah, eum – ini agak memalukan tapi ... anda baik pada saya. Mungkin saya yang mudah jatuh hati, tapi itu sungguhan, anda baik sekali, tidak menyakiti saya, saya bahkan merasa beruntung karena dari sekian banyak wanita, anda memilih saya. Memang benar saya penasaran dengan rupa anda, namun saya yakin tidak akan kecewa seperti apa pun penampilan anda.”

“Kamu yakin? Saya buruk rupa, sangat jelek” ucap Noa, terdengar begitu serius, namun Laura tersenyum menanggapinya.

“Tidak masalah, pernikahan adalah saat dimana pasangan harus menerima kekurangan maupun kelebihan masing-masing, jadi bagaimanapun anda, meski saya tidak menyukainya, saya harus bisa dan ikhlas menerimanya.”

Jujur saja, Noa terharu mendengar ucapan Laura, itu seperti air hangat yang melelehkan es batu.

Begitu hangat, manis, begitu menyentuh dan membuat lega.

“Kamu siap untuk berhubungan layaknya suami istri, Laura?” tanya Noa, Laura tersenyum tipis dan mengangguk yakin.

Noa kembali meraih wajah Laura, kemudian memiringkan kepalanya sedikit, lalu menyatukan kedua belah bibir mereka.

Dengan cepat Laura sudah terlena dengan lumatan demi lumatan yang Noa lakukan pada bibirnya, saat Noa menyesap bibirnya, memasukkan lidah pada mulutnya. Kecapan demi kecapan, semua itu membuat Laura dimabuk kepayang.

Hingga tanpa Laura sadari, dia sudah berada di bawah kuasa Noa, suaminya itu mengungkungnya diantara tubuhnya yang besar dan berotot.

Saat Laura sadar, ciuman Noa sudah turun menuju lehernya, lalu dadanya.

Noa memperlakukan Laura dengan hati-hati dan penuh perasaan, membuat Laura mengerti artinya dicintai, disayangi.

Pakaian Laura dilepaskan dengan sangat lembut dan hati-hati, hingga tidak ada sehelai benang pun tersisa.

Diusapnya kulit Laura yang halus dan lembut, kemudian dikecupnya tiap inchi tubuhnya.

Noa benar-benar mengagumi dan menghargai tubuh istrinya, Laura sangat indah.

Kulitnya halus dan lembut, kenyal juga, sangat mulus tanpa cela. Mungkin karena memang selama menjadi istrinya Laura dirawat oleh pelayan dan salon terkenal. Meski begitu, sebelum jatuh miskin juga Laura sudah sangat cantik,  hanya saja Laura tidak ada pikiran untuk mengurus dirinya. Jangankan mengurus diri, untuk makan saja sulit.

Noa mulai menjauh, lalu melepas pakaiannya sendiri.

Laura tidak bisa melepaskan matanya dari tubuh Noa yang terpahat sempurna, ototnya, posturnya, semuanya indah.

Laura jadi tidak mengerti, dengan tubuh seindah itu, meski wajahnya jelek, bagaimana bisa ada yang menolaknya? Apalagi Noa memiliki banyak harta.

Tapi tidak masalah, karena dengan para perempuan tidak menyukai Noa, jadi Laura bisa menjadi istri Noa.

Jika tidak ada Noa, mungkin Laura sudah hidup menderita. Laura tidak munafik, dia tidak suka hidup miskin.

Dari kecil dia menjadi putri, lalu tiba-tiba jatuh miskin, tentu saja dia shock dan tidak siap. Karena itu, dia sangat bersyukur menikah dengan Noa.

Noa kembali mendekat untuk mencium dada Laura, meremasnya pelan, menggelitik puncak dada Laura dengan lidahnya, membuat Laura mendesah merasakan geli.

Baru kali itu tubuhnya dijamah seorang pria, Laura menyukainya, mungkin karena itu adalah Noa, suaminya. Atau, mungkin karena dia memang sudah jatuh dalam pesona Noa. Entahlah, yang pasti Laura sangat menikmati sentuhan Noa, menginginkannya lebih dan lebih.

Laura merasa dirinya sudah tidak waras, dia sangat menginginkan Noa, ingin disentuh olehnya lebih.

Akan tetapi, kesenangan itu mulai sirna saat Laura merasakan sakitnya melakukan untuk pertama kalinya.

Jeritan Laura menggema di seluruh ruangan, padahal Noa belum masuk sama sekali, hanya sedikit, dan Laura sudah menjerit seperti itu. Bagaimana mungkin Noa bisa meneruskannya?

Dia pun memilih berhenti, "maafkan aku."

Noa mengecup kening Laura, kemudian mengenakan pakaiannya kembali dan pergi dari kamar istrinya, setelah menyelimuti dengan selimut tebal.

Laura terisak dan menangis.

Dia merasa bodoh, harusnya dia tahan rasa sakit itu, namun dia sangat kesakitan.

Sekarang dia merasa bersalah pada suaminya, karena  Laura tidak tahan sakit.

Malam itu Laura tertidur setelah menangis.

Sedangkan Noa sedang berjuang menidurkan miliknya yang telah tegak sempurna.

Dia juga merasa bersalah karena memaksa Laura saat itu.

Setelah selesai dia kembali lagi, melihat Laura yang sudah terlelap. Dia mendekat lalu mengecup kening Laura, setelah itu dia ikut tidur disana, sambil memeluk Laura.

“Maaf aku telah membuatmu menangis, istriku.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status