Share

Bab 6: Digunjing

Mentari menyapa dengan sinarnya yang indah. Pagi itu, di pesantren disibukkan dengan para santri yang berlalu lalang untuk pergi ke madrasah. Sementara Rayyana, gadis itu sedang di dapur membantu Umi Laila menyiapkan makanan. Hari ini dirinya libur sekolah karena baru saja menikah.

"Umi, kok masakannya banyak banget, ada yang mau datang?“ tanya Rayyana dengan wajah polos nan lugunya.

"Sore ini, orang tua Ning Zahro akan kesini. Silaturahmi dengan keluarga kita." jawab Umi Laila membuat hati Rayyana sakit.

Hatinya sangat sakit mendengar keluarga dari calon istri kedua suaminya akan datang. 'Ana, tolong sadar diri! Ini juga karena kecerobohan mu!' batinnya merutuki dirinya sendiri. Rayyana berperang dengan pikirannya sendiri.

"Nduk, ada apa?“ tanya Umi Laila menyenggol lengan Rayyana dan membuat gadis itu langsung tersadar dari lamunannya.

Rayyana menggeleng pelan. Ia membantu memotong sayuran, lalu mencucinya. Sejujurnya Rayyana suka memasak. Tapi, ia tidak suka mencuci piring dan ke pasar.

Dari arah ruang makan, Akram melihat gadis kecil yang sudah menjadi istrinya itu. Tanpa sadar, senyuman terbit di wajah tampannya. Pemuda itu, berjalan ke dapur. Berpura-pura mengambil air minum. Padahal, Akram ingin mencuri pandang ke arah Rayyana.

"Akram, ngapain nak?“ tanya Laila menyadari bahwa putranya sedang berada di dapur dan diam-diam mengamati gadis cantik disebelahnya yang sedang asik memasak.

Mendengar nama ustadz yang sudah menjadi suaminya disebut, Rayyana langsung mengedarkan pandangannya dan mencari keberadaan Akram.

Pandangan keduanya bertemu. Mata hazel milik Rayyana bertemu dengan mata elang nan tajam milik Akram. Sangat indah.

Umi Laila menyadari anak dan menantunya saling bertatapan. Ia pun langsung berdeham untuk menyadarkan keduanya. "Ekhem...“

Rayyana dan Akram tersadar dan memalingkan wajahnya ke arah lain. "Iya Umi?“ tanya keduanya serentak.

"Akram, kamu ngapain?“ tanya Umi Laila pada Akram.

"Itu Umi... ehm... ambil minum," jawab Akram gelagapan.

"Ambil minum atau merhatiin Rayyana?“ goda Umi Laila pada sepasang pengantin baru itu.

Akram menggeleng. "Ambil minum, Umi. Yaudah, Akram pamit, assalamu'alaikum.“ pamit Akram berjalan ke luar dapur. Ia tau saat ini pasti telinganya sedang memerah karena malu ketahuan sudah mencuri pandang ke arah istrinya.

Umi Laila tertawa kecil. "Wa'alaikumussalam warahmatullah, oh iya nak, nanti sore orang tua Ning Zahro akan kemari. Kamu gak ke rumah sakit 'kan?“ tanya Umi Laila menghentikan langkah Akram yang baru saja mencapai pintu.

Akram membalikkan tubuhnya, dan menggelengkan kepalanya. "Enggak Umi,“ jawabnya singkat. Sudut matanya menangkap istri kecilnya tampak melamun. Entah apa yang dipikirkan oleh gadis itu.

"Umi, Akram boleh pinjam Rayyana sebentar?“ tanya Akram ragu. Sungguh, ia penasaran dengan apa yang ada dipikiran istri kecilnya itu.

Umi Laila mengulas senyum simpul. "Loh kok izin ke Umi, kan Rayyana istrimu.“ timpal Umi Laila tertawa kecil. Kemudian, Umi Laila menoleh ke arah Rayyana dan menyuruhnya untuk ikut bersama dengan Akram. "Rayyana, ikut dengan suamimu, nak.“ titah Umi Laila dan dibalas anggukan kecil oleh Rayyana.

"Baik Umi,“ jawab Rayyana berjalan mengikuti langkah Akram.

Saat hendak menaiki tangga, tiba-tiba Akram berhenti dan membuat Rayyana menubruk tubuh atletis suaminya. "Aw, kebiasaan banget! Berhenti tiba-tiba!“ gerutu Rayyana mengusap dahinya.

Akram berbalik dan menatap intens ke arah istri kecilnya. Entah dorongan darimana, Akram tiba-tiba mencium bibir mungil Rayyana. "Sekarang masih sakit?“ tanya Akram lembut.

Tubuh Rayyana menegang seketika. Ini pertama kalinya bibirnya dicium. "Yang sakit dahi ku, bukan bibirku!“ cicitnya kesal.

Akram tertawa kecil. "Hehe, aseef jiddan ya Zaujati.“ ucap Akram lembut. Lalu, ia menggandeng tangan Rayyana dan membawanya berkeliling pesantren.

Tadinya, niat Akram ingin membawa Rayyana ke kamar. Tapi, ia teringat ada sebuah tempat yang ingin ia tunjukkan pada istrinya.

"Mau kemana?“ tanya Rayyana mendongakkan kepalanya agar bisa menatap wajah tampan suaminya.

"Ikut saja, ada tempat yang ingin aku tunjukkan padamu.“ jawab Akram dengan wajah tanpa ekspresi. Namun, dari nada bicaranya terkesan sangat lembut.

Mereka berdua berjalan berdampingan. Semua mata santri dan santriwati menatap tajam ke arah keduanya. Ralat bukan keduanya, lebih tepatnya ke arah Rayyana.

"Lihat deh, gak tau malu banget! Pantesan deketin Ning Aulia, ternyata mau jebak Gus Akram." gunjing para santriwati saat Rayyana dan Akram lewat di depan mereka.

"Ada udang dibalik batu ternyata! Katanya gak suka sama yang alim, eh taunya jebak Gus sendiri!" timpal yang lainnya.

Gunjingan-gunjingan sari para santri membuat hati Rayyana sakit. Walaupun, ia terkenal bandel, tapi ia juga seorang wanita biasa yang memiliki sebuah perasaan.

"Kasihan ya Gus Akram, harus menikah dengan gadis gak bener! Ana denger, dulunya dia sering ke klub malam loh!“ sahut para santriwati terus saja menggunjing Rayyana disepanjang langkahnya.

Langkah Akram terhenti saat mendengar kalimat terakhir dari santriwati nya. Otomatis, Rayyana pun ikut berhenti. Tatapan mata tajam serta wajah tegas membuat Akram tampak berwibawa.

"Jangan pernah menghakimi seseorang dari masa lalunya! Ingat, kalian juga memiliki masa lalu yang kelam. Baik disengaja, maupun tidak.“ ucap Akram tegas. Wajah datar dan dinginnya, membuat para santri menundukkan kepalanya.

"Ketahuilah bahwa yang sedang kalian gunjing adalah istri saya! Jika kalian menyakiti hatinya, otomatis kalian juga ikut menyakiti hati saya. Dan satu lagi, jangan menyebarkan berita yang kalian sendiripun tidak tau kebenarannya. Sesungguhnya, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan." lanjut Akram menggenggam tangan Rayyana dengan sangat erat dan membawanya pergi darisana.

Akram sangat tidak suka ada orang yang membicarakan tentang orang lain. Terlebih lagi, pembicaraan itu bisa saja menimbulkan fitnah.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya mereka berdua berhenti di salah satu kolam buatan yang berada di perbatasan antara asrama putra dan asrama putri.

Mereka berdua pun duduk di tepinya. Sudut mata Akram menangkap istrinya yang sedaritadi diam saja. Pasalnya, ia tidak melihat air mata di pipi Rayyana. Biasanya, wanita akan menangis setelah mendapatkan ujaran kebencian seperti tadi.

"Dek, ada apa?“ tanya Akram, lalu dibalas gelengan kepala oleh Rayyana.

Entah sejak kapan, gadis cantik nan polos itu berubah menjadi pendiam. Ia tidak banyak bicara, melainkan hanya diam dan menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong.

Tangan kekar Akram meraih kepala Rayyana dan meletakkannya di pundaknya. "Kamu sedih dengan perkataan mereka tadi?“ tanya Akram mencoba untuk mencari tau isi hati istri kecilnya ini.

Rayyana kembali menggeleng. "Aku gak sedih kok, sudah biasa.“ jawab Rayyana terkekeh pelan.

Menjadi putri tunggal dari keluarga kaya raya tidak membuat Rayyana hidup dengan bahagia dan damai. Ia merasa kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya yang sibuk bekerja dan meninggalkannya seorang diri di Mansion besar.

Membuat gadis cantik itu sering keluar malam untuk mencari ketenangan. Jauh dari agama, membuat Rayyana melakukan hal itu. Semata-mata untuk memuaskan batinnya yang mengharapkan sebuah kasih sayang dan kehangatan keluarga.

Sampai suatu hari, Rayyana bertemu dengan Malvin, yang ternyata adalah kakak kelasnya di sekolah. Malvin lebih tua dua tahun dari Rayyana dan saat ini sudah berkuliah di Universitas swasta.

Mereka berdua sering melakukan kegiatan sosial. Suatu malam, Rayyana dan Malvin pergi ke klub untuk menyelamatkan seorang wanita yang merupakan teman Malvin, wanita tersebut bernama Cyra.

Cyra dijebak oleh teman-temannya untuk menjadi wanita malam. Karena di kampusnya, Cyra adalah mahasiswi tercerdas dan kesayangan para dosen. Membuat para teman-temannya merasa iri akan dirinya.

Niat Rayyana baik, ia ingin membantu Malvin membebaskan teman wanitanya. Namun, ada seseorang yang memotret nya keluar bersama dengan Malvin dan memberitakan yang tidak-tidak tentang dirinya.

Ditambah, pakaian yang dikenakan oleh Rayyana waktu itu sangat minim. Ia hanya memakai dress selutut. Sehingga mengekspos kaki putih yang tidak terlalu tinggi itu.

Makanya, papanya sangat marah saat mendengar kabar itu. Rayyana sempat dibully di sekolahnya, bahkan hampir terancam dikeluarkan.

Tidak ada yang mengetahui niat Rayyana keluar malam adalah untuk berbagi makanan dengan anak-anak jalanan. Orang-orang diluar sana, bahkan papanya sendiri mencap dirinya sebagai anak bandel dan tidak tau diri.

"Jika orang sudah tidak suka pada kita, mau dikasih tau kebenarannya pun tetap tidak akan suka. Karena awal pandangannya terhadap kita sudah buruk, sekalipun itu tidak benar. Orang-orang akan mencap kita begitu seumur hidup.“ ujar Rayyana tanpa sadar. Air matanya sudah kering karena keseringan menangis. Ia lebih suka menatap kosong ke depan untuk mengekspresikan kesedihannya.

Akram menoleh ke arah Rayyana. Ia melihat ada kesedihan mendalam di mata istrinya. "Dek, jika kamu belum bisa menganggap saya suamimu. Anggaplah saya teman atau sahabatmu, kamu bisa menceritakan seluruh isi hatimu kepadaku. Sekalipun itu hal-hal random. Jangan dipendam sendiri, gak baik.“ ucap Akram dengan nada yang sangat lembut.

Baru kali ini, Rayyana mendapatkan seseorang yang berbicara lembut padanya. Walaupun, Malvin baik padanya, tapi nada bicara Malvin tidak selembut Akram.

******

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Anin Tohari
seru kak ..Tp jngn ada poligami2 kak..
goodnovel comment avatar
Allya Andra
aku akhirnya bsa hadir dsni krna penasaran sma gus akram...
goodnovel comment avatar
Najwa Hidayah
next!!!!!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status