Share

5. Salah Paham

Penulis: Anita Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-19 10:17:21

Shafana sudah kembali ke rumah. Dia merasa hampa dan kosong karena kamar yang dia tempati nyatanya terasa begitu asing, tidak ada barang-barang miliknya.

“Apa? Kenapa kamu jual laptop aku Kak Naura?” Shafa terisak mendengar penuturan Naura lewat telepon. Tadi Shafa berniat meminta tolong untuk mengirimkan barang-barang pribadinya ke rumah Dewa, karena pernikahannya yang mendadak, Shafa belum sempat membawa semuanya.

Namun, baru berapa hari ia menikah, Naura sudah berani menjual barangnya tanpa ijin. Yang membuat Shafa menjadi kecewa adalah karena isi di laptop itu. Di dalamnya terdapat draft naskah cerita yang perlu ia lanjutkan. Memang dirinya tidak pernah memberitahukan pada siapa pun bahwa ia adalah penulis buku.

“Bukan begitu Bu...tapi-“ Shafa menelan kata-katanya. Fariha kini membela Naura dan justru berbalik mengatai Shafa perhitungan.

"Kakak kamu lagi butuh uang, situasinya mendesak, Shafa. Bukankah seharusnya kamu berterima kasih pada Naura. Kamu bisa masuk keluarga Wasupati juga karena kakak kamu. Jangan pelit, kami membesarkan kamu pakai biaya, bukan pakai omongan aja." Fariha terus memojokkan Shafana.

Dewa yang sempat mendengar seruan Shafa, meminta Roy untuk mendorong kursi rodanya ke luar. Matanya memicing melihat Shafa yang sedang terisak.

“Ada apa?” suara tajam Dewa, membuat Shafa mematikan telepon dan menggeleng pelan.

“Apa kamu bisu? Saya tanya ada apa?” teriakan Dewa membuat Rania yang tadi berada di ruang tengah ikut menghampiri mereka.

“Bukan Mas. Hanya saja, laptopku di jual Mbak Naura.”

Terdengar suara Rania tertawa mengejek setelah mendengar jawaban Shafa.

“Yang benar saja, kamu menangis cuma karena hal itu? Atau kamu memang sengaja mau mencari perhatian?” Rania menatap remeh madunya.

“Tidak Mbak, bukan seperti itu. Tapi, di dalam laptop saya ada file yang sangat penting. ” Shafa membantah ucapan Rania. Sudah cukup dirinya dituduh oleh keluarganya, ia tidak ingin Rania dan Dewa juga salah paham padanya.

“Roy segera belikan laptop baru untuknya." Roy mengangguk begitu mendengar perintah Dewa. Sedangkan Rania tampak tidak senang.

“Baru juga pindah ke sini beberapa hari. Sudah mulai mau morotin uang Mas Dewa, ” suara Rania terdengar begitu sinis.

"Tidak perlu Mas, aku bisa-“

“Lain kali tidak perlu membesarkan hal kecil seperti ini.” Tanpa menunggu ucapan Shafa selesai, Dewa meninggalkan Shafa dan kembali ke ruang kerjanya.

Setelah beberapa jam, pintu kamar Shafa diketuk dari luar.

"Maaf, Non." Roy tersenyum sambil membawa sebuah tas yang di dalamnya berisi kotak berukuran cukup besar. "Laptopnya sudah datang, Tuan Muda meminta saya untuk---."

Shafana merebut apa yang ada di tangan asisten suaminya. Meskipun dia masih sedih, Shafana tetap berterima kasih pada Roy.

Tanpa menunggu lama, Shafa langsung berjalan ke ruangan yang paling disukai Dewananda. Dia mengetuk pintu lantas masuk ke sana.

"Terima kasih untuk laptopnya, Mas." Shafa menaruh kotak itu di atas meja di samping suaminya. "Aku rasa apa yang aku katakan sudah cukup jelas. Aku bisa membeli laptop dengan uangku sendiri, aku hanya butuh file dalam laptop lama. Kalau masalahnya bisa diselesaikan dengan membeli laptop baru, aku juga tidak akan membiarkan Mas Dewa atau Mbak Rani berpikir kalau aku membesarkan masalah kecil."

Shafa berbalik, dia keluar dari ruang baca dengan langkah kaki yang dihentakkan cukup keras.

Dewa menarik ujung bibirnya, dia melirik kotak laptop di atas meja seraya membayangkan wajah kesal istri keduanya.

"Harga dirinya sangat penting," gumam Dewa. Dia rasa Shafana tidak seburuk yang dia pikirkan. Wanita itu tahu bagaimana cara untuk menghargai dirinya sendiri.

** **

Di dekat pantry, Shafana melihat semua barang yang ada di sana. Dia juga membuka kulkas, seketika ia tersenyum melihat banyak buah-buahan di dalam kulkas tersebut.

"Ini semua yang dikirim Oma, kan?" gumamnya pelan.

Dia mengambil apel dan wortel, pun mengambil jahe dan mempersiapkan semuanya.

Namun, ketika hendak mengambil gelas, Shafana kesusahan, dia sudah berjinjit tapi tidak sampai juga.

Seseorang dari belakang Shafana menghampirinya. Tanpa mengatakan apa-apa, dia berdiri di belakang Shafana dan mengambil gelas yang hendak diambil perempuan itu sampai tangannya menyentuh punggung tangan Shafana.

"Astaghfirullah!"

Shafana langsung berbalik, dia mundur menjauh tapi malah menyenggol sebuah piring hingga jatuh dan pecah.

"Si-siapa kamu," todong Shafana. "Kenapa kamu di sini?"

"Shuttt!" pria itu menaruh jari telunjuknya di atas bibir. "Sorry, aku enggak sengaja. Kamu pasti enggak nyaman kan? Aku cuma mau bantu kamu."

"Aku tanya kamu siapa," kesal Shafa. Dia terus saja menggosok punggung tangannya, mata Shafa mulai berkaca-kaca, entah itu disengaja atau tidak, dia tidak suka disentuh siapapun yang bukan mahramnya.

"Aku Nendra, Shafa. Adeknya Mas Dewa." Pria itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya.

"Tuan Muda," panggil Roy. "Sebaiknya kita pergi ke lantai atas saja."

Dewa menarik ujung bibirnya. Pria itu ternyata salah karena sempat berpikir kalau Shafana berbeda dari istri pertamanya. Ternyata, semua wanita sama saja.

"Mas Dewa," gumam Shafana. Dia nampak terkejut melihat suaminya berada tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.

Manendra hanya tersenyum, meski tangannya tidak dijabat Shafana, dia cukup puas karena kemungkinan besar, Roy akan menjelaskan situasi yang terjadi saat itu.

"Mas Dewa!" panggil Shafana. Dia berusaha mengejar, tapi lift di rumah itu sudah bergerak ke atas. Dia segara berlari menaiki anak tangga. "Mas Dewa!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
hemmmm adik nya si dewa bener2 badjingan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Kedua CEO Buta   33. Menunggu Diceraikan

    Di bawah cahaya lembut yang menari di lantai marmer, langkah tergesa seorang wanita tua melintasi lorong yang sunyi. Oma Nalani, dengan pakaian anggunnya yang berwarna gading, masuk ke dalam kamar Dewa dan Shafana tanpa menunggu aba-aba. Wajahnya menyiratkan kecemasan yang dalam, kedua matanya langsung tertuju pada sosok perempuan yang tengah terbaring di ranjang king-size.Di samping ranjang, seorang dokter tengah melepas stetoskopnya. Dengan suara tenang, ia menjelaskan kondisi pasiennya."Demamnya sudah mulai turun, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saya hanya memberikan infus vitamin booster agar kondisinya cepat pulih," ujar sang dokter kepada Dewa. "Nyonya Dewa akan baik-baik saja."Mata Dewa menatap lurus menatap perempuan itu. Sementara itu, Shafana yang mendengar dokter menyebutnya sebagai Nyonya Dewa, menegang. Ia menelan ludah, lalu perlahan memalingkan wajahnya, tidak berani bertemu tatapan suaminya meksipun dia tahu kalau suaminya buta. Ada debar tak biasa dalam dada

  • Istri Kedua CEO Buta   32. Mulai Perhatian

    Malam itu, Rania mengenakan gaun merah anggun yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya dihiasi riasan yang menonjolkan kecantikannya. Namun, tatapan matanya penuh tipu daya. Masa ovulasinya tiba, membuatnya lebih bersemangat, tapi bukan untuk mendekati suaminya.Dewa, yang duduk di kursi roda dengan wajah dingin tanpa ekspresi, hanya mengangguk kecil ketika Rania pamit dengan alasan pekerjaan dadakan. Dia tahu perempuan itu berbohong, tapi memilih tidak berkata apa-apa. Saat Rania mencoba mengecup pipinya, Dewa menghindar dengan halus. Sikapnya semakin menunjukkan bahwa hubungan mereka hanya formalitas semata."Aku pergi ya, Mas. Kalau ada apa-apa minta sama Mbak Ima.""Heumm!" Dewa yang kala itu ada di ruang keluarga berpaling. Setelah Rania pergi, suasana rumah kembali hening. Dewa memutar roda kursi rodanya menuju lift untuk naik ke kamar. Ada sesuatu yang membuatnya terusik malam ini. Dia berhenti di depan pintu kamar mandi, mengetuk perlahan.“Shafa,” panggilnya dengan su

  • Istri Kedua CEO Buta   31. Kecemburuan Naura

    Dewa tanpa sadar menarik ujung bibirnya ketika melihat Shafana yang tertidur bersandar di bahunya. Pria itu membetulkan duduknya agar Shafana lebih nyaman. Roy yang melihatnya dari depan tersenyum tipis. Plak! Hening, keromantisan yang sebelumnya terasa berubah menjadi kepanikan untuk Roy. Dia ingin sekali pura-pura tidak mendengar dan tidak melihat. "Kenapa banyak nyamuk," gumam Shafana dalam tidurnya. Kelopak mata Dewa terpejam, pria itu menurunkan tangan Shafana dari wajahnya, tapi hal yang lebih gila terjadi, wanita itu merubah posisinya, dia meringkuk, menjadikan paha Dewa sebagai bantalan. Kedua tangan Dewa mengepal, dia berusaha untuk tetap baik-baik saja ketika wajah Shafana menyentuh area yang seharusnya tidak dia sentuh. Dewa memalingkan wajah, menggigit bibir dalamnya gelisah. Roy kembali tersenyum, wajah Shafana yang menghadap perut Dewa pasti membuat Dewa tidak nyaman. ** ** Di dalam kamar mandi, Dewa terdiam cukup lama di bawah guyuran air dingin. P

  • Istri Kedua CEO Buta   30. Semakin Dekat

    Dewa duduk di kursi kerjanya, matanya tak bisa lepas dari pintu yang masih tertutup. Apa yang dia harapkan sebetulnya, Shafana? Namun, harapan itu pupus seiring waktu berlalu dan kursi di sebelahnya masih kosong. Jari-jarinya drumming di atas meja, sebuah tanda kegelisahannya yang tak bisa dia sembunyikan. Meski berusaha keras untuk fokus pada dokumen di depannya, pikirannya melayang-layang memikirkan kemungkinan aneh yang sedang dilakukan Bima dengan istrinya. "Aku pasti sudah gila," gumam Dewa lantas menggelengkan kepalanya. Ponsel di sakunya bergetar, isyarat panggilan masuk, tapi bukan dari Shafana. Dewa menghela napas, menahan diri untuk tidak meluapkan kegelisahannya. Baru saja dia hendak menghubungi Roy, pintu ruangan terbuka dengan tiba-tiba. Shafana muncul, napasnya terengah-engah. "Maaf, Pak Dewa, aku terlambat," ucap Shafana cepat, suaranya terdengar tergesa-gesa. "Ada masalah mendadak di kantor Pak Bima yang harus aku selesaikan." Dewa hanya mengangguk pelan, berdehe

  • Istri Kedua CEO Buta   29. Hanya Mimpi?

    Jantung Shafana berdebar kencang, dipenuhi rasa lega dan kekosongan yang aneh. Kenangan malam sebelumnya, saat Dewa menciumnya dan meninggalkan bekas yang menyengat di bibirnya, terasa begitu nyata. Namun saat dia melihat pantulan dirinya di cermin, dia tidak melihat tanda-tanda pertemuan itu. Itu hanyalah mimpi. "Aku pasti sudah gila, tapi kenapa rasanya sangat nyata. Bibirnya, seperti bukan mimpi." Shafana menghela napas kasar. Dia mengabaikan perasaan yang masih tersisa dan menuruni tangga, wajahnya tertutup hijab yang mengalir, kecantikannya semakin terpancar dengan kesederhanaan dan keanggunan pakaian itu. Saat dia mencapai ruang makan, dia melihat Dewa dan Rania, istri pertama suaminya sudah duduk di meja, menikmati sarapan mereka. Tatapan Shafana tertuju pada Dewa, dan dia terkejut melihat luka mengering di sudut bibirnya. "Mas Dewa, apa yang terjadi pada bibirmu?" tanyanya, suaranya hanya bisikan. Dewa meliriknya, ekspresinya tak terbaca. "Tidak apa-apa," katanya si

  • Istri Kedua CEO Buta   28. Mulai Luluh

    Sementara itu, di ruang baca, Dewananda merenung. Dia masih berusaha memikirkan kenapa Shafana tiba-tiba marah padanya. Roy, yang setia berdiri di sampingnya, mulai berbicara. “Pak, hari ini banyak hal terjadi. Saya mendengar percekcokan di rumah Non Shafana,” katanya hati-hati. Dewananda menatap Roy dengan alis terangkat. “Bagaimana kau tahu?” tanyanya curiga. Roy menghela napas. “Saya meletakkan penyadap di rumah Non Shafana, seperti yang Anda minta,” jawabnya pelan. Dewananda terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Perdengarkan,” perintahnya. Roy mengeluarkan perangkat kecil dari sakunya dan memperdengarkan suara kekacauan yang terjadi di rumah Shafana. Suara tangisan, teriakan, dan percakapan yang penuh emosi terdengar jelas. Dewananda mendengarkan dengan seksama, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Air mata Shafana tak henti-hentinya mengalir. "Bodoh! Bodoh! Aku bodoh!" gumamnya, tangannya mencengkeram erat selimut. Kesadaran atas kesalahannya menghantamnya sepert

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status