Share

Bab 10: Perhatian Akram

Kepala Rayyana terasa begitu berat dan pusing. Gadis mungil itu pun memegangi kepalanya sangking pusingnya. "Aw..." ringisnya pelan.

Akram yang tengah berada di sofa sembari bekerja pun tidak sengaja mendengar ringisan sang istri. Cepat-cepat, Akram bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Rayyana.

"Bagian mana yang sakit, dek?" tanya Akram menatap intens ke arah Rayyana.

Rayyana mendongakkan kepalanya. Ia tidak menjawab melainkan memberi isyarat kepada Akram bahwa kepalanya terasa pusing.

Akram yang paham pun langsung meminta Rayyana untuk merebahkan dirinya agar ia bisa memeriksanya. "Rebahan dulu ya, biar kakak periksa." Pinta Akram dan dibalas anggukan kecil oleh Rayyana.

Lalu Akram berjalan untuk mengambil stetoskop dan juga alat tensi untuk mengecek tekanan darah Rayyana. Setelah mengambil alat medisnya, Akram berjalan kembali menghampiri Rayyana.

Dengan cekatan, Akram memeriksa Rayyana. Ia terlihat begitu serius saat memeriksa istri kecilnya itu.

"Kamu sudah makan? Tekanan darahmu rendah banget loh, dek." ucap Akram membuka stetoskop yang berada di telinganya. Pandangannya tertuju pada Rayyana.

Sorot mata Rayyana mengamati mata teduh milik sang suami. Bohong jika Rayyana tidak kagum pada Akram. Meskipun terkadang dirinya kesal pada suaminya itu.

"Dek..." panggil Akram membuat Rayyana tersadar dari lamunannya.

Gadis mungil itu menggelengkan kepalanya. "Belum kak, aku gak laper." jawab Rayyana pelan.

"Gak laper gimana? Bukankah belajar juga memerlukan energi? Kalau kamu gak makan, gimana mau dapet energi dan fokus? Yang ada kamu malah sakit seperti ini!" omel Akram tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang istri.

Rayyana melirik tajam ke arah Akram. "Gak usah sok perhatian!" celetuk Rayyana kesal.

"Siapa yang sok perhatian, dek? Saya benar-benar khawatir akan kesehatan mu." ucap Akram menatap intens ke arah Rayyana. "Sudahlah lupakan saja! Hari ini saya bebaskan kamu dari hafalan, tapi kamu harus menurut pada saya dan meminum obat mu! Paham hmmm?" sambung Akram merendahkan suaranya.

Terdengar begitu lembut di telinga Rayyana. Entah mengapa detak jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. "I-iya!" sahut Rayyana berdecak kesal.

Lalu, pandangan Rayyana turun mengamati tubuhnya sendiri. Kalau ia tidak salah, terakhir kali dirinya sedang berada di dalam kamar mandi. Lantas mengapa ia sudah berada di tempat tidur dan juga sudah memakai piyama?

"Aarrrrrghhh...." teriak Rayyana menutupi wajahnya menggunakan selimut tebalnya.

Teriakan Rayyana tentu saja membuat Akram terkejut bukan main. "Kenapa dek? Ada yang sakit lagi?" tanyanya khawatir. Lelaki tampan itu langsung berjalan menghampiri Rayyana lagi.

Padahal, tadi Akram sedang membereskan perlengkapan medisnya.

"Jangan mendekat!" peringat Rayyana meminta Akram untuk tidak dekat-dekat dengannya.

Dahi Akram berkerut. Ia tidak mengerti mengapa istrinya bertingkah aneh seperti ini. "Tapi kenapa, dek? Saya ada salah?" tanya Akram bingung.

Wajar saja jika Akram bingung. Pasalnya baru beberapa detik yang lalu Rayyana masih menurut padanya. Lantas mengapa gadis itu berubah drastis seperti ini? Entahlah Akram tidak tau akan hal itu.

"Pokoknya jangan mendekat! Aku benci ustadz! Aku benci!" umpat Rayyana disertai dengan isak tangisnya.

"Tapi kenapa dek? Apa alasannya?" Akram berusaha untuk mencari tau kenapa istrinya terlihat begitu kesal padanya.

Diraihnya tubuh mungil sang istri. Lalu ia dekap dengan lembut. Akram juga membuka selimut yang menutupi wajah cantik sang istri.

Awalnya Rayyana memberontak dan terus memukuli dada bidang Akram untuk melampiaskan kekesalannya. Namun lama kelamaan, tenaganya habis ditambah kepalanya yang terasa begitu pusing.

"Istighfar dek, istighfar." titah Akram dengan nada lembut.

"Astaghfirullah," ucap Rayyana mengikuti arahan dari sang suami.

Setelah Rayyana tenang, barulah Akram melepaskan dekapannya. Ia membingkai wajah mungil sang istri menggunakan tangannya.

"Sebenarnya ada apa hmm? Kenapa kamu tiba-tiba membenci saya? Salah saya apa, dek?" tanya Akram lembut. Ia tidak pernah meninggikan suaranya terhadap Rayyana. Meskipun terkadang ucapannya dingin, namun tidak terkesan membentak.

Rayyana menatap tajam ke arah Akram. "Aku benci sama ustadz!" umpat Rayyana bersungut-sungut. Terlihat jelas kilatan amarah dimata Rayyana.

"Tapi kenapa? Kasih saya alasannya, agar saya tau apa alasan kamu membenci saya." tutur Akram begitu sabar menghadapi istri kecilnya itu.

Tatapan Rayyana menatap tajam ke arah Akram. Seakan-akan sedang menatap musuh bebuyutannya saja.

"Karena ustadz sudah melanggar janji ustadz!" celetuk Rayyana kesal.

"Janji? Janji apa dek?" tanya Akram bingung. Seingatnya, ia tidak berjanji apa-apa pada Rayyana kecuali janji untuk tidak menyentuhnya sebelum gadis mungil itu siap.

"Janji kalau kamu gak akan menyentuh ku sampai aku siap! Tapi buktinya kamu malah menyentuh ku, kak!" tukas Rayyana kembali meneteskan air matanya.

Akram mengernyitkan dahinya. "Hah? Kapan aku menyentuhmu? Aku tidak melakukan apapun, dek! Percayalah." ujar Akram bingung dengan apa yang dituduhkan oleh istrinya kepadanya.

"Lantas ini apa kak? Seingatku tadi terakhir kali aku berada di kamar mandi! Terus kenapa sekarang aku disini? Pasti kamu yang membawa ku kesini 'kan? Iya kan?"

Akram mengangguk pelan. Memang dirinya lah yang membawa Rayyana dari kamar mandi ke tempat tidur. Karena gadis itu pingsan tadi.

"Iya dek, memang saya yang membawa mu kesini. Tapi itu juga karena kamu tadi..." belum sempat Akram menjelaskan semuanya. Ucapannya sudah dipotong oleh Rayyana.

"Sudahlah kak! Aku tau kalau kamu memang dari awal tidak mau menepati janji mu! Dasar pembohong!" celetuk Rayyana menepis tangan Akram yang masih setia membingkai wajahnya yang mungil.

"Rayya!" Akram meninggikan suaranya, namun tetap terkesan lembut di telinga Rayyana. Tidak seperti orang yang sedang membentak.

"Apa kak!?" tanya Rayyana menatap sinis ke arah Akram.

Satu tangan Akram membungkam mulut Rayyana. "Dengarkan penjelasan saya dulu," ucap Akram menatap intens manik mata indah milik istrinya.

"Saya memang memindahkan mu dari kamar mandi ke tempat tidur karena tadi kamu pingsan saat sedang berendam di bathup. Jadi, saya tidak melanggar janji saya." jelas Akram menceritakan kejadian yang terjadi tadi.

Bola mata Rayyana membulat sempurna saat mendengar penjelasan dari sang suami. "J-jadi... ustadz sudah..." suara Rayyana tercekat sangking malunya. Ia tidak pernah berpikir bahwa suaminya akan melihatnya sedang berendam di bathup.

"Tenanglah, saya tidak melihat semuanya. Lagipula yang menggantikan pakaian mu adalah mbak Aulia, bukan saya." ucap Akram kembali menjelaskan agar tidak ada kesalahpahaman diantara mereka.

"Berarti ada yang ustadz lihat?" tanyanya panik.

Akram tersenyum simpul. "Pertama, berhenti manggil saya dengan sebutan ustadz! Karena kamu adalah istri saya, bukan murid saya! Kedua, saya akui saya memang melihatnya. Tapi kamu tenang saja, saya tidak mungkin melakukan apapun sebelum kamu mengizinkannya dan siap untuk melakukan hal yang seharusnya terjadi. Tidak perlu terburu-buru, karena hal yang dilakukan dengan terburu-buru maka hasilnya tidak akan baik." kata Akram sembari membelai lembut kepala Rayyana.

"Lain kali, jangan suudzon sama suami sendiri ya dek? Gak baik!" sambung Akram.

Rayyana menundukkan kepalanya sangking malunya. Bisa-bisanya ia berpikiran buruk tentang Akram. Padahal, Akram begitu menghormatinya seperti ini.

"I-iya kak, maaf--” ucap Rayyana lirih.

"Sudah tidak apa-apa." sahut Akram tidak mempermasalahkan tentang tuduhan Rayyana. Wajar jika Rayyana bersikap seperti itu, karena usianya masih sangat belia dan juga belum dewasa. "Saya mau ke masjid, kamu sendiri disini gak apa-apa?" tanya Akram selalu menatap mata Rayyana ketika dirinya sedang berbicara.

"Aku ikut, boleh?"

Akram terdiam sejenak. "Kamu lagi sakit, dek. Sholat disini aja ya?"

"Tapi petugas keamanan..." Rayyana tidak jadi melanjutkan ucapannya karena satu jari Akram menempel di bibir tipisnya.

"Ssssttt... kamu jangan khawatir tentang mereka, nanti saya yang akan mengatakan kepada mereka bahwa kamu sedang sakit. Lagipula, kamu ini istri saya! Tidak ada yang berani memarahi mu kecuali saya! Paham hmm?" pungkas Akram dan dibalas anggukan kecil oleh Rayyana.

"Oh iya, nanti saya akan meminta Umi untuk mengantarkan makanan untukmu." sambung Akram lagi.

Rayyana menyingkirkan jari Akram. "Aku bisa ngambil sendiri, ka---”

"Adek..." Akram menghentikan ucapan Rayyana dengan memanggilnya.

"Iya nurut!" celetuk Rayyana menggembungkan pipinya sangking kesalnya.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status