แชร์

7. Insiden Pertama

ผู้เขียน: Anindya Alfarizi
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-04-29 19:38:12

**

“Pindah ke rumah lama? Apa maksudmu?”

William mengerutkan alis. Wajahnya menyiratkan rasa tidak setuju saat mendengar usulan dari Binar.

“Saya hanya nggak ingin terjadi kesalahpahaman antara saya sama Mbak Rachel.”

“Apa yang bisa disalahpahami sama Rachel? Aku nggak ngerti apa maksudmu.”

Bagaimana Binar menjelaskannya? Padahal ia pikir sikap dingin Rachel kepadanya sangat kentara. Mengapa William tidak paham juga?

Perempuan itu kembali menunduk sembari mempermainkan garpu yang ia pegang. “Yah, saya hanya nggak ingin Mbak Rachel terganggu dengan perhatian yang anda berikan kepada saya, Tuan.”

“Perhatian?” Seperti baru saja menyadari hal ini, wajah William mendadak agak merona. “Yah … aku pikir itu hal yang wajar. Aku dengar trimester pertama kehamilan itu masa yang berat. Aku hanya ingin membantu.”

Wah, Binar sedikit kagum. Bahkan William mengerti hal-hal seperti ini. Rupanya pria ini sudah sangat siap menjadi seorang ayah. William adalah sosok yang tampan rupawan, berpendidikan, bergelimang harta, serta beristrikan perempuan mempesona seperti Rachel Aluna. Namun ternyata tetap ada satu sisi ketidakberuntungan yang ia miliki, yakni perihal keturunan. Tuhan memang maha adil, kan?

“Katakan saja kepadaku kalau kamu merasa kesulitan. Entah kamu sedang tidak enak badan, atau sedang menginginkan sesuatu, kamu bilang saja. Jangan salah paham Binar, bukannya bagaimana, tapi aku hanya lakukan ini agar proses kehamilanmu lancar.”

Nah, satu hal yang benar-benar bisa Binar percaya dari perubahan sikap William belakangan ini, adalah kalimatnya yang terakhir.

William melakukannya hanya demi anak yang sangat ia inginkan, bukan karena apapun.

“Bagaimana kalau saya ingin pindah saja ke rumah lama, biar nggak mengganggu Mbak Rachel di sini, Tuan William?”

Kedua alis pria itu sontak bertaut. “Maaf, Binar. Untuk yang satu ini, aku nggak bisa. Kamu harus tetap berada di sekitarku, agar aku lebih mudah memantau keadaanmu.”

Kedua bahu kecil Binar sontak merosot turun.

*

Binar berdiam diri di halaman samping rumah megah William Aarav senja hari ini. Sama seperti mansion yang sempat ia tinggali sebelumnya, halaman ini dipenuhi bunga beraneka warna. Binar setengah tidak percaya bahwa William yang sangat manly dan berwibawa itu menyukai bunga. Ah, ataukah Rachel yang demikian? Justru tidak mungkin, karena Rachel sepertinya acuh kepada segala hal di rumah ini selain pekerjaannya sendiri.

“Nyonya Binar, ini sudah sore. Anda harus masuk.” Seorang pegawai rumah berujar dari ambang pintu rumah. Binar menoleh, berusaha tersenyum saat perempuan berseragam itu menunduk dengan hormat kepadanya. “Anda nanti bisa masuk angin kalau terus berada di luar sampai sore.”

“Iya, terima kasih. Aku akan masuk.” Binar menjawab dengan bibir menyungging senyum. Ia beranjak dari bangku taman. “Apakah Tuan William sudah datang?”

Perempuan muda itu menggeleng. “Belum. Mungkin sebentar lagi. Kalau Nyonya Rachel, beliau saja baru datang.”

Binar mengangguk sembari masuk rumah. Ia berpikir-pikir, haruskah datang menyapa istri pertama suaminya? Ataukah tidak usah saja sebab takut mengganggu?

Ini adalah rumah Rachel, dan Binar sadar dirinya menumpang di sini. Maka, ia memutuskan pilihan yang pertama. 

“Boleh nggak kalau aku bawakan teh atau sesuatu buat Mbak Rachel?” Perempuan itu bertanya kepada pegawai rumah yang masih berada di belakangnya, yang kemudian ditanggapi dengan senyum lebar.

“Kebetulan sekali, biasanya Nyonya Rachel memang suka minum teh sepulang bekerja. Tunggu sebentar, biar saya siapkan, ya.”

Binar mengangguk senang. Ia pikir jalannya untuk mendekatkan diri kepada nyonya rumah yang asli bisa ia mulai dari hal-hal kecil seperti ini.

Maka beberapa saat kemudian, perempuan itu sudah datang ke meja makan dengan membawa nampan kecil berisi teko kaca dan beberapa gelas. Kebetulan sekali, Rachel sedang berada di sana. Binar mengayun langkah mendekatinya.

“Mbak?” sapanya dengan senyum merekah. “Mau minum teh bersama? Mbak baru pulang, kan?”

Rachel yang sedang menggulir layar ponsel menoleh mendengar panggilan itu. Pada awalnya, mimik mukanya tampak penuh cela saat melihat Binar. Namun kemudian setelah diam sesaat, perempuan cantik itu mengedikkan dagu.

“Boleh. Sini, kemarikan tehnya.”

Dengan senang hati Binar mengulurkan nampan berisi teko kaca itu kepada yang lebih tua. Ia pikir gayung bersambut, ia bisa memperbaiki hubungan dengan perempuan menawan itu. Namun apa yang terjadi?

PRANG!

Nampan itu jatuh terbanting ke atas lantai marmer. Isinya pecah berkeping-keping, dengan air teh panas yang tumpah ke mana-mana, termasuk mengenai telapak kaki Rachel. Seketika teriakan kesakitan menggema nyaring, memenuhi ruang makan yang lengan dan mewah itu. Binar terkesiap, seketika seluruh tubuhnya mendingin, melihat kejadian yang tak pernah terbayangkan olehnya.

“Astaga, Mbak Rachel! Mbak, Mbak nggak apa-apa? Astaga, gimana bisa–”

“Apa yang kamu lakukan?” hardik Rachel sembari masih mendesis kesakitan dan memegangi telapak kakinya yang tersiram teh. “Binar, kamu sengaja melakukan ini sama aku?”

“Saya nggak sengaja. Mbak, saya benar-benar nggak sengaja. Saya pikir Mbak sudah pegang nampannya–”

“Apa kamu nggak tahu apa profesiku? Kalau sampai kakiku kenapa-kenapa, gimana dengan karirku?”

“Mbak, saya–”

“Ada apa ini? Rachel, ada apa?”

Belum sempat Binar melanjutkan kata-katanya saat William datang. Pria itu mendekat dengan langkah berderap dari pintu depan, tampak terbelalak melihat kekacauan yang terjadi di ruang makan.

“Rachel, Binar, kenapa ini?”

“Saya–”

“Willy, tolong! Binar sengaja jatuhin teko berisi air panas ke kakiku. Tolong, ini sakit banget. Kakiku kebakar rasanya,” tuduh Rachel tiba-tiba.

William mengerutkan keningnya. “Binar?”

***

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (1)
goodnovel comment avatar
Muh. Dzakir Khafadi Basri
makin penasaran
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   100. Kembali Padamu

    **Seharusnya, acara pernikahan memanglah seperti ini.Penuh dengan rasa dan suasana bahagia. Dan walaupun dari keluarga Binar yang hadir hanya tiga orang, yaitu Ayahnya, Gio, dan Linda, namun bagi Binar itu lebih dari cukup. Dari tiga orang itu, tidak ada yang memiliki senyum palsu. Mereka tersenyum karena memang turut merasa bahagia. Ini adalah pernikahan William dan Binar yang kedua. Namun rasanya seperti mereka baru saja mengikrarkan janji suci setelah saling jatuh cinta sekian lamanya. Dalam balutan gaun putih sederhana yang justru membuat Binar terlihat sangat cantik, perempuan itu tak henti-henti tersenyum. Hatinya mengembang bahagia, mekar seperti bunga-bunga di musim semi. Sesekali melirik kepada sang suami yang terlihat seperti patung dewa, mengenakan setelan tuksedo putih senada. Tidak tampak lagi Tuan William Aarav yang dingin dan kaku. Malam ini pria rupawan itu menebar senyum kepada setiap orang yang turut datang pada hari bahagianya.Pernikahan dilaksanakan di salah sa

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   99. Tidak Bisa Menunggu

    **“Aku turut berbahagia dengan keputusan kalian. Meski demikian, kalau kau ulangi perbuatanmu sekali lagi, aku bersumpah akan merebut Binar dan membawa dia lari ke ujung dunia, William. Akan aku pastikan kau tidak bisa menemukannya apapun caramu.”William dan Binar saling bertukar pandang sejenak sebelum yang lebih muda tertunduk malu. Kedua orang itu sedang duduk dengan canggung di ruang tamu kediaman Gio malam ini. Mengantarkan Noah melepas rindu dengan sang ‘papa’, sekaligus menyampaikan niat untuk kembali bersama.“Kedengaran seperti ancaman.”“Ya memang ancaman. Aku serius, William. Jangan sok meremehkan begitu wajahmu!”“Baiklah, baiklah Tuan.” William memotong dengan dengus tawa pendek. “Akan aku pastikan hal itu tidak akan pernah terjadi.”“Binar, kamu tahu harus mencariku di mana kalau manusia jelek ini menyakitimu lagi. Nggak usah khawatir, aku selalu dalam mode siaga untuk membawamu kabur, kapan saja.”“Jaga mulutmu, Gio!”“Aku nggak akan menjaga mulutku kepada orang payah

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   98. Berbahagialah

    **Binar terpaku di tempatnya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk menanggapi permintaan itu. William terlalu frontal, dan impulsif. Bisa-bisanya ia datang selarut ini hanya untuk meminta pelukan.“Tu-Tuan, ini sudah malam.”“Aku sudah tahu.”“Bukankah sebaiknya anda pulang saja?”Pria itu tersenyum. Sebuah pemandangan yang jarang sekali dilihat orang. Senyumnya tampak tulus, membuat wajahnya yang sudah tampan, menjadi berkali-kali lipat lebih dari itu. Binar terkesima, sungguh.“Sudah aku bilang, kan. Aku sudah merindukanmu lagi. Aku tidak mau pulang sebelum kamu memberiku pelukan.”Apa-apaan itu? Binar bergerak dengan tidak nyaman. Sesekali ia menoleh ke arah belakang, khawatir kalau-kalau Linda atau Noah mengintipnya dari dalam sana. Tapi tentu saja tidak, sebab keduanya sudah tidur sejak beberapa jam yang lalu.“Tuan, ini tidak benar.” Binar mendesah dengan gusar. Ia menatap entitas di hadapannya itu dengan agak segan.“Memang tidak benar. Sejak kapan cinta bisa dibena

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   97. Dilema

    **Binar buru-buru menghapus air matanya. Ia menoleh dengan gugup ke samping, dan baru menyadari bahwa sang putra juga masih berada di sana. Bocah kecil itu memandang dengan ketakutan, terutama kepada Binar yang menangis.“Mama?” sebutnya lirih, “Mama okay?”“Ah, sorry. Mama okay. Mama nggak apa-apa, Sayang.” Binar menghempaskan tangan William yang masih menggenggam pergelangan tangannya. Ia berjongkok untuk mensejajarkan tinggi badan dengan Noah yang masih memasang wajah gusar.“Mama, are you cry?”“Yes, a little.” Binar menjawab pertanyaan itu dengan senyum. “Tapi Mama sudah nggak apa-apa.”“Mama ….”“Noah, come in, Baby. Bisa Aunty minta tolong untuk kasih makan Gi?” Linda mendadak datang untuk menyelamatkan situasi. Ia menunjuk golden retriever-nya yang sedang mengibas-ngibaskan ekor penuh semangat.“Tapi Mama?” Noah tampak keberatan. Ia memandang sang ibu, khawatir bahwa pria di belakangnya itu akan membawa pergi ibunya jika ia meninggalkan tempat.“Mama hanya akan bicara dengan

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   96. Jangan Menangis

    **Hampir satu bulan berlalu sejak kedatangan para pria yang mengaku utusan dari Juliana Aarav itu. Sepanjang satu bulan itu Binar harap-harap cemas, takut kalau-kalau mereka datang lagi. Tapi ternyata ketakutannya tidak terbukti, para utusan itu tidak lagi menampakkan batang hidungnya. Maka, Binar menganggap semua itu hanya angin lalu. Hidupnya kembali berjalan dengan normal belakangan ini.Sore ini, di tengah kegiatannya menjaga butik milik Linda, Binar sedang melihat-lihat review pre-school yang berada di sekitar sana melalui internet. Ia rasa sudah waktunya mendaftarkan Noah untuk bersekolah.“Dia belum genap empat tahun, dan kamu sudah ribut mau menyekolahkan?” celetuk Linda dari balik meja kasir.“Dia empat tahun dua bulan lagi, Lin. Lagipula sepertinya dia bosan di rumah seharian tanpa teman seusia, kan?” Binar layangkan pandang kepada sang putra yang sedang bermain-main dengan anak anjing di luar butik. Padahal Noah sama sekali tidak kelihatan bosan.“Oh, kalau aku jadi Noah,

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   95. Pembalasan

    **“Sialan! Dari mana mereka dapat video itu? Itu draft pribadi yang aku simpan di ponsel, dan nggak ada seorang pun yang pernah menyentuh ponsel aku selain kamu, Abian!”Rachel berteriak murka di dalam kamar apartemennya. Ia baru saja melihat berita yang saat ini sedang panas ditayangkan di semua channel stasiun televisi ; video affair dirinya dengan Abian, tanpa sensor!“Kamu nuduh aku?” balas Abian tak terima. Pria itu berdiri dari sofa dan menunjuk sang kekasih dengan berang. “Atas dasar apa kamu nuduh aku begitu, Rachel?”“Tapi nggak ada seorang pun yang pernah sentuh ponsel aku selain kamu, Bi!”“Apa kamu pernah lihat aku pegang-pegang ponselmu akhir-akhir ini? Pikir dulu kalau mau menuduh, jangan asal buka mulut kamu, Rachel!”“Sial! Argh, sial! Jadi ini bagaimana? Aku harus bagaimana?” Perempuan cantik itu mengacak surai panjangnya dengan frustasi. Sekali lagi ia melirik kepada televisi yang masih menyala, dan pemberitaan tentang dirinya masih ditayangkan di sana.“Sial, berit

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status