Share

Bab 9: Keputusan kedua keluarga

Dahi Akram berkerut. Seakan-akan ia tengah berpikir siapa orang yang telah membuat mantan tunangannya itu jatuh hati. "Siapa Yai?" tanya Akram bingung.

Kyai Ilham tersenyum simpul. Sudut matanya melirik sekilas ke arah putrinya, Zahro. "Orang itu adalah Haiqal, mas sulung mu." jawab Kyai Ilham yang tentu saja membuat Akram terkejut.

Bola mata Akram membulat sempurna. Seakan-akan ingin keluar dari tempatnya. "M-mas Haiqal? Tapi sejak kapan?" tanya Akram lagi. Ia masih tidak menyangka kalau ternyata orang yang dicintai oleh Zahro adalah mas sulungnya.

Zahro tersenyum malu. "Benar Gus, saya telah jatuh hati ke Gus Haiqal sejak pertama kali bertemu waktu saya masih kuliah di Mesir dulu. Awalnya, saya kira lelaki yang hendak dijodohkan oleh saya adalah Gus Haiqal. Ternyata dugaan saya salah, justru Gus lah yang dijodohkan kepada saya. Hati saya pun kecewa, namun perlahan-lahan saya mulai menerima perjodohan ini. Qadarullah, Allah berkehendak lain sehingga saya bisa mengutarakan isi hati saya kepada abah saya dan memutuskan pertunangan kita." jawab Zahro menjelaskan.

Tidak ada rasa benci sedikitpun dihati Zahro, baik kepada Akram maupun Rayyana. Ia justru merasa senang, karena merekalah dirinya bisa mengungkapkan isi hatinya kepada semua orang.

Akram manggut-manggut. "Alhamdulillah kalau memang seperti itu, Ning. Saya turut senang mendengarnya," timpal Akram ikut bahagia karena akhirnya masalah ini selesai.

Akram tidak perlu menduakan Rayyana, dan ia pun bisa fokus untuk mendidik istrinya. Hati Akram kini sudah lega. Tidak ada yang perlu ia khawatirkan lagi saat ini.

Sudut mata Zahro beralih ke arah Rayyana. "Nisa, selamat atas pernikahan mu dengan Gus Akram ya? Maaf karena saya belum sempat mengucapkan selamat atas pernikahan kalian berdua." ucap Zahro memberikan selamat kepada Rayyana.

Rayyana pun mengangguk kecil. "T-tidak apa-apa, Ning." sahut Rayyana gugup. Entah mengapa gadis itu merasa gugup dan takut.

Zahro yang mengetahui bahwa Rayyana tengah gugup pun hanya menggelengkan kepalanya saja. "Nisa, lain kali kalau lagi ngobrol bareng saya, jangan gugup lagi ya?" ucap Zahro mencairkan suasana.

Mendengar ucapan Zahro. Tentu saja membuat Rayyana hanya tersenyum kikuk saja. "I-iya Ning," sahut Rayyana masih terlihat gugup.

Semua orang yang ada di ruang tamu pun hanya tersenyum tipis saja melihat tingkah Rayyana yang begitu polos. Termasuk Kyai Hasby yang hanya menggelengkan kepalanya saja melihat menantunya.

"Alhamdulillah masalah ini sudah selesai. Akram tidak perlu poligami, dan Zahro juga tidak tersakiti." ucap Kyai Hasby senang karena akhirnya masalah ini terselesaikan dan kedua belah pihak tidak ada yang tersakiti.

"Iya Alhamdulillah, Yai." timpal Kyai Ilham selaku ayah dari Zahro.

Kyai Hasby dan Kyai Ilham pun berbicara mengenai pertunangan serta pernikahan antara Zahro dan Haiqal. Sementara Akram, mengajak Rayyana untuk ke kamarnya.

"Kak, kenapa kamu ngajak aku ke kamar? Kan Abah sama Yai Ilham belum selesai ngobrolnya? Kasihan tau Ning Zahro gak ada temennya." protes Rayyana menarik-narik lengan baju yang dikenakan oleh Akram.

"Kamu jangan khawatir. Ning Zahro sudah ditemani oleh Umi dan mas Haiqal." sahut Akram dengan santainya. Lalu, Akram pun berbalik ke arah Rayyana. "Nah giliran kamu yang menemani saya." sambung Akram mencibir hidung Rayyana.

"Kak..." gadis cantik yang memiliki mata hazel itu hendak protes. Namun, sudah keduluan ditarik oleh Akram.

"Sudah ayo! Jangan protes lagi!" pungkas Akram langsung menarik Rayyana untuk menuju ke kamarnya.

Rayyana hanya bisa menghembuskan napas kasarnya. Daripada dirinya harus berdebat dengan sang suami dan berujung mendapatkan hukuman. Lebih baik ia menuruti keinginan suaminya saja.

Sesampainya di kamar. Akram menutup pintu kamarnya dan menguncinya. Hal itu tentu saja menimbulkan kecurigaan di benak Rayyana.

"K-kakak jangan macem-macem ya..." ucap Rayyana sudah berprasangka buruk terlebih dahulu ke suaminya.

Mendengar perkataan sang istri, membuat Akram berbalik menatapnya serta mengerutkan dahinya. "Maksud kamu apa, dek?" tanya Akram bingung.

Pria itu pun berjalan menghampiri Rayyana yang tengah menatap tajam ke arahnya. Lalu, Akram mendongakkan kepala Rayyana agar dirinya bisa leluasa menatap istri kecilnya itu.

"K-kak..." suara Rayyana tercekat sangking takut dan gugupnya.

Akram yang melihat raut wajah istrinya itu pun tak sanggup menahan tawanya. "Haha... kamu lucu banget sih! Tenang saja, saya tidak akan macem-macem kok! Lagipula saya sudah berjanji denganmu bukan? Saya tidak akan mengingkari janji saya, kecuali..." Akram sengaja menggantungkan ucapannya karena ingin menjahili istri kecilnya itu.

Tatapan Rayyana terlihat kebingungan. Gadis kecil itu sampai mengerutkan dahinya sangking bingungnya. "Kecuali apa kak?" tanya Rayyana bingung.

Akram mengikis jarak diantara keduanya. Lalu, ia menatap lekat manik mata hazel milik istri kecilnya itu. "Kecuali kalau kamu tidak menuruti apa perintah saya dan juga kalau saya khilaf." jawab Akram merendahkan suaranya. "Are you understand?" sambung Akram lagi.

Rayyana mengangguk kecil. "I-iya kak," sahutnya gelagapan.

Kemudian, Akram menjauhkan dirinya dari Rayyana. "Sudahlah, ini sudah sore! Lebih baik kamu mandi dan siap-siap untuk ke masjid. Nanti malam jangan lupa setoran hafalan 3 lembar ditambah satu hadis! Boleh lebih gak boleh kurang!" tukas Akram tegas, namun terkesan santai.

Rayyana menghembuskan napas kasarnya. Lalu, ia berjalan menuju ke kamar mandi dengan raut wajah kesalnya. Mau tidak mau, ia harus menurut pada suaminya. Daripada sang suami meminta haknya atas dirinya. Mendingan ia menuruti semua perintah sang suami.

"Dasar ustadz ngeselin! Udah dingin! Suka merintah lagi! Dikira hafalan tiga lembar itu mudah apa? Mana ditambah satu hadis plus maknanya!" sungut Rayyana mengomel sendiri.

Sialnya lagi, Akram justru mendengar ocehan sang istri. "Dek... gak baik loh ngomongin suami di belakang!" tegur Akram menatap ke arah Rayyana.

Rayyana hanya melirii tajam ke arah Akram. Lalu, ia cepat-cepat masuk ke dalam kamar mandi. Ia sedang malas untuk berdebat dengan sang suami.

Di dalam kamar mandi, Rayyana menatap dirinya di depan cermin. "Jadi aku tetap akan menjadi istrinya ustadz ngeselin itu? Tapi... meskipun dia ngeselin, tapi dia juga belain aku waktu dibully sama santriwati lain." gumam Rayyana berbicara pada dirinya sendiri di depan cermin.

"Dia sih baik, cuma..." detik berikutnya Rayyana menepuk-nepuk pipinya pelan. "Gak Ana! Kamu gak boleh suka sama tuh ustadz ngeselin!" ucapnya langsung menepis semua pikirannya tentang Akram.

Gadis cantik itupun mulai melakukan ritual mandinya. Ia sengaja berendam terlebih dahulu karena ingin meregangkan otot-ototnya serta menenangkan pikirannya.

Tanpa sadar, Rayyana pun tertidur. Entah berapa lama gadis mungil itu tertidur hingga membuat Akram gelisah karena sang istri tak kunjung keluar dari kamar mandi.

"Kenapa Rayya lama sekali? Apa terjadi sesuatu padanya?" gumam Akram mondar-mandir di depan pintu kamar mandi.

"Apa aku masuk saja ya?" pikir Akram memandang ke arah pintu kamar mandi yang ada di depannya. "Ah tidak! Bagaimana kalau Rayya berpikir yang tidak-tidak?" Akram pun dibuat bingung oleh spekulasi nya sendiri.

Disatu sisi, ia khawatir pada Rayyana. Namun, disisi lain ia juga tidak mau membuat sang istri kesal padanya.

"Aku harus masuk dan memastikan bahwa Rayya baik-baik saja!" putus Akram yang akhirnya memilih untuk mendobrak pintu kamar mandi dan melihat keadaan sang istri.

Betapa terkejutnya Akram saat mendapati Rayyana tertidur didalam bathup hanya dengan menggunakan kain tipis yang menutupi tubuhnya.

Melihat hal itu. Akram sontak menundukkan pandangannya. Jantungnya berdebar hebat. Tidak biasanya Akram merasa seperti ini.

Cukup lama Akram diam mematung. Ini pertama kalinya ia melihat aurat seorang wanita. Meskipun wanita yang ada di depannya adalah istrinya. Tapi tetap saja, Akram harus menahan syahwatnya atas Rayyana. Ia tidak mau mengingkari janjinya kepada gadis itu.

Akram mengusap dadanya berulangkali dan juga beristighfar di dalam hati. 'Ya Allah, maafkan hamba-Mu ini' batin Akram memejamkan matanya untuk menetralkan detak jantungnya.

Setelah dirasa tenang, Akram pun berjalan menuju bathup dimana Rayyana berada. Ia menepuk-nepuk pelan pipi Rayyana.

"Dek..." panggil Akram lembut. Ia juga menyentuh dahi Rayyana dan memastikan bahwa istrinya baik-baik saja. "Kenapa tubuhnya dingin sekali?" gumam Akram sembari mengerutkan dahinya.

Tanpa basa-basi. Akram langsung menggendong Rayyana dan membawanya keluar dari kamar mandi. Ia juga mengambil handuk dan mengeringkan tubuh Rayyana. Ia lalu menelpon sang kakak dan memintanya untuk membantunya dalam menggantikan pakaian Rayyana.

"Halo assalamu'alaikum, mbak. Mbak, Akram butuh bantuan mbak. Sekarang mbak bisa ke kamar Akram?" tanya Akram saat sambungan telponnya terhubung.

Dari nada bicara Akram, Aulia bisa menebak bahwa saat ini adeknya sedang memerlukan bantuan yang sangat penting. "Wa'alaikumussalam warahmatullah, kenapa dek? Bantuan apa? Mbak lagi di asrama ini." tanya Aulia dari sebrang sana.

"Hmm... anu... mbak... itu..." Akram bingung harus bagaimana mengatakannya. Jujur saja, ia sangat malu.

"Ngomong itu yang jelas! Jangan itu... anu... kan mbak bukan cenayang! Mana mbak tau kamu butuh bantuan apa! Kalau kamu gak ngomong!" omel Aulia kesal sendiri pada Akram.

Akram menghela napas kasarnya. "Mbak bisa bantu Akram untuk gantiin pakaian Rayya? Soalnya saat ini Rayya sedang pingsan dan Akram gak bisa ngelakuin hal itu." ucap Akram dengan polosnya.

Aulia yang mendengar permintaan Akram pun hanya bisa menggelengkan kepalanya saja. "Kenapa gak bisa, dek? Kan kamu suaminya!"

"Pokoknya Akram gak bisa ngelakuin itu, mbak! Akram mohon, bantu Akram sekali ini saja ya mbak? Tolong...." pinta Akram dengan nada memelas. Baru kali ini Akram bertingkah seperti ini.

"Ya sudah, ini mbak balik ke ndalem. Tunggu sebentar ya." putus Aulia yang tidak tega menolak permintaan sang adik.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status