“Saya?” tunjuk orang itu pada dirinya sendiri. “Saya yang menyewa kamar ini, saya juga yang sudah membayar kamu. Sekarang saatnya kita menikmati malam panjang yang penuh gairah,” ucapnya sambil merentangkan kedua tangannya.
“Nggak, ini nggak mungkin. Mona nggak mungkin melakukan ini sama aku, Anda pasti berbohong.” Alya menggelengkan kepala seraya memundurkan langkahnya.“Kenapa tidak mungkin? Buktinya, dia mengirimkan kamu ke sini,” ujar pria itu lagi.“Mona …,” ucap Alya dengan kedua tangan yang terkepal erat. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa sahabat yang selama ini sudah ia anggap seperti saudara, ternyata tega mengkhianatinya dengan cara seperti ini.Tidak cukup dengan paman dan bibinya yang berusaha menjualnya pada seorang mucikari beberapa waktu yang lalu, malam ini pun mereka kembali melakukan hal yang sama dengan menjodohkan dia dengan pria tua yang lebih pantas menjadi ayahnya.Sekarang ditambah lagi sahabat karibnya sendiri yang juga ingin menjerumuskan dirinya seperti yang dilakukan oleh sang paman.“Sudahlah, tidak usah sok jual mahal. Saya sudah mengeluarkan uang dalam jumlah yang sangat besar untuk bisa bersamamu malam ini,” ujar pria itu sambil berjalan mendekat ke arah Alya.“STOP! Jangan mendekat!” Alya berusaha membuka pintu kamar itu. Namun, karena ia terlalu gugup sehingga kartu akses yang ada di tangannya pun terlepas dan terjatuh.“Mau ke mana, hm? Mau coba-coba kabur, Cantik? Coba saja kalau kamu bisa!” tantang pria itu sambil menyeringai menatap Alya.“Berhenti di sana! Tolong jangan mendekat!” pekik Alya dengan suara bergetar, menahan rasa takut.“Ah, banyak bacot. Dasar jalang! Mau sok jual mahal lagi!” maki pria itu sambil menjambak rambut Alya dengan kasar. “Saya sudah membayar kamu dengan harga yang sangat fantastis, 200 juta itu bukan uang yang sedikit. Apa seperti ini pelayanan yang kamu berikan, hah?!” bentaknya.“Akh, sakit. Tolong lepaskan,” pinta Alya sambil meringis menahan rasa sakit dan perih di kulit kepalanya.Pria itu sama sekali tak peduli, dia malah menyeret Alya ke arah kasur, lalu mendorongnya dengan sangat kuat.“Buka pakaianmu!” perintahnya dengan sorot mata tajam.“Nggak.” Alya menggeleng cepat sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, ia sangat berharap ada seseorang yang datang menolongnya saat ini. Namun, hal itu sangat mustahil karena ia tidak mengenal satu pun orang-orang yang ada di hotel tersebut.Yang bisa Alya lakukan saat ini hanyalah berdoa dan memohon kepada Tuhan, karena hanya keajaiban Tuhan yang bisa menyelamatkan dirinya dari cengkraman si pria hidung belang.“Cepat buka! Atau, kamu mau saya yang membukanya?” tanya pria itu sambil mengulurkan tangannya ke arah wajah Alya.“Tidak akan! Jangan berani-berani Anda melakukan hal menjijikkan seperti itu sama saya!” sahut Alya dengan tegas.Meskipun ia merasa takut dengan keadaannya saat ini, tetapi Alya tidak akan menyerahkan dirinya begitu saja pada laki-laki bejat yang sedang bersamanya saat ini.“Oh, begitu? Baiklah kalau kamu memaksa,” ucap pria itu sambil melepas kemejanya, lalu naik ke atas ranjang. Namun, suara ketukan pintu dari luar kamar seketika menghentikan aktivitasnya.Alya yang tak ingin melewatkan kesempatan baik itu pun langsung mendorong tubuh pria hidung belang yang ingin melecehkan dirinya, kemudian bergegas turun dari ranjang dan berlari ke arah pintu kamar. Ia yakin jika ini adalah keajaiban dari Tuhan.“Tolong! Siapa pun yang ada di luar, tolong saya. Tolong keluarkan saya dari sini,” pinta Alya sambil menggedor pintu kamar tersebut. Karena kartu akses yang tadi dimilikinya sudah diambil oleh si pria hidung belang.“Akh, sial! Siapa lagi yang datang? Ganggu aja,” gumam pria itu sambil membenarkan kancing kemejanya.Dengan perasaan kesal pria itu berjalan menuju pintu, lalu menarik tubuh Alya, meminta gadis itu untuk bersembunyi terlebih dahulu. Namun, sayangnya Alya tidak tertarik untuk menuruti keinginannya.“Tolong! Tolong saya!” Alya kembali berteriak dengan sangat keras. Sehingga membuat sang pria hidung belang semakin geram dan langsung membekap mulutnya.“Beraninya kau!” erang pria itu sambil mencengkram kuat rahang Alya.“Saya akan terus berteriak sampai ada orang yang membantu saya keluar dari sini, saya bukan wanita panggilan seperti yang Anda pikirkan! Saya juga tidak menerima uang Anda sepeserpun,” ujar Alya dengan suara tercekat, air matanya pun sudah tak bisa dibendung.“Hahaha.” Pria itu malah tertawa mendengar apa yang dikatakan Alya. “Lalu, untuk apa kamu datang ke kamar ini?” tanyanya sembari mendekatkan wajahnya ke wajah Alya.“Saya dijebak! Saya datang ke sini karena ingin bertemu dengan sahabat saya,” jawab Alya sambil memalingkan wajahnya.“Bodo amat! Saya tidak peduli, mau kamu dijebak atau apapun itu. Yang jelas, kamu harus memuaskan saya malam ini.” Pria itu kembali mendorong tubuh Alya ke atas kasur, lalu menindihnya. Namun, lagi-lagi aksinya harus terhenti saat mendengar suara keras yang berasal dari arah pintu kamar.BRAK!Suara pintu kamar dibuka oleh seseorang dengan cara ditendang dengan sangat kuat, sehingga membuat si pria hidung belang terperanjat kaget dan melompat dari atas ranjang.“Brengsek!” maki pria itu, ia benar-benar merasa malu atas apa yang terjadi padanya malam ini.Sebagai seorang pria yang sudah beristri dan memiliki dua orang anak, tentu saja pria itu ingin bermain cantik, tidak ingin ada yang sampai mengetahui apa yang dilakukannya di luar rumah. Namun, sepertinya kali ini nasib baik sedang tidak berpihak padanya.“Ada apa ini? Saya baru saja mendapat laporan bahwa kamar ini ditempati oleh dua orang yang bukan pasangan suami istri, apa itu benar?” tanya seseorang yang berpakaian serba hitam dan menggunakan penutup wajah.“Itu tidak benar,” jawab pria hidung belang dengan cepat.“Itu benar,” pungkas Alya.“Tidak, itu tidak benar. Jangan percaya dia, saya ini suaminya. Iya, ‘kan, Sayang.” Pria hidung belang berusaha merangkul pundak Alya, tetapi dengan cepat ditepis oleh sang empunya.“Najis! Saya tidak sudi memiliki suami tua bangka seperti Anda!” pungkas Alya. “Mas, tolong saya. Laki-laki ini mau melecehkan saya, kami bukan pasangan suami istri. Saya bahkan tidak kenal siapa dia,” ujarnya sembari melirik ke arah si pria hidung belang.“Pak, saya tidak akan memperpanjang masalah ini asalkan Bapak segera pergi dan tinggalkan wanita ini. Saya adalah manajer hotel ini,” ujar pria yang menyebut dirinya sebagai manajer hotel.“Tidak bisa! Saya sudah membayar sewa kamar ini, jadi saya berhak membawa siapa saja ke sini. Saya juga sudah mengeluarkan uang banyak untuk wanita jalang ini,” ujar pria hidung belang seraya menatap Alya dengan tatapan merendahkan.“Tarik kembali kata-kata Anda, Tua Bangka! Karena saya bukan jalang!” sergah Alya dengan kedua tangan yang terkepal erat.“Berapa harga yang harus saya bayar untuk wanita ini?” tanya sang manajer hotel. Pertanyaannya itu pun seketika mengejutkan Alya dan juga si pria hidung belang.“Apa maksud Anda bicara seperti itu?” tanya Alya dengan mata berkaca-kaca. Karena ia merasa saat ini harga dirinya sedang diperdagangkan oleh dua orang pria asing.“Saya sudah membayarnya seharga 200 juta,” jawab pria hidung belang.“Oke, baiklah. Saya akan memberikan Anda 500 juta. Setelah itu wanita ini akan menjadi milik saya,” kata sang manajer sembari menyerahkan selembar kertas pada pria hidung belang.Seketika itu pula mata si pria hidung belang langsung terbelalak. Namun, bukan karena nominal uang yang diberikan oleh sang manajer hotel, tetapi ia kaget melihat tanda tangan seseorang yang tertera pada kertas tersebut.“Yu …Yu …,” ucap si pria hidung belang dengan terbata-bata, bahkan untuk menyebut nama Yudha saja lidahnya terasa kelu.“Nona, ikut saya!” Sang manajer hotel langsung membawa Alya keluar dari kamar itu.“Lepaskan saya!” sentak Alya sambil menarik tangannya yang ditarik oleh sang manajer hotel. “Siapa Anda sebenarnya?”“Tidak penting siapa saya, Nona. Yang terpenting saat ini Nona harus segera pergi dari tempat ini,” ujar sang manajer seraya meraih kembali pergelangan tangan Alya, kemudian membawanya keluar dari hotel itu.“Lepaskan saya!” Alya terus memberontak dan berusaha untuk melepaskan diri dari orang asing yang sedang menyeretnya saat ini, tetapi tenaganya kalah jauh dari pria itu.Sang manajer hotel membawa Alya menuju parkiran, lalu memaksanya untuk masuk ke mobil. Namun, Alya langsung menolak karena ia tidak ingin terperangkap untuk yang ke sekian kalinya.“Nona tenang saja, saya bukan orang jahat. Silakan!” pinta sang manajer hotel sambil menghalau tangannya ke depan.Awalnya Alya ragu, tetapi setelah melihat ketulusan dari pria asing itu ia pun menurut dan masuk ke mobil. Akan tetapi, Alya tidak menyangka jika di dalam mobil itu ada orang lain yang duduk di samping kursi kemudi.“Kalian ingin menjebakku?” Alya yang kaget pun langsung bergegas keluar dari mobil dan berlari ke seberang jalan.BRAK!“Aaa ….”Alya berteriak saat dia tak sengaja menabrak sebuah mobil di depannya, untung saja kendaraan roda empat itu sedang berhenti. Pemilik mobil itu pun tidak mengetahui apa yang terjadi, karena dia sedang berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon.Melihat Alya nyaris kecelakaan, sang manajer pun tak tinggal diam, segera berlari menyusul gadis itu. “Nona, Anda tidak apa-apa?” tanyanya. Pemuda itu terlihat sangat khawatir dengan keadaan Alya. “Saya baik-baik saja,” sahut Alya sambil mengatur tarikan napasnya. “Nona, saya bisa jelasin semuanya, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Orang yang ada di dalam mobil itu adalah atasan saya, beliau adalah orang baik. Percaya sama saya,” ujar sang manajer dengan lembut. Alya bergeming di tempatnya, ia tidak ingin percaya begitu saja. Karena sudah beberapa kali dia dikhianati oleh orang-orang terdekatnya. Akan tetapi, mengingat waktu yang semakin larut dan dia tidak tahu harus pergi ke mana, maka dengan terpaksa Alya menuruti keinginan
“Pak Bos, Nona Alya. Saya permisi ke kamar mandi dulu, ya. Soalnya saya belum cuci muka,” ujar Reno, ia juga sudah tidak tahan ingin segera buang air kecil. “Loh, Mas Reno tahu nama saya dari mana? Perasaan, saya belum sempat memperkenalkan diri dari semalam.” Alya cukup kaget saat mendengar Reno menyebut namanya. “Oh, iya. Soal itu, saya memang sudah tahu. Sudah ya, saya sudah nggak tahan ini.” Reno berbicara sambil mengernyit karena menahan rasa ingin buang air kecil. Alya masih penasaran dengan siapa sebenarnya orang-orang yang sudah menolongnya, apalagi melihat pria di hadapannya yang terus saja menggunakan penutup wajahnya. “Oh, ya. Siapa nama kamu?” tanya Yudha. Alya tersenyum kecut mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Yudha. “Saya tidak yakin kalau Anda belum mengetahui nama saya,” jawabnya. “Mas Reno selaku bawahan Anda saja sudah tahu siapa nama saya, rasanya sangat tidak mungkin jika Anda belum mengetahuinya.” Yudha mencebik bibirnya di dalam masker, ia lupa bahwa a
“Kamu mau ke mana?” tanya Yudha. “Saya mau pergi, karena di sini bukan tempat saya. Terima kasih sudah mengizinkan saya menginap di sini semalam,” ucap Alya, gadis itu berbicara tanpa melihat ke arah lawan bicaranya. “Kamu yakin mau pergi dari sini? Kamu mau pergi ke mana? Apa kamu masih punya tempat untuk pulang? Oh, iya, Pak Pandu dan istrinya pasti sudah menunggu kedatanganmu. Silahkan kalau kamu mau kembali ke rumah itu lagi. Kita lihat saja nanti,” kata Yudha. Alya terdiam sejenak di tempatnya, tetapi ucapan Yudha tetap saja tidak merubah keputusannya untuk segera pergi dari tempat itu. Alya tidak mau menikah dengan pria asing yang baru saja dia kenal. Bahkan, ia tidak tahu seperti apa rupa pria itu karena wajahnya selalu ditutupi. “Anda tenang saja, saya sudah terbiasa menerima perlakuan buruk mereka.” Tanpa menunggu lama, Alya segera melanjutkan langkahnya menuju pintu, lalu keluar dari apartemen mewah itu. “Reno, sudah tahu ‘kan, apa yang harus kamu lakukan?” tanya Yudha
“Iya. Ayo, kita menikah!” Alya kembali mengulang ucapannya dengan posisi yang masih berlutut di hadapan pria asing yang baru dikenalnya. “Kamu bicara apa? Saya tidak salah dengar? Apa yang membuat kamu merubah keputusan begitu cepat? Beberapa waktu yang lalu kamu sendiri yang bilang kalau kamu tidak mau menikah dengan saya,” ujar Yudha seraya melipat kedua tangannya di dada. “Kamu juga bilang kalau saya lebih pantas menjadi ayahmu,” lanjutnya.Alya terdiam dengan kedua mata yang masih terpejam. Seakan menjilat ludah sendiri, ia merasa sangat malu mendengar apa yang dikatakan oleh Yudha. Namun, sekarang bukan saatnya memikirkan gengsi dan harga diri. Karena ada hal yang jauh lebih penting yang harus ia pikirkan.“Saya minta maaf soal ucapan saya yang tadi, tapi sekarang saya benar-benar serius. Saya butuh bantuan Anda,” ucap Alya seraya mendongak menatap pria bertubuh jangkung di hadapannya. Salah satu sudut bibir Yudha terangkat ke atas, pria itu mengulas senyum tipis mendengar uca
“Halo! Saya Alya,” ucap Alya sambil membungkukkan badannya, ia langsung memperkenalkan diri pada seorang wanita yang datang menghampirinya. Yudha tersentuh melihat sikap sopan yang ditunjukkan oleh perempuan yang sebentar lagi akan menjadi istrinya, ia juga semakin kagum pada sosok gadis berusia 19 tahun itu. Wanita yang baru datang itu pun mengerutkan keningnya sembari memperhatikan penampilan Alya dari ujung kaki hingga kepala. “Kamu siapanya Yudha? Kok, kalian bisa bersama seperti ini? Dari mana kamu kenal dia?” tanyanya penuh selidik. “Itu ....” Belum sempat Alya menyelesaikan kalimatnya, Yudha sudah lebih dulu bersuara. “Kak Jen, cukup! Ini bukan urusan Kakak,” ujar Yudha yang langsung menyela ucapan wanita yang menginterogasi Alya. “Yudha, ini nggak salah? Kamu jalan sama perempuan? Mana anak kecil lagi,” kata wanita itu seraya menatap Alya dengan sinis. Kedua bola mata Alya langsung membulat sempurna ketika mendengar seseorang menyebut dirinya anak kecil. Namun, ia sama se
Ibu dan anak itu pun menoleh ke arah sumber suara. Yudha langsung tersenyum melihat sosok yang sudah beberapa hari ini tidak ia kunjungi. “Papa.” Yudha segera menghampiri sang ayah sambil merentangkan kedua tangannya, berusaha untuk memeluk ayahnya. Namun, langsung ditepis oleh Tuan Mahendra Kusuma. “Hei, Anak Muda. Kamu jangan coba-coba mengalihkan perhatian Papa. Apa yang barusan Papa dengar memang benar adanya, atau itu hanya trik kamu untuk menolak perjodohan?” tanya seorang pria lansia yang masih terlihat sehat dan bugar di usianya. “Pa, kali ini Yudha serius. Orangnya juga sudah ada di sini,” jawab Yudha sembari menoleh ke arah ruang tamu. Di sana tampak Reno bersama dengan seorang perempuan yang mengenakan dress selutut berwarna peach, yang membuat penampilan gadis itu semakin terlihat cantik dan anggun. “Tuan, Nyonya.” Reno membungkukkan badan di hadapan kedua orang tua atasannya. “Halo!” Alya ikut membungkukkan badan, menghormati pasangan suami istri yang terus memp
“Mama!” Yudha berteriak tatkala melihat ibunya terkulai lemas. Beruntung Tuan Mahendra dengan sigap menahan tubuh istrinya.Nyonya Indriana sampai jatuh pingsan setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Yudha. Menikah dalam waktu dua hari. Apa itu masuk akal? Pernikahan seperti apa yang ingin dijalani oleh seorang pewaris Kusuma Group dalam waktu yang sangat singkat seperti itu. “Astaga, Mama … baru dengar berita seperti itu saja Mama sudah pingsan,” ucap Tuan Mahendra sambil menggelengkan kepalanya. Sebenarnya Nyonya Indriana hanya berpura-pura pingsan karena ia ingin melihat reaksi Yudha. Beliau berharap putranya itu mau merubah keputusan dan membatalkan rencana pernikahannya dengan gadis muda yang lebih pantas menjadi putrinya. Namun, sayangnya niat dan tekad Yudha sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat. Hingga pada akhirnya yang bisa ia lakukan hanya memberi restu meskipun hatinya belum bisa menerima kehadiran Alya dalam keluarga Kusuma. Tuan Mahendra juga tidak ak
“Kenapa nggak dijawab? Siapa yang telepon?” tanya Alya penasaran. “Bukan siapa-siapa. Ini hanya telepon dari orang yang nggak penting,” jawab Yudha sembari mematikan ponselnya, lalu memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam saku jasnya. Alya mencebik bibir seraya mengedikkan kedua bahunya. Ia bukan orang bodoh yang akan percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh Yudha. Jika memang tidak ada apa-apa kenapa ekspresi wajah pria itu terlihat sangat kaget begitu ia mendapat panggilan telepon dari seseorang. Namun, Alya tidak ingin ikut campur terlalu jauh dengan urusan laki-laki yang sudah resmi menjadi suaminya itu. Sesuai perjanjian yang telah mereka sepakati sebelum melangsungkan pernikahan, keduanya harus menghargai privasi masing-masing. Di dalam surat perjanjian itu tertulis: Setelah menikah mereka akan menjalani kehidupan layaknya sebagai pasangan suami istri pada umumnya. Namun, itu mereka lakukan hanya di depan keluarga Yudha. Mereka berdua memang tinggal satu atap dan