Share

Bab 7

Author: Catatan Riska
last update Huling Na-update: 2025-06-25 17:34:55

Keesokan harinya. Alicia mengenakan gaun beludru berwarna maroon, bagian punggungnya terbuka dan lehernya dihiasi kalung mutiara lembut pemberian Monica—nenek River—yang secara khusus mengundangnya untuk makan malam keluarga di mansion keluarga Louis yang megah itu.

River berdiri di hadapannya dengan tatapan datarnya. “Masih ingat, apa yang harus kau lakukan di hadapan keluarga besarku, Alicia?” tanyanya dengan nada dinginnya.

Alicia menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Ya. Berakting seolah kita adalah pasangan yang serasi, suami-istri yang tampak bahagia, pasangan baru yang akan menjadi inspirasi bagi keluargamu yang belum menikah.”

“Good!” River hanya berucap seperti itu kemudian meminta Alicia untuk menyilangkan tangannya pada lengannya.

“Pantas saja Nenek memilihmu. Rupanya kau memang cepat tanggap saat diberi perintah. Oh! Aku lupa. Kau bahkan berani menggodaku atas perintah Nenek padahal kau sama sekali tidak mengerti cara menjadi penggoda yang handal.”

Alicia menyunggingkan bibirnya lalu mendengkus pelan. “Mulutmu masih saja tajam. Masih saja mengungkit hal itu!” gerutunya kemudian.

“Aku tidak akan pernah melupakannya!” ucapnya dengan suara dinginnya.

Alicia hanya diam enggan menjawab lagi karena baginya sangat percuma. Dia sudah kalah sejak memutuskan untuk menyerah saat River menyerangnya balik.

Mereka berjalan menyusuri lorong mansion tersebut. Monica langsung menyambut mereka dengan hangat.

“Lihatlah mereka. Pasangan ini … benar-benar serasi.” Ucapan itu diiringi tepuk tangan kecil dari tante-tante tua yang duduk tak jauh dari kursi utama.

Thomas, paman River yang berkumis tebal dan bermata tajam, hanya mendengus kecil. Namun senyum sinis di wajahnya muncul saat Monica berkata, “Akhirnya … kupikir River sudah mulai membuka hatinya lagi. Aku lega melihat cucuku sudah melupakan masa lalunya.”

Alicia hanya tersenyum garing mendengar ucapan Monica tadi. Namun, Alicia sudah tidak peduli. Datang ke sana dan disambut baik bahkan dipuji saja sudah membuat Alicia bisa bernapas lega. Itu artinya, aktingnya berhasil.

Hampir semua memuji kecantikan Alicia dan juga mengatakan bahwa dia memang pantas bersanding dengan River. Tugasnya malam ini memang itu—membuat River menjadi kebanggaan kelurga Louis.

Seketika, udara berubah saat Steven baru saja tiba—namun, pria itu datang seorang diri tanpa pendamping—Deasy. Pria yang merebut kekasih lama River, membuat River jatuh di titik terendah hidupnya, hingga membangun dinding setebal benteng besi—tak mau lagi mengenal cinta.

Alicia bisa merasakan tangan River menegang di pahanya. Namun River tak berkata apa pun. Alicia yang masih belum tahu apa pun hanya diam memandang wajah River yang sangat tegang dan menatap tajam ke arah Steven.

Obrolan makan malam terus berlanjut, hingga suara satu pria membuat Alicia membelalakkan mata.

“Licia?”

Alicia menoleh—dan nyaris tersedak wine-nya. “Yonas?!” serunya kaget seraya menatap pria jangkung berjas krem yang baru datang dan langsung disambut hangat oleh Monica.

Yonas tersenyum lebar dan menghampiri Alicia. “Ya Tuhan, kau di sini juga? Jadi benar kau istrinya River? Dunia memang sangat sempit! Bisa-bisanya kau menikah dengan sepupuku.”

“Sepupu?” Mata Alicia langsung membulat mendengarnya. “Kau benar. Dunia sangat sempit, Yonas. Bagaimana kabarmu?” tanyanya dengan nada ramah.

Mereka segera larut dalam tawa dan perbincangan. Yonas adalah teman kuliah Alicia—pria pintar, lucu, dan selalu membuat suasana jadi lebih ringan. Senyum Alicia kembali muncul untuk pertama kalinya malam itu, dan tawanya mengalir bebas saat Yonas mulai membahas kenangan lama.

Tapi River ....

River hanya diam. Sorot matanya semakin gelap setiap detik berlalu. Ketika Yonas tertawa dan menyentuh lengan Alicia tanpa sengaja—halus tapi cukup untuk membuat River memicingkan mata—itu menjadi detik terakhir kesabarannya.

“Maaf,” ujar River tiba-tiba, dengan suara datarnya. “Aku pinjam istriku sebentar.”

Sebelum Yonas bisa menjawab, River menarik pergelangan tangan Alicia. Semua mata tertuju. Alicia mencoba menahan, tapi River lebih cepat—dan sebelum siapa pun bisa menebak—

River mencium bibirnya.

Dalam.

Lama.

Penuh hasrat.

Dan agresif.

Tawa yang semula terdengar di ruangan itu mendadak membeku. Bahkan Monica terbatuk kecil. Alicia terkejut—matanya membelalak, tangannya mencengkeram lengan River, tapi tidak mendorongnya. Begitu River melepas bibirnya, ia menatap lurus ke mata Yonas.

“Maaf, aku tidak bisa menahan diri sampai-sampai harus mencium istriku di hadapan kalian,” ujar River datar tanpa peduli dengan reaksi semua orang yang ada di sana.

Yonas tertawa pendek. “I know. Kau memang tidak bisa menahan diri dengan wanita mana pun. Apalagi dengan istrimu sendiri. Tentu tidak ada ruang privasi yang akan kau sembunyikan.”

River tak menggubris. Ia kemudian menarik Alicia keluar dari ruangan, berpamitan pada semua orang dengan alasan sudah malam, Alicia tidak bisa bergadang dan harus segera pulang sebelum pukul dua belas malam. Apakah dia berpikir Alicia adalah putri tidur? Yang akan pingsan jika jarum menunjuk angka dua belas berdentang?

“River, hei! Apa yang kau—”

“Diam.”

Begitu sampai di halaman depan, ia membuka pintu mobil dan menyuruh Alicia masuk.

Di dalam mobil, Alicia duduk dengan jantung berdegup.

“Apa begitu caramu tertawa hanya untuk basa-basi?” ucap River dengan nada dinginnya.

Alicia menatapnya dengan bingung. “Kau cemburu?” tanyanya kemudian. “Cemburu pada sepupumu sendiri? Yang benar saja, River.”

River membuang napas kasar. “Aku tidak cemburu. Jaga mulutmu, Alicia!”

Alicia mendengus pelan. “Tapi kau menciumku. Di depan semua orang. Termasuk Steven dan pamanmu. Kau pikir itu tidak berarti apa-apa? Bahkan mereka menatap sinis pada kita setelah kau melepaskan ciuman itu.”

River tak menjawab, hanya memperlihatkan rahangnya yang mengeras dengan cengkeraman tangannya pada kemudi mobil.

“Kau memang pria aneh, River. Kadang dingin. Kadang membakar. Tapi satu hal yang kutahu ... kau tidak suka aku dekat dengan pria lain.”

River menoleh perlahan. Sorot matanya liar seolah tengah menelanjangi Alicia yang duduk di sampingnya itu.

“Aku akan menunjukkan padamu betapa bencinya aku melihatmu tersenyum untuk pria lain.”

Alicia mengerutkan keningnya seraya menahan napas. Ada sesuatu yang lebih berbahaya dari amarah di mata River malam ini: obsesi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 32

    Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi.Udara pagi di Pegunungan Rocky terasa menusuk tulang, tapi kabin mewah mereka tetap hangat.Dari jendela besar yang menghadap pegunungan bersalju, sinar matahari menyelinap pelan dan menyapa wajah Alicia yang masih tertidur di dada telanjang River.Lelaki itu sudah terjaga lebih dulu, matanya menatap istrinya dengan intensitas yang tenang namun dalam.Rambut Alicia berantakan dengan cara yang membuatnya terlihat semakin memesona.Di balik selimut bulu angsa itu, tubuh mereka masih telanjang, saling menyatu sejak semalam, tak terpisahkan oleh apapun.River mencium pelipis Alicia dengan lembut. “Pagi, Mrs. Louis,” bisiknya dengan suara serak penuh sisa gairah.Alicia menggumam kecil, lalu mengangkat wajahnya. Bibirnya memerah dan basah, mata cokelatnya masih setengah mengantuk. “Mmm ... pagi. Apa tadi malam nyata? Tubuhku … benar-benar seperti baru saja ditimpa oleh batu

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 31

    Perjalanan menuju tempat bulan madu mereka dimulai tepat setelah makan malam.Langit Kanada semakin gelap, namun lampu-lampu kota memancarkan kehangatan di balik udara yang mulai menggigit.Alicia duduk di dalam mobil hitam elegan yang membawa mereka menuju lokasi yang belum diberitahu oleh River.Ia sesekali melirik ke arah suaminya yang duduk diam di samping, tampak sibuk dengan ponselnya. Namun di sela-sela kesibukannya, River masih sempat menggenggam tangan Alicia.“Berapa lama lagi kita sampai?” tanya Alicia penasaran.River menoleh dan tersenyum samar. “Sedikit lagi. Bersabarlah.”Alicia hanya bisa mengangguk. Dalam hatinya, ia setengah gugup, setengah bersemangat.Ada bagian dalam dirinya yang ingin percaya ini akan menjadi malam yang berbeda dari malam-malam sebelumnya.Malam di mana River mungkin akan lebih terbuka. Malam di mana jarak mereka perlahan mencair.Sekitar tiga puluh menit kem

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 30

    Pagi itu, udara Kanada masih menyisakan kesejukan. Salju tipis yang mencair di sepanjang jalan terlihat berkilau tertimpa cahaya matahari.Alicia bangun lebih awal dari biasanya. Ia berdiri di depan cermin, mengenakan gaun krem elegan tanpa lengan yang jatuh rapi hingga mata kaki.Rambutnya digulung rapi ke atas, menyisakan beberapa helai lembut yang menggantung di sisi pipinya. Ia terlihat menawan—dan kali ini, ia benar-benar menyadarinya.River hanya menatapnya sebentar dari balik koran yang dibacanya sambil duduk di sofa.Senyum tipis menghiasi wajahnya. “Kau semakin mirip istri CEO sekarang,” komentarnya.Alicia menoleh dengan alis terangkat. “Jangan-jangan kau baru sadar aku memang istrimu?”River terkekeh pelan. “Oh, aku sadar. Hanya saja baru sekarang kau terlihat seperti akan menggantikan posisi CEO.”“Berlebihan.”“Sedikit.”Mereka berangkat menuju kantor cabang baru River yang berada di jantung kota, tepat di gedung pencakar langit yang menghadap Danau Ontario.Hari ini adal

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 29

    Langit Kanada menjuntai cerah dengan bias matahari yang lembut memantul di atas hamparan salju yang mulai mencair.Perjalanan dari London ke Toronto berlangsung cukup tenang, dan kali ini Alicia tampak lebih tenang daripada sebelumnya.Ia mencoba menghibur dirinya sendiri. Senyum tipis sering menghiasi wajahnya meski hatinya belum sepenuhnya pulih dari pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab.River yang duduk di sampingnya sesekali melirik ke arah Alicia. Ia menyadari bahwa istrinya tengah berusaha keras untuk menyesuaikan diri.Dan meskipun hatinya ingin berkata banyak, ia tetap memilih diam. Mungkin karena kebiasaan. Mungkin karena takut jika penjelasan justru membuka luka baru.Setibanya di Kanada, mereka disambut oleh udara sejuk dan langit biru jernih.River yang biasanya kaku, untuk pertama kalinya mengajak Alicia berjalan santai di pusat kota, berkeliling di kawasan tua Quebec dengan bangunan-bangunan Eropa yang megah dan jalanan berb

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 28

    Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Langit London berwarna kelabu, nyaris tanpa cahaya matahari.Embun masih menempel di kaca jendela suite hotel saat Alicia terbangun lebih dulu. Ia menoleh ke sisi tempat tidur, mendapati River sudah tidak ada di sana. Hanya sisa kehangatan di ranjang yang menandakan sang suami baru saja pergi.Ia duduk perlahan, menarik selimut hingga ke dada, memandangi ruang kosong yang sunyi.Tidak ada secangkir teh di meja nakas, tidak ada jejak kebersamaan yang tersisa dari semalam. Hanya hening. Dingin. Dan jarak yang rasanya makin membesar, tak terlihat, tapi menyakitkan.Sesaat kemudian, pintu kamar terbuka. River masuk dengan tablet di tangan, masih mengenakan kemeja putih yang belum sepenuhnya dikancing. Wajahnya serius, seperti sedang memikirkan banyak hal.“Kau sudah bangun?” tanyanya singkat bahkan tanpa senyum di bibirnya.Alicia mengangguk pelan. “Kau baru saja keluar?” tanyanya kemudian.“Ya. Meme

  • Istri Kecil Sang Pewaris   Bab 27

    Langit London menyambut dengan nuansa abu-abu yang elegan. Gerimis tipis jatuh di atas jendela saat mobil mewah berhenti di depan sebuah hotel bintang lima yang berdiri megah di tengah kota.Gedung itu menjulang anggun dengan lampu-lampu hangat di setiap sudutnya, dan petugas hotel segera membuka pintu dengan senyum profesional.Alicia turun lebih dulu, mengenakan coat krem panjang dan sepatu hak yang dipilihkan langsung oleh stylist pribadi River.Wajahnya tampak tenang, meski jantungnya berdegup kencang. Ini pertama kalinya ia datang ke luar negeri sebagai istri CEO—bukan hanya sebagai tamu, bukan sebagai staf, tetapi sebagai representasi pribadi dari seorang River Louis.River turun menyusul, mengenakan jas abu-abu gelap yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Sikapnya tetap tenang dan penuh wibawa. Di belakang mereka, beberapa bodyguard segera menyebar, mengawasi sekitar.Begitu mereka masuk ke lobi, sebuah tim yang terdiri dari beberapa orang pria dan wanita berpakaian formal sud

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status