Mama duduk dengan menopang dagu di meja makan. Jemari lentiknya mengetuk-ngetuk meja menunggu Cara dan Alvaro datang. Sudah lima menit berlalu tapi Cara dan Alvaro tidak kunjung datang.
Apa Cara butuh waktu selama itu untuk memaggil Alvaro?
"Kenapa Cara lama sekali, sih?" Sepertinya Mama sudah mulai bosan menunggu Cara dan Alvaro yang tidak kunjung datang. Akhirnya dia memutuskan untuk menyusul mereka.
Kedua kakinya menapaki satu demi satu puluhan anak tangga menuju kamar Alvaro. Namun, Mama tiba-tiba saja berhenti melangkah saat melihat apa yang sedang Cara dan Alvaro lakukan.
Alvaro memeluk pinggang Cara dengan begitu erat saat gadis itu memasang dasi di lehernya. Sebagai orang yang sudah melahirkan Alvaro, Mama bisa melihat dengan jelas jika putra kesayangannya itu menaruh hati pada
"Kamu kerja apa, Kaf?" Jiwa-jiwa keingintahuan Mama mulai menjerit meronta-ronta. Wanita itu ingin tahu banyak hal tentang Kafka untuk memastikan jika lelaki itu adalah sosok suami yang baik bagi Cara. "Dokter—aduh!" Alvaro meringis kesakitan karena Cara kembali menendang kakinya yang berada di bawah meja. Sepasang mata hezel miliknya sontak menatap Cara dengan tajam dan seolah-olah berkata, 'Kenapa kamu menendang kakiku?' Cara menggeram kesal. Rasanya dia ingin sekali menyumpal mulut Alvaro dengan kain lap agar berpikir lebih dulu sebelum bicara. Bagaimana mungkin dia mengatakan pekerjaan Kafka yang sebenarnya pada Mama? Apa Alvaro sudah kehilangan akal? Mana ada istri seorang dokter yang mau bekerja menjadi pembantu? Se
"APA? KERJA!" Alvaro melotot hingga membuat dua buah bola matanya seolah-olah ingin loncat keluar dari tempatnya. Dia sontak menatap sang istri kedua yang berdiri tepat di depannya. "Kamu kerja, Caramell?" Cara menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab pertanyaan Alvaro. Ketakutan tergambar jelas di wajah cantiknya. "Em, i-iya, Tuan," jawabnya terdengar gugup. Alvaro menarik rambutnya kuat-kuat untuk melampiaskan amarahnya. Kejutan apa lagi ini? "Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalau bekerja, Caramell?" Napas Alvaro terlihat naik turun karena menahan emosi. Dia tidak pernah menyangka jika Cara bekerja dalam keadaan hamil. Apa uang yang dia berikan untuk gadis itu tidak cukup? "Saya merasa sangat kesepian tinggal di rumah sendirian, karena itu saya bekerja. Lagi pula Tuan Alvaro tidak pe
Alvaro mengetuk-ngetuk layar ponselnya dengan kesal karena tidak ada satu pun pesannya yang dibalas oleh Cara. Gadis itu bahkan berani mengabaikan telepon darinya sekarang.Menyebalkan!Rasanya Alvaro ingin sekali menyusul gadis itu dan membawanya pulang.Apa Cara tidak tahu kalau dia sedang khawatir?"Sialan!" Alvaro menggeram kesal karena Cara lagi-lagi mengabaikan teleponnya."Kau kenapa sih, Al?" Kepala Felix mendadak pusing karena Alvaro sejak tadi mondar-mandir tidak jelas di depannya."Aku sedang kesal dengan Caramell," jawab Alvaro sambil mengempaskan diri tepat di samping Felix."Memangnya Caramell kenapa?"
Alvaro menarik tengkuk Cara dan semakin memperdalam ciuman mereka. Dia melumat bibir atas dan bawah gadis itu dengan penuh gairah. Jantung keduanya berdetak semakin cepat.Cara tanpa sadar meremas kedua lengan Alvaro sebagai pelampiasan. Rasanya seperti ada jutaan kupu-kupu yang mengepakkan sayap di dalam perutnya.Ini sungguh gila dan mendebarkan."Erngh ...." Alvaro melepas pagutan bibirnya karena mendengar erangan halus keluar dari bibir Cara.Napas keduanya tampak terengah. Cara segera menarik napas sebanyak mungkin ke dalam paru-parunya karena Alvaro tidak memberinya kesempatan sama sekali untuk mengambil napas.Alvaro mengusap bibir basah Cara yang terlihat sedikit membengkak akibat ulahnya. Sangat menggoda, pikirnya. Dia suka sekali mel
Seoul, Korea Selatan.Jalanan kota Seoul terlihat padat karena sekarang bertepatan dengan jam pulang kantor. Jafier berulang kali mengembuskan napas panjang. Dia merasa sangat lelah karena pekerjaan di kantor hari ini lumayan banyak menguras tenaganya.Sebelum pulang, dia mampir sebentar ke rumah Alexandra karena ingin memberi hadiah untuk Dio."Uncle Jafiel!" teriak Dio sambil berlari kecil menghampiri Jafier saat pamannya itu turun dari Audy R8 miliknya. Anak laki-laki berusia lima tahun itu sontak mengulurkan kedua tangannya, minta digendong.Jafier pun segera mengangkat tubuh mungil Jafier dalam gendongannya."Dio kangen sekali sama, Uncle Jafiel," ucap anak itu dengan aksen cadelnya."Uncle juga kangen sekali sama, Dio," balas Jafier seraya mengacak-acak puncak kepala Dio dengan gemas membuat anak laki-laki berusia lima
Cara mengerjabkan mata perlahan. Gadis itu terbangun di tengah malam karena perutnya mendadak terasa lapar. Kening gadis itu berkerut dalam ketika melihat samping tempat tidurnya kosong.Di mana Alvaro? Apa lelaki itu sedang berada di dalam kamar mandi?Cara pun beranjak ke kamar mandi untuk mencari Alvaro. Namun, suaminya itu tidak ada di sana. Alvaro mungkin sedang menonton bola di ruang tengah, pikir Cara. Gadis itu pun bergegas mencari Alvaro ke ruang tengah. Namun, lelaki itu tidak ada di sana.Merasa sudah sangat lapar, Cara memutuskan untuk pergi ke ruang makan. Helaan napas panjang sontak lolos dari bibirnya karena di atas meja makan hanya ada nasi putih sisa makan malam semalamDi dalam lemari es sebenarnya ada bahan masakan. Akan tetapi Cara sedang malas untuk memasak.
Tempat itu sangat minim penerangan. Suara musik pun terdengar keras di mana-mana. Asap rokok dan minuman berakohol sudah menjadi teman bagi orang yang menghabiskan waktu di kelab malam.Mirror merupakan kelab malam paling cantik di Bali. Desain bangunannya mirip katedral Gothic dengan langit-langit yang cukup tinggi.Allendra kembali menuang wine ke dalam gelas, lalu memberikan minuman tersebut ke wanita seksi yang duduk tepat di sampingnya."Aku tidak mau, Allend," tolak Angela.Allendra menghela napas panjang karena malam ini Angela tidak bersemangat pergi ke kelab bersamanya. Padahal wanita itu biasanya menemaninya minum sampai pagi.Allendra pun meletakkan gelas tersebut kembali di atas meja. "Kau kenapa, Baby? Aku perhatikan hari ini kau lebih banyak diam?"
"Good morning, Baby!"Tubuh Alvaro menegang, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak, wajahnya pun sontak berubah pucat melihat seorang wanita bergaun merah yang berdiri tepat di tengah pintu kamarnya."Angela?" gumam Alvaro terdengar sangat lirih.Cara segera turun dari gendongan Alvaro. Gadis itu tampak heran karena Alvaro tiba-tiba berdiri mematung dengan wajah pucat.Cara pun segera mengikuti arah pandang Alvaro. Napas gadis itu tercekat melihat wanita yang sedang menatapnya dengan lekat."No-Nona Angela?!" gumam Cara terdengar gugup.Angela berjalan dengan anggun menghampiri Alvaro. Sepasang mata biru miliknya menatap lurus ke dalam manik mata lelaki itu. Jantung Alvaro semakin berdetak tidak nyaman. Dia seolah-olah ketahuan selingkuh dengan Cara oleh Angela.Cara