Akram berjalan masuk ke dalam kamarnya. Sungguh, ia sangat kesal karena kamarnya terlihat begitu berantakan. Namun, ia tetap berusaha untuk mengatur emosinya agar tidak kelepasan. "Astaghfirullah... Akram tenang!" gumam Akram mengelus dadanya sendiri. Ia benar-benar kehabisan cara untuk mendidik istri kecilnya itu. Dengan wajah yang terlihat begitu kesal, Akram pun membereskan kamarnya. Termasuk laptop serta buku yang berantakan diatas ranjang. "Rayya, Rayya... kapan kamu akan belajar hmm..?" gumam Akram menggelengkan kepalanya saja. Pria itu lalu memunguti buku-buku miliknya yang berserakan diatas ranjang dan meletakkannya kembali ke meja kerjanya. Tak hanya itu, Akram juga meraih laptopnya. Ia terkejut saat melihat laptopnya dalam keadaan hidup dan menampilkan notifikasi bahwa ada yang sedang berusaha untuk membobol keamanannya. "Ternyata tadi Rayya berusaha untuk membuka laptopku? Tapi untuk apa dia memerlukan laptop?" gumam Akram bertanya-tanya. Lelaki berparas tampan yang mem
Usai melaksanakan sholat tahajjud secara berjama'ah. Akram dan Rayyana pun duduk saling berhadapan. "Sini setoran hafalan sama aku, dek. Kemarin kamu kan lagi sakit, jadi tidak setoran hafalan padaku." titah Akram sukses membuat Rayyana terkejut bukan main. Rayyana meneguk salivanya dengan kasar. Bagaimana mau setoran hafalan? Dirinya saja tidak ada menghafal apapun sejak kemarin. "Ehmm... itu... anu..." ucapan gadis itu tercekat. Ia bingung harus beralasan apalagi. "Itu apa, dek? Kenapa wajahmu terlihat begitu pucat?" tanya Akram dengan tatapan yang sangat menyeramkan dimata Rayyana. Rayyana mengernyitkan dahinya. 'Pake ditanya segala! Udah tau aku pucat karena disuruh setoran hafalan!' rutuk Rayyana di dalam hati. "Rayya..." panggilan dari Akram sukses membuat Rayyana terhentak kaget. "Ada apa? Ada yang sedang kamu pikirkan?" Lagi-lagi Akram bertanya pada istri kecilnya itu. Sedangkan yang ditanya justru semakin resah. "Hah? ehm... a-aku gak apa-apa kok, kak." jawab Rayyana g
Malam kian larut. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Namun, gadis belia dari keluarga Mumtaaz belum menunjukkan batang hidungnya sedikitpun. Sampai akhirnya, ada suara bel yang berasal dari Ana, begitulah semua orang memanggilnya. Padahal namanya adalah Rayyana Althafunnisa Mumtaaz. Pria tampan bertubuh atletis dan berahang keras itu, langsung melayangkan tatapan tajamnya ke arah putri semata wayangnya. "Bagus! Kurang malam pulangnya!“ gertaknya dengan tatapan tajam dan wajah dinginnya. Siapa lagi, jika bukan Andrasaka Mumtaaz. Saka menarik putrinya untuk masuk ke dalam rumah dengan kasar. Membuat Rayyana meringis kecil. "Mulai besok, kamu akan Papa pindahkan ke Pesantren!“ ucap Saka melirik tajam ke arah Rayyana. Merasa ditatap demikian, Rayyana menundukkan pandangannya. Saat ini tatapan papanya sangat mematikan. Mia, Ibunda Rayyana langsung menghampiri dan memeluk putri semata wayangnya itu. "Sudahlah mas, mungkin ada tugas kelompok,mengingat putri kita akan segera lu
Pandangan Rayyana fokus pada papan tulis. Hari ini adalah pelajaran bahasa Arab, dan ia harus menulis Arab lagi. "Kapan penderitaan ini berakhir?" tanyanya mengerucutkan bibirnya. Intan yang mendengar keluhan temannya hanya menggelengkan kepalanya saja. Ia tetap fokus pada pelajaran, ralat lebih tepatnya pada ustadz tampan di depan mereka saat ini. "Baiklah, siapa yang bisa memberikan contoh pengaplikasian dalam ilmu Sharf ini?“ tanya Akram dengan wajah dinginnya. Hampir tidak ada ekspresi diwajahnya. Tanpa sengaja, Rayyana mengangkat tangannya. "Saya Ustadz," jawab Rayyana singkat. "Na'am, tafadhol Ukhty.“ timpal Akram menganggukkan kepalanya. Rayyana terdiam. "Ustadz, apa itu tafadhol?“ tanyanya dengan wajah polosnya. Mendengar hal itu, Akram tersenyum tipis. Walaupun ekspresi datarnya menutupi senyuman diwajahnya. "Jadi, anti tidak tau apa itu tafadhol?“ tanya Akram intens. Rayyana menggeleng pelan. "Gak tau ustadz, emangnya itu apa?“ Dengan polos Rayyana menjawab pertanyaa
Suara teriakan Rayyana sangat kencang membuat seisi rumah naik ke lantai dua. Mata Laila dan Aulia terbelalak saat melihat posisi Akram dan Rayyana. Akram yang hanya menggunakan bathrobe dan berada diatas Rayyana yang sedang menangis ketakutan. Dengan cepat, Aulia berlari untuk menyingkirkan Akram dari dekat Rayyana. "Akram! Apa yang kamu lakukan?“ tanya Aulia geram. Ia langsung memeluk dan menenangkan Rayyana. Akram juga sama terkejutnya dengan kakak dan uminya. Sungguh, ia tidak sengaja berada diatas Rayyana. Karena tadinya, gadis itu hendak terjatuh dan menarik tangannya. Terjadilah hal yang tidak di inginkan seperti sekarang ini. "Mbak, ini tidak seperti yang kamu lihat,“ ucap Akram berusaha menetralkan detak jantungnya. "Sudahlah dek! Mbak gak nyangka, kamu bisa ngelakuin hal seperti itu! Mbak bakal aduin hal ini ke Abah!" cicit Aulia menatap tajam ke arah Akram. Laila juga ikut menimpali. "Umi, kecewa sama kamu, Le. Segeralah berganti pakaian, dan turun ke bawah!" timpal La
Seperti ucapan Kyai Hasby tadi malam, hari ini pernikahan Akram dan Rayyana akan berlangsung di masjid pesantren. Senyuman memancar dari wajah tampan seorang pria yang biasanya hanya menampilkan ekspresi wajah datar dan dingin itu. Siapa lagi jika bukan Akram. Ia sedang bersiap-siap untuk memantaskan diri menikahi seorang gadis yang baru saja ia temui dua hari lalu. 'Takdir Allah memang unik' gumam Akram tersenyum tipis. Padahal baru sebulan yang lalu, ia mengkhitbah seorang Ning. Tapi, hari ini justru dirinya menikahi seorang gadis yang notebene-nya adalah santriwatinya sendiri. Aulia yang melihat adiknya sedang bercermin sambil senyum-senyum sendiri, langsung menggodanya. Kapan lagi bisa menggoda adiknya yang dingin dan datar, seperti Akram. "Masya Allah, calon pengantin bahagia banget, senyumannya gak pernah pudar sedikitpun." goda Aulia menghampiri Akram. Mendengar sang Mbak meledeknya, Akram menoleh ke belakang. "Bukan gitu mbak. Akram hanya deg-degan karena ini pertama kali
*Ada hal yang harus kita jaga*"Ta-tapi apa, Ustadz?" tanya Rayyana menatap was-was ke arah Akram. "Tapi kamu harus menuruti perkataan saya, selama itu tidak menyalahi aturan dari Allah dan Rasul-Nya. Kamu harus menurut pada saya, kalau tidak..." Akram sengaja menggantungkan kembali kalimatnya. "Kalau tidak apa?""Kalau tidak saya akan menghukum kamu dengan meminta hak saya atas dirimu. Walaupun kamu belum siap!“ jawab Akram membuat Rayyana bergidik ngeri. Ia pun langsung berlari kecil menuju kamar mandi untuk membersihkan diri serta berganti pakaian. Selang beberapa menit, Rayyana sudah selesai membersihkan diri. Saat ini, ia memakai piyama dan khimar instan miliknya. Pandangan Rayyana celingukan mencari keberadaan seorang ustadz yang sudah sah menjadi suaminya. Siapa lagi jika bukan Akram. Namun, entah muncul darimana, Akram mengetahui bahwa saat ini istri kecilnya sedang mencari keberadaannya. "Ada apa? Sudah kangen dengan suamimu ini?“ tanya Akram sengaja ingin menjahili gadis
Mentari menyapa dengan sinarnya yang indah. Pagi itu, di pesantren disibukkan dengan para santri yang berlalu lalang untuk pergi ke madrasah. Sementara Rayyana, gadis itu sedang di dapur membantu Umi Laila menyiapkan makanan. Hari ini dirinya libur sekolah karena baru saja menikah. "Umi, kok masakannya banyak banget, ada yang mau datang?“ tanya Rayyana dengan wajah polos nan lugunya. "Sore ini, orang tua Ning Zahro akan kesini. Silaturahmi dengan keluarga kita." jawab Umi Laila membuat hati Rayyana sakit. Hatinya sangat sakit mendengar keluarga dari calon istri kedua suaminya akan datang. 'Ana, tolong sadar diri! Ini juga karena kecerobohan mu!' batinnya merutuki dirinya sendiri. Rayyana berperang dengan pikirannya sendiri."Nduk, ada apa?“ tanya Umi Laila menyenggol lengan Rayyana dan membuat gadis itu langsung tersadar dari lamunannya. Rayyana menggeleng pelan. Ia membantu memotong sayuran, lalu mencucinya. Sejujurnya Rayyana suka memasak. Tapi, ia tidak suka mencuci piring dan